Tuesday, October 30, 2007

39 Guru SD di Mijen Tertipu Rp 1,4 Miliar

SUARA MERDEKA

Rabu, 31 Oktober 2007

SEMARANG -Sebanyak 39 guru SD di kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Mijen menjadi korban penipuan. Perbuatan itu diduga dilakukan oknum bendaharawan gaji kantor tersebut. Nilai kerugian tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 1,4 miliar.

Selasa (30/10), kasus itu dibahas dalam rapat dengar pendapat di Komisi D DPRD Kota Semarang. Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D Ahmadi itu, menghadirkan sejumlah pihak, mulai dari unsur Dinas Pendidikan, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Mijen, Pasir Riyanto, sampai perwakilan korban.

Pada pertemuan itu terungkap, modus penipuan mirip kasus serupa yang terjadi di Kecamatan Semarang Tengah pertengahan 2006 lalu. Pasir Riyanto mengatakan, oknum yang dipercaya menjadi bendahawaran gaji itu memang bertanggung jawab penuh terhadap keuangan, termasuk pemotongan gaji para guru.

Tidak hanya potongan untuk koperasi, dia juga mengatur lalu lintas keuangan untuk angsuran utang para guru di bank. "Kasus itu terungkap setelah ada laporan dari KPRI dan PGRI bahwa setoran angsuran para guru terlambat. Itu terjadi pertengahan September lalu," katanya.

Berdasarkan laporan itu, Pasir berinisiatif memanggil oknum itu untuk klarifikasi. Di hadapannya, pelaku mengaku belum menyetorkan angsuran para guru karena digunakan untuk biaya berobat saudaranya. Ketika itu, pelaku berjanji segera melunasi tunggakan tersebut.

''Namun hingga 26 September, tidak ada tanda-tanda kalau pelaku akan melunasi setoran, sehingga saya mengirim staf untuk mengecek ke rumahnya. Ternyata, dia sudah pergi, dan hingga sekarang belum kembali," tuturnya.

Setelah kejadian itu, sejumlah guru mengeluhkan potongan gaji hingga jutaan rupiah serta mendapatkan surat tagihan dari sejumlah lembaga keuangan, antara lain dari Bank Jateng, BRI Cabang Mijen, BPR BKK Jambu Kabupaten Semarang, dan BPR Mandiri Abadi.

Dicek Validitasnya

Menanggapi persoalan itu, Ketua Komisi D Ahmadi meminta agar utang di lembaga keuangan itu dicek validitasnya. "Seperti di BPR BKK Jambu, apa betul ada pinjaman segitu banyak. Begitu juga di BPR Mandiri Abadi, harus dicek dulu," katanya.

Dinas Pendidikan Kota Semarang, kata dia, juga harus proaktif menghubungi pihak bank untuk mengklarifikasi, apakah semua prosedur sudah dipenuhi, sehingga uang begitu mudah keluar.

Dinas Pendidikan diminta melobi pihak bank agar menunda pembayaran. "Kalau tidak dibantu, kasihan para guru. Saya khawatir nanti proses kegiatan belajar bisa terganggu," ujarnya. (H9,H12-18)

No comments: