Monday, October 27, 2008

B



Katagori : Opini
Oleh : Erros Jafar 18 Apr 2004 - 10:14 pm

imageMenarik beberapa peristiwa yang terjadi pada minggu2 ini, dimana rakyat Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan presiden secara langsung, ditetapkannya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagai tersangka bom bali dan bom2 lainnya yang terjadi di Indonesia oleh POLRI setelah keputusan pengadilan membebaskannya dari segala tuduhan2 terorisme.

Ditolaknya mentah2 kemauan Amerika Serikat untuk menjerat Ustadz Abu Bakar Ba’asyir ke penjara selama-lamanya melalui ketua umum Muhamadiyah Syamsul Ma’arif, tuduhan Amerika dan PBB mengenai kasus Haramain yang melibatkan Ust. Hidayat Nur Wahid yang salah alamat, dan ketidak tundukan Ketua Umum NU Hasyim Muzadi terhadap dikte2 Amerika Serikat.

Saya agak tersenyum gembira melihat fenomena tersebut karena ternyata tidak semua ulama2 yang ada di Indonesia dapat dipengaruhi oleh kekayaan, kekuasaan dan jabatan dan saya berharap pula semoga di masa depan bangsa ini akan memunculkan ulama2 seperti beliau2 diatas lebih banyak lagi sehingga dapat mengantarkan bangsa ini menuju masa keemasannya dibawah naungan Al- Quran dan hadist.

Tulisan dibawah ini hanya merupakan gagasan dari pemikiran penulis belaka, bukan bermaksud mengurui, karena kebenaran itu hanya datang dari Allah SWT, maka apabila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu mutlak milik Allah SWT, dan jika ada kesalahan dan kebodohan maka itu 100% dari kebodohan penulis.

Kita sekarang ini banyak membicarakan mengenai pemilihan umum dengan fokus penekanannya terdapat pada tahap pemilihan Presiden dan wakil presiden, seharusnya umat Islam yang terdapat di berbagai partai (baik partai Islam mapun nasionalis) tidak hanya mencurahkan semua tenaganya pada penekanan siapa yang akan menjadi pemimpin nasional. Tetapi tenaga itu seharusnya juga difokuskan kepada pembinaan umat supaya mereka lebih mengetahui lebih banyak lagi mengenai agamanya sehingga tercipta seorang muslim yang mempunyai hati dan akhlak yang luhur, serta kepintaran dan wawasan yang luas mengenai keilmuan dan keteknologian. Sebagian energi tersebut seharusnyalah difokuskan pula secara proporsional untuk memunculkan ulama-ulama yang bersih sebagaimana dicontohkan para ulama-ulama bersih sebelumnya (baik yang ada sekarang maupun yang ada di masa lalu, baik yang ada di Indonesia maupun luar Indonesia) yang berjuang dengan gagah berani menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa takut akan celaan dan cacian tanpa takut kehilangan jabatan dan kekayaan, tanpa takut penyiksaan dan penjara bahkan kematian karena hidup mereka hanya untuk mengapai ridho Allah SWT.

Belajar dari kejayaan dan keruntuhan Khalifah Ustmaniyah di Turki, maka kita dapat memperhatikan pelajaran, bahwa kejayaan Islam dan kejatuhannya ternyata ditentukan oleh tiga komponen penggeraknya yaitu,

1 para ulama bersih
2. para pemimpin yang tidak berbuat maksiat kepada Rabbnya dan
3. rakyat/umatnya yang mayoritasnya mempunyai kualitas keimanan yang tinggi.

Ketika Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel yang merupakan wilayah kekuasaan dari Romawi. Kita melihat bahwa kondisi umat Islam dewasa itu ditopang oleh tiga pilar kekuatan utama yaitu ulama bersih yang menegakkan amar maruf dan nahi mungkar sesuai sebagaimana ditentukan oleh syariat Islam, pemimpin yang adil dan bersendikan keikhlasan dan tidak berbuat maksiat dalam kehidupan sehari-harinya ditopang dengan rakyat yang sebagian besarnya merupakan kalangan muslim dengan kualitas keimanan yang tinggi. Mereka secara bersinergi menjalankan syariat Islam dengan benar dan hasilnya adalah kekuatan yang besar dan menentukan yang disegani oleh semua orang kala itu.

Selanjutnya setelah beberapa ratus tahun berlalu, kita melihat bahwa pada akhirnya ketiga pilar tersebut pelan-pelan mengalami penurunan dalam kualitasnya, para ulama mereka banyak yang melacurkan diri kepada kekuasaan yang ada, menjual ayat-ayat quran dengan imbalan materi dan tidak menjalankan mekanisme amar maruf dan nahi mungkar sebagaimana yang digariskan oleh Quran dan Sunnah. Para pemimpin hanya memikirkan mempertahankan kekuasaan dan banyak berbuat kemaksiatan dan kedzoliman dalam kesehariannya, sementara rakyat sebagian besarnya mulai meninggalkan keIslamannya karena dianggap kuno dan ketinggalan sehingga kekhalifahan Turki Ustmani dewasa itu berada dalam masa kemunduran dan ujung-ujungnya adalah kekalahan dan keruntuhannya pada tahun 1924.

Di abad ke-21 ini kita berada di masa kejahiliyyah mencapai tahtanya menggurita ke seluruh sendi kehidupan dan sendi ketata hubungan seluruh masyarakat.

Dunia diliputi oleh kegelapan dengan dicampakkanya sumber penerangan utama Islam Quran dan hadist. Umat kebanyakan terlena oleh kegemerlapannya kehidupan duniawi yang semu, yang dibawa oleh peradaban imperialisme materialis dan mengira mereka bahwa mereka dapat meneguk kebahagiaan dengan mengikuti peradaban batil tersebut.

Keruntuhan kekhalifahan Turki Ustmani merupakan bencana besar bagi umat Islam, karena umat pada waktu itu dan juga pada dewasa ini tidak mempunyai payung untuk melindunginya dari intaian dan serangan musuh-musuhnya. Umat Islam terpecah dan terkotak-kotak dalam beberapa negara di tengah-tengah pemimpin mereka yang hanya memikirkan kekuasaan dan bergelimpangan dengan kemaksiatan. Umat Islam dewasa ini laksana buih di pantai yang di bawa angin tak menentu arah dan tidak mempunyai peranan untuk memperbaiki dunia sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi Muhamad Saw dalam hadistnya :

“ Suatu waktu kelak umat Islam akan diperebutkan oleh umat-umat lainnya sebagaimana orang-orang yang rakus sedang memperebutkan suatu hidangan. Apakah kita waktu itu sedikit jumlahnya wahai Rasulullah? (ujar seorang sahabat). Tidak, jawab beliau, Bahkan kamu waktu itu banyak sekali, tapi hanya ibarat buih di pantai saja”

Apa yang di prediksikan oleh Rasulullah tersebut sepertinya identik dengan kondisi umat Islam dewasa ini, dimana jumlah mereka banyak tetapi peranannya dalam politik internasional hanya menjadi buih yang selalu mengikuti kemana arah USA dan PBB menginginkannya. Mereka laksana santapan yang diperebutkan oleh negara-negara kapitalis untuk mengisi kantong ekonominya, sebagaimana kita lihat negara-negara Arab khususnya dan negara-negara berpenduduk Islam umumnya dewasa ini.

Memang menyedihkan bahwa umat Islam ini berjumlah 1 milyar lebih bertebaran di berbagai negara di dunia ini, tetapi keterwakilannya di dalam Dewan Keamanan PBB paling penting adalah hanya sebagai anggota tidak tetap yang tidak mempunyai hak veto. Sedangkan posisi Anggota Tetap PBB diharamkan negara Islam mendudukinya.

Belajar dari kemunduran-kemunduran tersebut diatas, seyogyanya umat Islam mengambil hikmah dari kemunduran-kemunduran tersebut diatas, dan mulai lagi menata kehidupan mereka hanya untuk satu ideologi yang jelas dan memulai lagi pembinaan sebagaimana nabi Muhammad SAW mempraktekkannya pada awal da’wah beliau di kota Mekkah :

1.dari pribadi jahiliyyah menjadi pribadi Islami dengan memahami Islam sebagai ajaran yang syamil (menyeluruh) yang meliputi semua lingkup kehidupan.

2.dari keluargan yang jahilliyyah menuju keluarga yang Islami dengan mendakwahkan suam/istri, anak, orang tua, adik, kakak, dan keluarga dekat tentang ketiinggian dan kemuliaan dinul Islam.

3.dari masyarakat jahiliyyah menuju masyarakat Islami

4.dari tatanan kenegaraan jahiliyyah menuju tatanan kenegaraan Islami

Selain itu umat Islam harus dapat memunculkan ulama-ulama yang bersih yang tidak mudah tergoda oleh godaan jabatan dan kekayaan yang bertujuan satu meluruskan hukum Islam sesuai rel syariah yang ada yang menjalankan amar maruf dan nahi munkar kepada siapa pun tanpa memandang apakah ia penguasa atau rakyat jelata tanpa harus takut akan intimidasi, hukuman penjara bahkan ancaman pembunuhan sekalipun sebagaimana dicontohkan Imam Ahmad di masa Kekhalifahan Sultan Mahmud dan Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol menentang penjajahan Belanda serta banyak ulama bersih lainnya di masa dahulu maupun masa sekarang.

Setelah umat sebagian besarnya sudah memahami dan tercerahkan oleh Islam serta melepaskan idelogi-idelogi lain selain Islam ditambah lagi dengan bermunculannya ulama-ulama yang bersih, maka tiba saatnya bagi umat Islam untuk memunculkan pemimpin yang bersih yang tidak berbuat maksiat kepada Allah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan khalifah-khalifah generasi awal dan generasi selanjutnya yang memegang amanah kepemimpinan sesuai dengan apa yang digariskan oleh syariah Islam. Sehingga pada akhirnya ketiga pilar ideal tersebut akan bersinergi dan membentuk kekuatan yang besar yang mampu menerjang semua kebatilan yang ada didepannya dan menyebarkan sinar kebenaran dan kesejahteraan keseluruh penjuru bumi.

Itulah sekelumit gambaran dari penulis mengenai tiga pilar kebangkitan Islam. Akhirnya kesemuanya dikembalikan kepada Kekuasaan dan Iradah Allah SWT, Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha dan berdo’a dengan dibarengi dengan niat karena mengharapkan ridho Allah dalam bingkai keikhlasan kepada-NYA.

ratu_75id@yahoo.com

Menuju Kebangkitan Umat Islam

Bahwa umat Islam kini tengah mengalami banyak problem telah dipahami. Bahwa umat Islam karenanya harus bangkit telah pula disadari. Hanya saja, belum terlalu jelas apa yang dimaksud dengan bangkit dan kebangkitan umat, apa pula yang harus menjadi landasan bagi dicapainya kebangkitan umat Islam yang hakiki dan yang terpenting bagaimana thariqah (metode) untuk membangkitkan umat? Jelas sekali, memahami semua itu teramat penting sebelum melangkah dalam kerja-kerja serius untuk mengentaskan umat dari keterpurukannya sekarang ini.



Landasan Kebangkitan

Landasan untuk bangkit bisa karena berbagai hal. Misalnya untuk meningkatkan martabat suatu kaum atau bangsa, atau dorongan untuk meningkatkan tarat kehidupan ekonomi dan mengejar ketertinggalan di bidang sains dan teknologi. Landasan apa yang membuat suatu masyarakat bangkit akan menentukan langkah apa yang akan ditempuh untuk menuju kebangkitan yang dimaksud. Jika pencapaian ekonomi dianggap sebagai landasan, sudah tentu kebangkitan akan dimulai dari menyediakan modal, pelatihan dan berbagai macam prasarat bagi meningkatnya kegiatan ekonomi. Tetapi benarkah motivasi itu yang harus dipakai sebagai landasan menuju kebangkitan yang hakiki?

Sebab, kenyataan membuktikan bahwa kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi dan akhirnya dicapainya martabat mulia suatu bangsa ternyata hanyalah merupakan hasil dari adanya proses berfikir untuk memecahkan suatu problema kehidupan, yang dilakukan secara terus-menerus dan menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) atau aqidah, yakni pemikiran tentang kehidupan dunia (hakekat hidup), sebelum dan sesudahnya serta hubungan antar keduanya.

Fikrah atau pemikiran merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya. Darinyalah dihasilkan berbagai kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan. Oleh karena itu, kemajuan sains dan teknologi serta penemuan-penemuan baru pun hanya dapat dicapai bila fikrah ini sudah ada. Demikian pula meningkatnya taraf kehidupan dan kejayaan ekonomi suatu bangsa dapat dicapai bila bangsa tersebut sudah memiliki kerangka berfikir atau fikrah kulliyah untuk maju. Dengan demikian upaya untuk meraih kemajuan sains dan teknologi, industri dan kekuatan ekonomi kedudukannya jauh berada dibawah pemikiran menyeluruh atau fikrah kulliyah tadi.

Dengan fikrah, jikalau kekayaan maadiyah, yang bisa berupa kemajuan saintek maupun ekonomi yang dimiliki, merosot hancur, keadaan masyarakat masih mudah dan cepat dipulihkan selama masyarakat masih memegang pemikirannya. Sebaliknya, jika fikrah telah rusak maka secara berangsur-angsur dan pasti kekayaan maadiyah tadi akan habis dan kehilangan kreatifitas untuk menemukan yang baru, seperti kecenderungan yang kini tengah dialami oleh misalnya negara-negara di kawasan teluk (Kuwait, Arab Saudi dan sebagainya). Keadaan yang kedua inilah yang dialami kaum muslimin dewasa ini. Dari kajian materi sebelumnya, terbukti bahwa kemerosotan umat Islam akibat dari telah tercabutnya fikrah Islamiyyah, yang menyeluruh dan sempurna itu, dari dalam diri kaum muslimin.

Dengan demikian, kebangkitan Islam yang sangat didambakan itu hendaklah pada KEBANGKITAN FIKRIYYAH. Yakni dengan terlebih dulu mengembalikan pemikiran menyeluruh Islam kedalam diri umat. Pemikiran menyeluruh, yakni aqidah Islam inilah yang dahulu telah membangkitkan dan kemudian menghantarkan umat Islam pada puncak kejayaan dunia, baik dari segi politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, maupun sosial budaya.



Kebangkitan Merupakan Sunnatullah

Telah menjadi suatu sunnatullah bahwa yang mampu membangkitkan masyarakat adalah aqidah, yakni pemikiran yang menyeluruh (fikrah kulliyyah) tentang kehidupan, baik kehidupan dunia, sebelum dunia maupun sesudahnya. Mengenai sumber pemikiran yang menjadi landasan kebangkitan itu sendiri bisa saja merupakan hasil dari kejeniusan manusia, karena potensi untuk bangkit memang dimiliki manusia secara universal. Hal ini diterangkan Allah dalam ayat:



"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."(QS. Ar-Ra'du: 11)



Ayat ini bersifat 'aam (umum), yakni siapa saja dapat mencapai kemajuan dan kejayaan bila mereka telah mengubah sebab-sebab kemundurannya. Mengubah keadaan agar bangkit, selalu diawali dengan merumuskan konsep-konsep kebangkitan. Dan jika konsep tersebut ternyata mampu mengoptimalkan potensi manusia dengan suatu pemikiran yang menyeluruh, tentulah kebangkitan yang dimaksud dapat diraih.

Tetapi dari sekian banyak konsep tentang kehidupan yang muncul selama perjalanan sejarah, ternyata yang sampai pada kategori pemikiran menyeluruh (aqidah) yang mampu membangkitkan manusia (dalam arti meningkatnya kreativitas untuk memecahkan problema), hanyalah tiga macam, yakni aqidah sekularisme, komunisme, dan Islam. Dan diantara ketiganya, hanya Islam saja yang bukan bersumber dari rekaan manusia, melainkan dari wahyu Allah SWT.

Negara-negara Eropa dan Amerik pada abad 18 M bangkit berlandaskan sekularisme dan liberalisme. Sementara Rusia bangkit dengan fikrah materialisme (al-maadiyah). Atas dasar fikrah ini, melalui Revolusi Bolshevik tahun 1917 yang merobohkan kekuasaan Para Tsar, berdirilah pemerintah Rusia. Bahkan sepanjang kurun 70 tahun kemudian pernah menjadi salah satu adikuasa dunia.

Sementara, dunia Arab sejak abad ke-7 bangkit dengan fikrah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw. sebagai risalah Allah SWT. Di atas landasan fikrah ini didirikanlah pemerintahan Islam yang mampu mencapai kebangkitan bukan saja di dunia Arab, melainkan mencakup seluruh kekhilafahan Islam di masa kejayaannya selama lebih dari sepuluh abad. Ini semua merupakan argumen yang logis, bahwa jalan untuk mencapai kebangkitan adalah dengan mendirikan suatu pemerintahan atas dasar sebuah fikrah kulliyah, yakni aqidah.

Maka, jikalau aqidah Islam telah luntur dari sebagian besar kaum muslimin, maka kejayaan akan hilang dan berganti menjadi kemerosotan. Sekalipun pada sebagian umat Islam mungkin masih dimiliki aqidah yang utuh, namun aturan yang dipakai untuk memecahkan problema sehari-hari oleh negara dimana mereka tinggal bukan bersumber dari aqidah Islam. Mereka menerapkan aturan sekuler, hanya lantaran silau terhadap apa yang dinamakan kemajuan yang diraih negara-negara Barat, bukan karena mereka menguasai fikrahnya. Sehingga wajarlah kalau mereka tidak pernah mencapai kebangkitan seperti yang diperoleh dunia Barat, karena hanya "mencuplik" aturannya tanpa dilandasi fikrahnya secara menyeluruh.

Bukti paling jelas yang menunjukkan kebenaran pernyataan diatas adalah pemerintahan sekuler yang didirikan Mustafa Kemal Ataturk di Turki. Sebelumnya, dia meyakini bahwa dengan menerapkan sistem pemerintahan diatas landasan perundangan dan hukum-hukum Barat, dan memusnahkan sama sekali segala sesuatu yang berbau Islam, akan dicapai kemajuan. Sistem tersebut ternyata memang dapat diterapkan dengan kekuatan, akan tetapi hingga saat ini tidak satupun menghasilkan suatu kebangkitan. Turki sekuler bukannya maju malahan jauh lebih mundur dibandingkan masa-masa sebelumnya (1924). Sementara, Lenin di Rusia dalam kurun yang tidak berbeda jauh (tahun 1917) ternyata mampu membangkitkan Rusia menjadi suatu kekuatan yang disegani dan ditakuti dunia. Ini tidak mengherankan, karena Lenin mendirikan pemerintahannya diatas landasan suatu fikrah menyeluruh yakni aqidah komunisme (syuyu'iyyah). Dari fikrah ini terpancar pemecahan problematika kehidupan sehari-hari dalam wujud perundang-undangan. Dengan membandingkan dua negara diatas, jelas bagi kita bahwa berdirinya pemerintahan diatas dasar perundang-undangan semata, tanpa dilandasi pemikiran menyeluruh, justru menghalangi rakyat menuju kebangkitan.

Contoh lainnya adalah tindakan Gamal Abdul Nasser di Mesir. Pada tahun 1952 dia melakukan kudeta dan mengganti sistem pemerintahan dari Kerajaan menjadi Republik (al-jumhuriyyah). Dengan begitu semangat ia menggerakkan land-reform dan menerapkan sistem sosialisme yang dipropagandakan sebagai sosialisme negara. Akan tetapi yang dialaminya justru hanya kekecewaan. Hasilnya? Mesir tetap tidak bangkit. Bahkan sebaliknya dari segi fikrah, ekonomi dan politik jauh lebih mundur dibanding sebelum tahun 1952.

Gejala serupa kini dialami oleh banyak negara yang mayoritas penduduknya muslim. Pengambilan perundangan Barat (sekular), Timur (sosialis) ataupun Islam secara parsial dan campur aduk, tanpa dilandasi satu fikrah tertentu tidak mungkin menghasilkan kebangkitan.



Kebangkitan Hakiki

Bila sekularisme, sosialisem dan Islam masing-masing telah berhasil membangkitkan suatu komunitas masyarakat, pertanyaannya mana diantara ketiga kebangkitan yang dicapai itu merupakan kebangkitan yang hakiki? Kebangkitan hakiki adalah kebangkitan yang benar (shahih). Apabila kita hendak menilai hakekat sebuah kebangkitan haruslah didasarkan pada tolok ukur yang shahih.

Berdasarkan tolok ukurnya, terdapat dua macam kebangkitan. Yakni pertama: Kebangkitan yang hakiki dan yang kedua: kebangkitan yang salah, semu dan tidak lestari.

Kebangkitan yang hakiki haruslah dilandasi aqidah yang shahih. Sedang shahih tidaknya suatu aqidah dapat dinilai dari tiga kriteria, yakni:

* Memuaskan akal sehat?
* Menentramkan ketentraman jiwa?
* Sesuai dengan fitrah manusia?



Aqidah Sekularisme

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Rusia, tergolong negara yang maju atau bangkit. Hanya saja kebangkitan mereka bukanlah suatu kebangkitan yang sejati karena didirikan atas dasar aqidah yang cacat.

Sekularisme menetapkan doktrin kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan. Ia memandang bahwa kebahagiaan diperoleh dengan cara meraih kesenangan-kesenangan fisik. Sementara, masyarakat dipandang sebagai individu-individu, yang menurut mereka apabila semua persoalan individu berjalan teratur, maka semua persoalan masyarakat pun akan teratur pula. Sistim dan peraturan diambilnya dari prinsip tersebut dan manusialah -- menurut mereka -- yang berwenang menetapkan sistim dan peraturaan itu.

Kelemahan sekularisme yang paling menyolok adalah bahwa ia tidak memuaskan akal, sebab mereka mengakui bahwa alam semesta ini dicipta dan diatur oleh Tuhan tetapi Tuhan dianggap tidak kuasa (atau diberi kuasa) untuk menetapkan aturan buat manusia (impotent). Akibatnya, aturan Tuhan tidak dipakai sama sekali dari kehidupan. Selain itu, aqidah ini juga berlawanan dengan fitrah manusia yang pada hakekatnya lemah, terbatas dan butuh kepada sesuatu. Dengan sekularisme, kemampuan manusia "dipaksakan" untuk membuat perundangan sendiri dan memecahkan seluruh problema kehidupan. Jelas tidak akan mungkin bisa. Kalaupun bisa, akibatnya ternyata sangat fatal. Seperti yang dirasakan dan dilihat dari kenyataan negara-negara sekuler manapun di dunia saat ini. Mereka tengah menghadapi berbagai macam problem mulai dari keresahan masyarakat, kebejatan moral, melebarnya jurang si kaya dan si miskin, meningkatnya kriminalitas, krisis ekonomi, krisis sosial dan sebagainya.



Aqidah Komunisme

Komunisme memandang bahwa materi adalah asal dari segala sesuatu. Tolok ukur yang dijadikan dasar kehidupan adalah perkembangan materi, yang selanjutnya akan menumbuhkan nilai-nilai. Masyarakat baginya adalah gabungan dari tanah, alat-alat produksi dan manusia. Manusia dan alam merupakan satu kesatuan materi. Apabila materi mengalami perkembangan, maka manusia pun akan berkembang pula, dan dari perkembangannya itulah sistim dan peraturan ditetapkan.

Komunisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Komunisme telah mengingkari naluri manusia, khususnya naluri beragama (gharizah tadayyun) dan keinginan untuk memiliki. Pengingkaran komunisme terhadap adanya Tuhan Pencipta materi sangatlah tidak masuk akal. Sebab, dengan akal yang paling sederhanapun dapat dibuktikan bahwa suatu keteraturan tak mungkin terjadi secara kebetulan, dan setiap benda pasti butuh terhadap aturan-aturan yang lekat dengannya.

Pantaslah kalau dalam negara sosialis/komunis selalu mempraktekkan "tangan besi" untuk memberlakukan segenap doktrin dan peraturan-peraturannya, karena suatu aqidah yang tidak masuk akal dan menentang fitrah manusia tidak mungkin dapat diterapkan tanpa "pemaksaan". Pada awal pemerintahan Stalin di Rusia sedikitnya ada 11.000 petani yang tewas dibunuh karena tidak mentaati kebijakan ekonomi Stalin, dan tak terhitung lagi pembunuhan terhadap teman politiknya sendiri. Kepincangan aturan sosialis dapat pula dideteksi dari "keresahan rakyatnya", misalnya peristiwa penyeberangan Tembok Berlin oleh rakyat Berlin Timur yang menganut sosialis ke Berlin Barat yang mereka ketahui "lebih bebas". Yang paling gamblang, ideologi itu akhirnya memang tumbang. Bukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh rakyatnya sendiri.



Aqidah Islam

Islam menyerukan bahwa Allah adalah Dzat Pencipta alam semesta dan Ia telah mengutus RasulNya, Muhammad saw. untuk membawa suatu konsep hidup kepada manusia. Manusia adalah khalifah di bumi yang akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya di akherat kelak. Islam menyatakan bahwa masyarakat haruslah bertumpu pada aqidahnya. Dan bahwa undang-undang harus datang dari Allah, bukan manusia yang serba terbatas, dengan sumber aturan adalah kitan Al-Qur'an dan Sunnah RasulNya.

Inilah satu-satunya aqidah yang tidak cacat, yang mampu memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia. Sebagai aqidah yang diturunkan oleh Allah SWT, kesempurnaan dan kemurniannya tidak perlu disangsikan. Dengan demikian, hanya kebangkitan yang berlandaskan fikrah Islamlah yang layak dinamakan kebangkitan hakiki.

Aqidah Islam beserta syari'ah yang bersumber daripadanya telah terbukti dapat mengantarkan umatnya pada kebangkitan yang luar biasa selama kurang lebih 13 abad, dan telah menanamkan keyakinan kepada sekian banyak bangsa-bangsa di dunia tanpa paksaan. Ini tidak pernah dicapai oleh ideologi sekularisme maupun sosialisme. Kedua ideologi ini gagal memberikan kepuasan hakiki karena kebangkitan yang dihasilkannya hanyalah kebangkitan yang semu. Sekaligus gagal total dalam usahanya membelokkan sebagian kaum muslimin yang hidup di bawah kekuasaannya dari aqidah Islam untuk mengikuti aqidah mereka.

Sudah saatnya kaum muslimin sadar akan kebobrokan sistim sekularisme dan sosialisme. Selanjutnya cepat-cepat kembali kepada Islam. Mereka harus kembali kepada fikrah Islam sebagai landasan kebangkitan. Bukan dasar dasar yang lain.

Oleh karena itu perlu pula dipertanyakan pula konsep kebangkitan akhlaqiyah yang menganggap bahwa dengan sempurnanya akhlaq tiap individu muslim pastilah ummat ini dapat meraih kebangkitan. Padahal jika dikaji lebih jauh dengan akhlaq -- misalnya jujur, amanah dan menepati janji -- memang dapat membuat seseorang konsisten dengan apa yang telah ada. Tapi karena sifat akhlaq bersifat universal sehingga tidak mendorong kreativitas untuk memecahkan problema baru dengan pemecahan yang khas.

Memang benar masalah kebejatan akhlak masyarakat perlu mendapat perhatian. Akan tetapi suatu kemustahilan jika dakwah memprioritaskan perubahan akhlak, tanpa meletakkan dulu dasar-dasar aqidah yang melandasi terbentuknya akhlak Islam. Sebab, akhlak yang Islami muncul apabila sudah ada keimanan dan dorongan untuk mengamalkannya. Seringkali kita dengar seruan berikut, "Apabila seluruh aparat pemerintah tingkat atas maupun bawah, pengusaha-pengusaha, para pendidik, pedagang dan petani telah JUJUR, BERSIH DAN MENEPATI TUGASNYA, maka negara akan bangkit dan meraih kemajuan."

Ini tentu saja hanyalah ajakan yang bersifat umum, dan merupakan khayalan karena mengharapkan akhlaq yang baik sementara fikrahnya belepotan dengan ide-ide sekuler. Pelaksanan akhlaq yang "dipaksakan" tidak akan bertahan lama, dan hanya menghasilkan manusia-manusia hipokrit saja. Akhlaq yang Islamy akan langgeng karena terdapat kekuatan pendorong yang tumbuh dari dalam sendiri, yakni POLA PIKIR ISLAMI yang melandasi seluruh perbuatan manusia. sebagai contoh adalah kota Madinah, yang saat ini merupakan negeri yang terkenal keluhuran akhlaqnya di seluruh dunia. Akan tetapi disana sekarang belum tampak tanda-tanda kebangkitan, karena dorongan untuk bangkit memang tidak dipengaruhi oleh ketinggian akhlaqnya.

Jelaslah, bahwa tidak ada alternatif lain untuk memulai kebangkitan hakiki selain dari MENGUBAH PEMIKIRAN DASAR (AQIDAH) dahulu. Selanjutnya aqidah ini dijadikan sebagai dasar kehidupan sehari-hari sekaligus mengarahkan kehidupan umat Islam agar sesuai dengan hukum-hukum yang terpancar dari fikroh Islam. Sepanjang sejarahnya Islam mampu memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan, yakni dengan jalan ijtihad dengan tetap berpedoman pada fikroh Islam. Dengan menempuh cara seperti ini kebangkitan hakiki akan tercapai, bukan sekedar kebangkitan yang semu. Sungguh, Islam telah membangkitan umat terdahulu dan Insya Allah, ia akan mengulangi kembali untuk kedua kalinya.



Thariqah Kebangkitan

Dari fakta-fakta dan perbandingan-perbandingan yang telah dilakukan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meraih kebangkitan haruslah dikembalikan kepada pemikiran yang mendasar, yakni pemikiran tentang kehidupan dan hubungannya dengan keadaan sebelum dan sesudahnya (aqidah). Kebangkitan hakiki bukan dinilai dari meningkatnya taraf ekonomi atau moral suatu masyarakat, bukan pula dari kemajuan sains dan teknologi, sebagaimana anggapan yang sering terdengar. Kebangkitan umat yang sebenarnya adalah meningkatnya taraf berpikir (irtifa'u al-fikri) mereka di atas landasan aqidah yang shahih yakni aqidah Islamiyah. Dengan asas inilah ditegakkan pemikiran-pemikiran lain yang memecahkan problematika kehidupannya, termasuk didalamnya problematika sosial, ekonomi, moral, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pemikiran ini bersumber pada Dzat yang mustahil terjadi kekurangan. Kesalahan baru mungkin terjadi pada cabang-cabangnya. Oleh sebab itu dengan asas pemikiran inilah, keberhasilan da'wah akan terjamin.

Adapun aqidah yang cacat (sekularisme dan komunisme) mungkin saja akan menghasilkan kebangkitan, tapi kebangkitan yang dicapai adalah kebangkitan yang salah. Kebangkitan yang tidak memberikan kepuasan akal dan ketentraman jiwa, serta melanggar fitrah manusia.

Dari pemahaman terhadap thariqah dakwah Rasulullah dalam membangkitkan umatnya, dapat dirumuskan Thariqah (metode) Kebangkitan sebagai berikut :



* Bila landasan kebangkitan telah ditetapkan, selanjutnya pemikiran tersebut harus disampaikan kepada umat, dan harus dipahami secara utuh dan murni, sehingga memungkinkan mereka mengamalkan pemikiran itu dalam kenyataan hidupnya. Terjadinya kesesuaian antara pemikiran dan kenyataan hidupnya merupakan pertanda awal kebangkitan. Berdasarkan pemikiran yang shahih ini umat harus diajak untuk berpikir secara mendalam dalam setiap praktek kehidupannya dan apa-apa yang terjadi di sekelilingnya. Dengan begitu, mereka dapat menentukan sendiri mana yang benar dan yang salah, serta terdorong untuk memecahkan problema hidup sesuai dengan jalan yang HAQ dan memenangkannya, serta menjauhkan diri dari pemecahan yang BATHIL dan menyingkirkannya.

Sebagai contoh, terhadap pernyataan bahwa nasionalisme merupakan dasar pemikiran untuk bangkit dan menyatukan umat. Umat harus diajak untuk berpikir untuk menentukan kebenaran pernyataan itu. Misalnya, jika pemikiran tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa dengan diterapkannya nasionalisme, bangsa Arab (misalnya) akan bangkit dan bersatu berarti konsep tersebut benar. Sebaliknya jika kenyataannya kebangkitan dan persatuan tidak tercapai berarti konsep itu tidak benar dan tidak layak dijadikan sebagai dasar kebangkitan.

Contoh lainnya konsep pergaulan bebas di tengah masyarakat. Menurut para penganut paham liberalisme, konsep itu dapat mengurangi problema sosial dan memperkecil gejolak seksual. Untuk menilai konsep ini, umat harus diajak melihat kenyataan di masyarakat. Apabila problema sosial yang muncul akibat seksual pada masyarakat sekular, yang membolehkan pergaulan bebas, lebih sedikit terjadi daripada di dalam masyarakat Islam yang melarang pergaulan bebas, maka berarti konsep tersebut benar. Jika yang terjadi sebaliknya, tentu ia salah, bahkan penerapannya justru menambah masalah bagi masyarakat.

Bila kesadaran umat terhadap penerapan pemikiran dengan kenyataan hidupnya mulai timbul, itulah pertanda kebangkitan akan dimulai. Kesadaran berpikir semacam ini sangat diperlukan untuk mendapatkan suatu kepastian terhadap kebenaran pemikiran dan penerapannya.



* Jika langkah di atas telah tercapai, tibalah saatnya menegakkan suatu pemerintahan ATAS DASAR SEBUAH FIKRAH, yakni aqidah yang telah dipahami umat, BUKAN atas dasar peraturan perundang-undangan atau hukum-hukum saja. Mendirikan suatu pemerintahan atas dasar undang-undang atau hukum saja tidak akan menghasilkan kebangkitan. Cara demikian justru akan membius umat dan tampak dipaksakan sehingga kebangkitan makin jauh dari kenyataan karena umat merasa terkungkung. Jadi, kebangkitan tidak mungkin dicapai tanpa mendirikan pemerintahan atau kekuasaan di atas landasan fikroh yang menyeluruh, yakni aqidah. Dari sinilah akan lahir perundang-undangan dan hukum-hukum yang mengatur kehidupan.

Menegakkan suatu pemerintahan diatas landasan sebuah fikrah bukan berarti melakukan kudeta secara militer, atau merampas kekuasaan untuk kemudian menegakkan pemerintahan baru diatas landasan sebuah fikrah. Cara seperti ini juga tidak akan menghasilkan suatu kebangkitan dan tidak akan mampu menciptakan pemerintahan yang stabil. Kebangkitan haruslah ditempuh dengan cara memberikan pemahaman tentang fikrah yang digunakan sebagai dasar kebangkitan itu kepada umat secara meluas dan mendalam. Fikrah ini kelak dijadikan landasan kehidupan, yang kemudian diarahkan pada bentuk-bentuk aktivitas yang sesuai dengan fikrah tersebut. Bersamaan dengan itu umat sendirilah yang akan menuntut suatu pemerintahan dan kekuasaan atas dasar pemahamannya terhadap fikrah tadi. Dari sinilah awal mula terjadinya kebangkitan.

Yang penting dalam masalah ini bukanlah merebut pemerintahan melainkan menghimpun umat ke dalam satu fikrah dan diarahkan kehidupannya berdasarkan fikrah tadi. Mengambil alih pemerintahan bukanlah tujuan bahkan tidak boleh menjadi tujuan, melainkan hanya jalan menuju kebangkitan !.

Rasulullah saw. menyeru manusia kepada aqidah Islam dengan jalan dakwah fikriyah. Setelah penduduk Madinah dari suku Aus dan Khadzraj berhimpun atas dasar aqidah Islam yang telah menjadi fikrah mereka dan senantiasa mengarahkan kehidupannya ke arah fikroh tersebut, Rasulullah saw. menegakkan pemerintahan di Madinah hanya atas dasar aqidah Islam. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah bersabda :



"Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka mengucapkan 'Laa ilaaha illallah', maka siapa yang telah mengucap 'Laa ilaaha illallah' telah terpeliharalah dariku jiwa dan hartanya sesuai dengan kewajibannya dalam Islam, dan hisabnya terserah kepada Allah."(HR. Bukhori-Muslim)



Hadits ini menunjukkan ajakan Rasulullah kepada fikrah yang menghasilkan kebangkitan di Madinah dan menyebarkannya ke seluruh bangsa Arab. Setelah itu, bangsa-bangsa lain pun berbondong-bondong masuk Islam dan menganut fikrahnya. Mulailah dibuat piagam (watsiqoh) yang mengatur kehidupan rakyat serta membangun tatanan hidup berlandaskan aqidah Islam.

Masjid sebagai Sentral Kebangkitan Umat Islam

admin | Sosial, Indah Mulya | Saturday, October 18th, 2008

masjidSimbol kebangkitan Islam

Ada seorang insiyur Arsitek yang senior dan sering mendapat proyek raksasa antara lain adalah jembatan Selat Sunda yang menghubungkan pulau Sumatera dengan pulau Jawa. Ternyata beliau adalah bukan seorang arsitek biasa tetapi beliau telah mengkaji Al qur’an yang begitu lama waktunya.

Dalam perjalanan untuk mengkaji Al qur’an beliau temukan ayat-ayat yang meyakinkan pribadi beliau bahwa era 700 tahun ke depan adalah era kebangkitan Islam. Dan yang lebih mengkejutkan beliau meyakini bahwa kebangkitan Islam dan umat Islam sedunia 700 tahun ke depan akan dimulai take of nya dari Negara Indonesia, ternyata salah satu ayat yang beliau maksud sebagai ayat kebangkitan Islam dan umat Islam di Indonesia adalah ayat pertama dari surat Isra.

Kemudian kita bertanya kenapa kebangkitan Islam itu dari Indonesia, kemudian arsitek itu menjawab karena bangsa Indonesia itu negara yang paling banyak mempunyai jumlah masjid dibandingkan dengan seluruh negara di muka bumi ini. Katakanlah saja bahwa di Mataram dan pulau Lombok saja terkenal dengan negeri 1000 masjid, kadang-kadang dalam satu RT terdapat sebanyak dua masjid di pinggiran Mataram ada dua masjid yang terpaksa harus bergantian untuk melaksanakan sholat di masjid itu karena saking banyaknya jamaah. Semua masjid di bangun secara permanen dengan menara yang menjulang tinggi dan kubah yang sangat spesifik.

Beliau meyakini bahwa surat Al Isra merupakan sinyal akan kebangkitan Islam yang kedua setelah kebangkitan Islam yang pertama yang dikomandani atau dipanglimai oleh Muhammad SAW. Maha Suci Allah serta yang telah menjalankan hamba-Nya dari masjid yang suci itu ke masjid yang jauh Allah berikan keberkahan di sekitarnya dan Allah tampakkan tanda-tanda kebesarannya dan Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.

Rasulullah SAW berangkat membangun membina dan membentuk umat dari nol dari tidak ada Islam sampai ada Islam dan sampai adanya Al qur’an dan berhijrah ke Madinah sampai berakhir berhasil membangun dan membentuk satu warga Islami kemudian menjadi masyarakat Islami, Karena setelah hijrah bangsa-bangsa sekitarnya mengakui bahwa Kota Madinah al munawaroh adalah suatu bangsa dan satu kawasan baru dan-satu negara baru yang kepala negaranya adalah Muhammad SAW yang undang-undangnya adalah Al qur’an dan As Sunnah dengan wilayah Madinah dan sekitarnya yang rakyatnya kaum Muhajirin dan kaum Ansor dan orang-orang yang non muslim mau mengakui kedaulatan pemerintahan dengan sistim syariah.

Pembentukan Aqidah Islamiyah

Muhammad SAW wafat tidak perlu berumur 70 tahun atau 80 tahun, dia wafat dalam usia produktif yaitu 63 tahun beliau berdakwah hanya 23 tahun lamanya dengan dibagi selama dua periode, yaitu periode sebelum hijrah dan setelah hijrah. 13 tahun lamanya sebelum hijrah dia tanamkan Aqidah Islamiyah. Muhammad SAW membangun selama 10 tahun periode Madinah dan paska periode Madinah dan kemudian beliau berhasil menyampaikan semua ayat suci al qur’an menerapkan dan mengimplementasikan semua ayat suci Al Qur’an.

Beliau tidak perlu mengadopsi falsafah Yunani yang sudah ada ribuan tahun sebelum turunnya Islam, beliau tidak perlu mengadopsi falsafah Cina kuno dan Mesir kuno beliau hanya berpedoman dan berbekal wahyu Allah dan berpegang kepada kitab suci Al qur’an sebagai pembaharu, pelengkap dan penyempurna kitab suci Allah yang lainnya.

Beliau mengajarkan semata-mata adalah Al Islam bukan kapitalis, tidak liberalisme, tidak sosialisme, bukan Nasionalisme, apalagi komunisme dan atheisme. Muhammad SAW mengajarkan kepada umat manusia adalah ajaran yang datangnya dari Allah bukan cipta-an manusia, ajaran yang dibawa adalah wahyu dan wahyu itu sendiri merupakan bagian rukun iman yang wajib diyakini umatnya dengan ideologi wahyu inilah diyakini bahwa tidak ada ideologi lain yang benar kecuali Al Islam, “Sesungguhnya agama yang benar adalah agama Islam“. Siapapun yang mencari melaksanakan ajaran selain Islam, baik dalam urusan duniawi apalagi urusan ukhrowi semua amal ibadahnya dan amal baiknya tidak akan diterima oleh Allah SWT dan dihari akhirat nanti mereka tergolong orang-orang yang merugi.

Itulah ringkasan sekilas tentang keberadaan Islam yang hanya selama 23 tahun disampaikan oleh Muhammad SAW dengan metode “ibda binafsik” dimulai dengan diri sendiri dengan cara uswatun hasanah dengan meneladani kepada yang lain dengan suritauladan yang baik dan tidak sampai 23 tahun muncul dan lahirlah suatu bangsa yang baru di muka bumi ini yaitu bangsa Islam yang mempunyai negara baru dengan setelah berdasarkan Islam yang mengajarkan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW wafat dan digantikan oleh khulafat urasyidin yaitu Abu Bakar Sidik sebagai khalifah yang pertama atau sebagai pemimpin pemerintahan Islam. Berarti Abu Bakar adalah kepala pemerintahan Islam atau kepala negara Islam baik yang berada di dalam masjid atau di luar masjid.

Estafet pemerintahan

Semua khulafat urasyidin baik itu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali tidak pernah membuat kantor di luar masjid, tidak pernah membikin istana di luar masjid, tidak pernah membuat ruangan yang mewah di luar masjid itu semuanya dilakukan dengan mencontoh nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW tidak pernah menyerahkan imam sholat 5 waktu kepada selain pada dirinya kecuali setelah mendapatkan penyakit yang mendekatkan beliau kepada wafat barulah dia serahkan kepada Abu Bakar dan setelah 3 kali diwudhukan kemudian pingsan lalu diwudhukan lagi oleh para sahabat kemudian pingsan lagi akhirnya beliau perintahkan kepada Abu Bakar untuk menjadi imam sholat 5 waktu. Setelah 1 itu para sahabat yang lainnya mengambil isyarat ini adalah bahasa fi sinyal dari Rasulullah SAW, bahwa kepemimpinan akan diserahkan kepada Abu Bakar ra.

Seumur hidup Rasulullah SAW ketika beliau ada di dalam kota Madinah tidak pernah tidak menjadi imam, begitu juga para sahabat khususnya laki-laki sebelum ada masjid yang lain tidak ada yang tidak sholat jamaah 5 waktu, tidak ada sholat wajib dilakukan di rumah dan di tempat lain kecuali di dalam masjid Nabawi kota Madinah sebagai masjid yang kedua kesuciannya setelah masjidil haram.

Rasulullah SAW pernah bersabda ketika akan menjadi imam sholat, beliau mengatakan apabila sholat telah diqomatkan, akan aku perintahkan salah seorang diantara kalian untuk menjadi imam yang ketika kalian shalat aku akan berkeliling kampung, apabila aku temukan dirumah ada orang laki-laki kemudian aku perintahkan kalian untuk mencari kayu bakar setelah itu membakar rumah itu.

Ketika seorang sahabat yang bernama Abdulah bin Ummi maktum seorang tunanetra pada suatu hari beliau meminta izin kepada Rasulullah SAW dari dalam masjid “ya Rasulullah mata aku buta rumah aku jauh tidak ada orang yang menuntun aku untuk sampai di masjid setiap waktu, bolehlah aku tidak sholat berjamaah di masjid selama 5 waktu ?”, kemudian nabi Muhammad SAW mengingat sesuatu seolah-olah masuk diakal untuk diberikan dispensasi untuk tidak sholat berjamaah. Kemudian Rasul katakan “ya! Kamu bisa untuk tidak wajib sholat 5 waktu berjamaah di masjid”, namun ketika Abdulah bin Ummimaktum akan sampai di pintu untuk keluar dari masjid nabi memanggilnya kembali dengan suara yang agak tinggi “wahai Abdulah bin Ummimaktum kamu mendengar adzan ?”, lalu Abdulah dengan jujur mengatakan “Aku mendengar Azdan”. Nabi menjawab bahwa pengertian menjawab adzan dengan perbuatan yaitu mendatangi masjid dan menjalankan sholat dengan berjamaah di masjid tempat sumbernya suara adzan itu.

Pada suatu saat orang-orang munafikin membangun masjid baru untuk memecah umat agar tidak dapat suatu masjid dibawah satu imamah satu jamaah yaitu imamah Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW berangkat menuju peperangan, dimana ketua panitia munafikin yang membangun masjid yang niatnya untuk menandingi masjid Rasulullah minta agar Rasulullah kembali dari perang dan singgah ke masjid munafiqun yang baru untuk meresmikannya sebagai masjid yang kedua setelah masjid Nabi. Rasulullah SAW mengiyakan, setelah pulang dari medan perang pentempuran dan akan menuju masjid yang baru itu, kemudian Malaikat Jibril turun dan membisikan kepada Rasulullah “jangan engkau resmikan masjid itu, karena masjid tersebut dibangun oleh orang-orang munafikin“, dan bukan masjid yang dibangun dalam rangka berasaskan taqwa, tetapi karena ingin memecah suara umat Islam maka Rasulullah tidak singgah di masjid itu dan langsung pulang, tetapi belum sempat masuk ke rumah Rasulullah memberikan komando agar para sahabat dan umat untuk mendatangi masjid itu untuk menghancurkan dan membakarnya.

Jadi di zaman Rasulullah ada satu masjid yang diperintahkan untuk dibakar dan dihancurkan karena masjid itu dibangun bukan niat taqwa tetapi kepentingan untuk memecah belah umat Islam. Masjid itu disebut oleh para ulama disebut dengan masjid “Dhirroh” atau masjid yang berbahaya.

Inilah yang dipahami oleh insinyur arsitek senior itu bahwa kebangkitan Islam yang asal mulanya sebagai kebangkitan Islam yang pertama berangkat dari masjid nabi dan nabi tidak pernah meninggalkan masjid itu baik dalam menunaikan ibadah mahdhoh maupun ibadah ghair mahdhoh.

Bahwa surat Al Isra ayat pertama yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW di Israkan dari masjid ke masjid. Maka umat Islam jika ingin bangkit dari tidur untuk 700 tahun ke depan adalah masa kebangkitan Islam yang telah dicanangkan oleh umat Islam se dunia mau tidak mau harus meneladani Rasulullah untuk kembali ke masjid, karena ada hadits lain mengatakan bahwa ada 7 golongan dihari kiamat nanti yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah dan dia akan dilindungi oleh Allah salah satunya adalah laki-laki yang hatinya tertampak kepada masjid-masjid ke manapun dia pergi di dalam hatinya ada masjid. Allah SWT dalam firman-Nya menyatakan bahwa bumi ini seyogyanya dikelola dan diatur oleh hamba-hamba yang beriman. Mudah-mudahan orang-orang yang meramaikan masjid-masjid ini adalah orang-orang yang mendapatkan hidayah dan keberkahan hidupnya, amin.

Sumber : Indah Mulya, Edisi No. 494. Th. VI - 12 Oktober 2008