Saturday, October 20, 2007

Politik Keserakahan

Sabtu, 20 Oktober 2007
* Oleh Saifur Rohman

PERUSAHAAN Microsoft dijatuhi denda 650 juta dolar AS atau setara dengan Rp 6,21 triliun oleh pengadilan di Uni Eropa pada 17 September 2007. Perusahaan penghasil Windows itu dianggap memonopoli perdagangan dan menyembunyikan informasi teknis, sehingga pesaing tidak bisa membuat program yang kompatibel. Program Windows disinyalir menguasai 90 % produk perangkat lunak di dunia.

Itulah perkembangan kapitalisme mutakhir. Monopoli dan penyembunyian informasi identik dengan greed (ketamakan) . Putusan denda identik dengan justice(keadilan). Bila Microsoft adalah institusi ekonomi yang mewakili ketamakan, maka Pengadilan Uni Eropa adalah institusi politik yang hendak direpresentasikan sebagai kebenaran.

Pengadilan terhadap Microsoft itu sebuah kenyataan yang hendak dibangun oleh masyarakat dunia tentang pentingnya pemisahan antara greed dan justice, antara kepentingan ekonomi dengan politik. Pada masa sekarang, ketika kendali perubahan dunia sudah dipegang oleh perusahaan multinasional atas nama globalisasi dan liberalisasi ekonomi, pertanyaan yang selalu membayangi para pemikir kebudayaan adalah mungkinkah pemisahan kekuatan ekonomi dari kepentingan politik? Lebih jauh lagi, mungkinkah kepentingan politik mampu membawahkan kepentingan ekonomi?

Pada masa lalu, energi ekonomi dimanfaatkan untuk membangun emporium kebangsaan melalui praktik kolonialisme. Pada masa kini, energi politik dimanfaatkan untuk melancarkan perdagangan internasional melalui globalisasi.

Penjatuhan sanksi denda itu bisa dibaca sebagai upaya perlawanan komunitas Eropa terhadap ekspansi Amerika. Itulah babak baru, ketika institusi politik hendak melawan institusi ekonomi setelah percampuran ekonomi dan politik telah terjadi sekian lama.

Babak Baru

Kita baru tahu dari Richard Sennett dalam bukunya The Culture of New Capitalism (2006), bahwa kapitalisme telah memulai babak baru,dengan teknologi informasi yang mempercepat dan mempersingkat proses produksi, distribusi, dan konsumi.

Kapitalisme baru tidak hanya memotong birokrasi dalam produksi, yakni melalui tahapan outsourcing dan assessment, melainkan juga memotong birokrasi penjualan.

Semula harus dilakukan melalui persuasi yang bertele-tele tentang produk, kini cukup ditayangkan dalam iklan dan dipajang di etalase mencolok. Tidak butuh sales yang andal atau marketer yang piawai. Produk akan didatangi sendiri oleh konsumen. Kapitalisme baru mendesain ideologi praksis yang biasa disebut dengan kabar gembira.

Kabar Gembira

Kabar gembira (fortune telling) adalah cerita tentang kebahagiaan yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Peramal menjadi eksis masyarakat karena membawa kabar gembira, sebab mampu melihat kejadian di masa datang dan memberikan cerita indah kepada orang yang sengsara di hadapannya.

Kabar gembira dalam praktik konsumsi adalah hadiah yang diselipkan di setiap produk yang dikonsumsi. Gampangnya, orang berbelanja untuk menjadi kaya. Semakin banyak menabung, semakin banyak peluang untuk mendapatkan Mercedes-Benz.

Semakin banyak menggunakan kartu kredit, akan mendapatkan poin yang bisa ditukarkan dengan barang yang diimpikan. Semakin sering mengunjungi mal, banyak kesempatan memeroleh mobil mewah.

Tidak ada cara lain mendapatkan semua itu kecuali dengan berbelanja. Kabar gembira itu dibuat sedemikian nyata di depan mata konsumen, sehingga itu bukanlah angan-angan yang jauh.

Kabar gembira itu diidentikkan dengan kebenaran. Maka, pergerakan ekonomi perlahan-lahan disamakan dengan pergerakan politik mencapai kesenangan. Keserakahan Micorosoft tidak jauh berbeda dari keserakahan konsumen yang menginginkan mobil mewah dengan membeli sabun mandi.

Plato berpendapat, aktivitas ekonomi adalah menjalankan keinginan dan ketamakan, sedangkan politik adalah kebenaran dan keadilan. Keputusan politik (untuk keadilan) terhadap pergerakan ekonomi (yang penuh keserakahan) akan membukakan pintu ke arah aktivitas ekonomi di bawah segala aktivitas keadilan dan kebenaran, kendati pada saat yang sama harapan itu selalu saja seperti menegakkan benang basah.(68)

-- Saifur Rohman SS MHum, kandidat Doktor Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

No comments: