Sunday, October 7, 2007

Pendidikan Kejuruan Harus Libatkan Industri

Melbourne, Kompas -Pendidikan vokasional (kejuruan) tidak akan berhasil kalau tidak melibatkan industri yang ada di suatu wilayah. Kerja sama antara institusi pendidikan dan industri sangat menentukan keberhasilan pendidikan vokasional. Selain itu, pemerintah daerah dan pusat serta organisasi profesi harus membuat standar-standar keahlian yang dibutuhkan.

David Howes, Group Manajer Internasional Division Departemen of Education and Training, mengemukakan hal ini ketika ditemui wartawan Kompas Imam Prihadiyoko di kantornya di Melbourne, Australia, Senin (6/5). "Di Australia, pemerintah harus berperan sebagai penjaga mutu pendidikan, terutama untuk sekolah-sekolah swasta," katanya.

Di Negara Bagian Victoria-Australia, menurut Howes, pendidikan kejuruan di dukung lebih dari 1.000 organisasi swasta. Termasuk di dalamnya 550 organisasi pendidikan masyarakat untuk orang-orang dewasa (Adult Community Education). "Di sini, setiap tahun terdapat sekitar 476.000 siswa yang memasuki pendidikan teknik dan vokasional, baik negeri maupun swasta. Dari jumlah itu, sekitar 8.800 adalah siswa asing," kata Howes seraya menambahkan, untuk menjangkau lebih banyak siswa, saat ini Negara Bagian Victoria sedang mengembangkan pendidikan kejuruan melalui apa yang mereka namakan TAFE Virtual Campus.

Kunci keberhasilan

Howes menilai, ada empat kunci keberhasilan sistem pendidikan di Negara Bagian Victori-Australia, yaitu (1) desentralisasi sekolah, (2) reformasi dalam bidang pendanaan, (3) pengembangan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, (4) dan pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

Menurut Howes, Negara Bagian Victoria mulai melakukan reformasi pendidikan tahun 1993. Perbedaan mendasar yang dilakukan adalah penerapan desentralisasi pendidikan, yang sebelumnya masih menggunakan sistem pendidikan yang sentralistik. Ketika itu, semua diatur oleh pemerintah, mulai dari pembangunan gedung, pembuatan kurikulum, penerimaan guru dan gaji guru, termasuk juga buku-buku yang digunakan di sekolah.

Desentralisasi pendidikan, demikian Howes, memang membutuhkan perubahan yang radikal dalam sistem manajemen sekolah. Di Victoria, dikembangkan model manajemen berbasis sekolah (MBS). Model MBS ini berhasil memotong jalur birokrasi dari pemerintah menjadi sekolah yang mandiri.

"Kemandirian sekolah bisa dilihat dari pengelolaan dana yang disediakan oleh pemerintah untuk sekolah. Jumlahnya mencapai 90 persen dari keseluruhan anggaran yang disediakan," katanya.

Mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di sekolah, menurut Howes, pemerintah harus mempersiapkan guru-gurunya terlebih dahulu. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi tidak lagi sekadar tambahan, tetapi dikembangkan untuk menjadi bagian dari sistem pendidikan itu sendiri.

"Pelatihan guru dan penyiapan infrastruktur untuk teknologi komunikasi dan informasi diperlukan untuk menunjang keberhasilan pendidikan di sekolah," ujarnya.

Saat ini, di Negara Bagian Victoria, penggunaan komputer oleh siswa di sekolah kejuruan sudah mencapai rasio yang memadai. Secara keseluruhan, rasio penggunaan komputer di sekolah adalah 1:4,65. Artinya, demikian Howes, satu komputer dipergunakan sekitar empat atau lima anak. Di tingkat pendidikan sekolah menengah, rasio penggunaan komputer lebih baik lagi, yaitu 1:4,30 (SLTP) dan 1:3,83 (SLTA)*

No comments: