Saturday, September 26, 2009

Memaafkan Itu Bisa Menyehatkan

Forgiveness is a choice. Memaafkan adalah pilihan yang hanya bisa ditentukan oleh Anda sendiri. Bagi mereka yang tidak bisa dan tidak mau memaafkan, maka akan tersiksa karena pikiran dan batinnya bisa selalu kotor. Di samping itu, hubungan dengan yang bersalah pun akan tetap buruk.

Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan.

Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres.

Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang.

Dalam Putting Forgiveness into Practice, Doris Donneley (1982) menjabarkan langkah-langkah memaafkan sebagai berikut: mengenali luka batin kita, memutuskan untuk memaafkan, menyadari kesulitan dalam memberi maaf, dan menyadari dampak negatif dari ketiadaan permaafan.

Sementara David Norris (1984) dalam Forgiving from the Heart mengusulkan lima langkah: memperteguh niat memaafkan, secara akurat memeriksa kembali pelanggaran (kesalahan) orang yang akan dimaafkan, memaknakan kembali luka batin akibat kesalahan, membina kembali relasi yang terputus, dan mengintegrasikan kembali berbagai retak psikis yang dialami akibat luka batin.

Bila benar-benar mau memaafkan seseorang, harus bersedia menguras dan mencuci bersih seluruh arsip kotor kesalahan orang tersebut. Jadi bukan hanya di bibir saja, melainkan sampai bagian terdalam batin. Ini bisa terlaksana bila melakukan tahapan sbb:

Change of action. Perubahan dari segi lahir, dari muka cemberut, bibir mencibir dan pandangan yang merendahkan, kembali kepada tahapan normal. Mulai menyapa dan memberikan salam. Mengubah dan mengembalikan penampilan lahiriah tidaklah mudah, apalagi kalau sudah lama bermusuhan.

Change of mind. Perubahan dalam pikiran. Ini lebih sukar sebab harus merubah pikiran maupun pandangan terhadap orang tersebut. Bisa terjadi bila kita mau mengosongkan pikiran negatif terhadap orang tetrsebut dengan cara melupakan kesalahannya, kemudian diisi dengan pikiran positif.

Change of heart. Perubahan dalam hati atau batin. Sifat bermusuhan bukan sekadar dihapus namun diubah menjadi kasih. Dari yang tadinya jauh menjadi dekat, musuh jadi sahabat. Ingat, orang yang dapat memaafkan kesalahan seseorang adalah orang yang baik.

Yang bisa memaafkan dan melupakan kesalahan seseorang adalah orang bijak. Tetapi orang yang bisa memaafkan dan melupakan kesalahan seseorang ”sebelum” orang tersebut minta maaf adalah orang yang memiliki sifat Illahi.

Joko Suprayoga
Jl Dieng I/40 Pondok Brangsong, Kendal
Hp. 081325544849

Friday, September 25, 2009

Yang Terlupa Dari Keikhlasan

Oleh : Ustadz Ahmad Daniel, Lc

Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak ikhlas karena Allah.

Allah berfirman yang artinya ” Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (Az Zumar : 2) .

Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam . ibnu Mas’ud Rhodiyallahu anhu berkata “Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam)“.

Apa Itu Ikhlas ?

Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab shohihnya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain Nawawi dan Riyadhus Sholihinnya, Imam Al Baghowi dalam kitab Masobihis sunnah serta ulama-ulama lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu sendiri ?.

Saudaraku, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata ” Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya“.

Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ?

Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun saudaraku, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap saudaramu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudaramu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudaramu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudaramu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudaramu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudaraku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.

Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda : “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya “hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini”. Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab :”tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karenaNya” (HR Muslim).

Perhatikanlah hadits ini wahai saudaraku, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut.

Dalam hadits lain, Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu” (HR Bukhari Muslim).

Renungkanlah sabda beliau ini wahai saudaraku, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang kita letakkan di mulut istri kita, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.

Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas

Saudaraku yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut.

Abdullah bin Mubarak berkata “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat“.

Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda : “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata : demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya” (HR Muslim).

Lihatlah saudaraku, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda : “Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya ” (HR Bukhari Muslim).

Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ?. Dan sebaliknya, wahai saudaraku, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya.

Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili , dia berkata :” seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya : wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain, maka Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab : Dia tidak mendapatkan apa-apa. Kemudian beliau berkata : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya” (Hadits Shohih Riwayat Abu Daud dan Nasai).

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.

Buah dari Ikhlas

Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya.

Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya : “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka” (Shod : 82-83).

Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. ” ( Yusuf : 24).

Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai saudaraku, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka instropeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Robbal alamin.

Sumber: millist assunnah

Ketika Bertamu dan Menerima Tamu

Ada hal-hal yang terkadang luput dari perhatian kita bagaimana etika dalam bertamu maupun saat menerima tamu, untuk itu berikut ini beberapa point yang penting untuk diperhatikan bagaimana etika saat menerima tamu maupun etika bagi seorang tamu yang saya ambil dari tulisan di buku “Al Qismu Al Ilmi, penerbit Dar Al-Wathan”, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, versi Indonesia: “Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari”.

Untuk orang yang mengundang

1. Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

2. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).
3. Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan membahagiakan teman-teman atau sahabat.
4. Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan, “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
5. Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
6. Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
7. Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
8. Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hidangan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
9. Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

Bagi tamu

1. Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengatakan, “Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).
2. Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
3. Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Radhiallaahu anhu menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda,”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
4. Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap. Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
5. Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurangan apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
6. Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah, “Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikat telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani). “Allahummagh firlahum fiima rozaqtahum wagh firlahum, warhamhum” “Ya Allah, berikan keberkahan (kebaikan yang terus-menerus) untuk mereka (tuan rumah) pada apa-apa yang Engkau rizkikan untuk mereka. Ampunilah dan sayangilah mereka.” (HR. Muslim 3/1615)

Sumber: millist assunnah

Rela Dinikahi Pria Mana Saja Asal Biayai Pengobatan Teman Irwan Nugroho - detikNews

Dan Dan (ananova)
Shandong - Seorang gadis di negeri tirai bambu China bersedia menikah dengan pria mana saja asal mau membiayai pengobatan teman sekelasnya yang sedang sakit. Berminat?

Dan Dan, nama gadis berusia 22 tahun tersebut. Dia adalah mahasiswi sebuah universitas di Deshou, Provindi Shandong, China.

Melalui internet, dia mengumumkan Zhang Yuemei didiagnosa dokter mengidap encephalomyelitis, semacam radang otak. Yuemei juga menderita gangguan pada tulang belakang.

Menurut Dan Dan seperti dilansir ananova, Jumat (25/9/2009), keluarga Yuemei tidak punya uang untuk berobat. Sementara kesehatan teman perempuannya itu semakin memburuk.

"Orang tuanya hanya seorang petani. Mereka tidak sanggup untuk membiayai operasi yang cukup tinggi dan biaya perawatan setelahnya," tutur Dan Dan.

Dan Dan pun ingin berbuat sesuatu agar nyawa temannya itu dapat diselamatkan. Dia akan menerima lamaran pria mana pun yang bersedia menanggung biaya pengobatan Yuemei. Jumlahnya 15 ribu pundsterling atau sekitar Rp 300 juta.

Usaha yang dilakukan Dan Dan bukannya tanpa kritik. Dia dianggap memanfaatkan keadaan temannya untuk mencari pria-pria kaya. Namun, pihak Jinan Qilu Hospital, tempat Yuemei dirawat, mendukungnya. (irw/irw)

Saturday, September 12, 2009

Sabar : Kunci Kecerdasan Emosi (3)

Ada tiga tingkatan orang sabar :
1. Orang yang dapat menekan habis dorongan hawa nafsu hingga tidak
ada perlawanan sedikitppun, dan orang itu bersabar secara konstan.
Mereka adalah orang yang sudah mencapai tingkat shiddiqin.

2. Orang yang tunduk total kepada dorongan hawa nafsunya sehingga
motivasi agama sama sekali tidak dapat muncul. Mereka termasuk
kategori orang-orang yang lalai (al ghofilun).

3. Orang yang senantiasa dalam konflik antara dorongan hawa nafsu
dengan dorongan keberagamaan. Mereka adalah orang yang
mencampuradukkan kebenaran dengan kesalahan.

Secara ppsikologis, tingkatan orang sabar dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :

1. Orang yang sanggup meninggalkan dorongan syahwat. Mereka termasuk
kategori orang-orang yang bertaubat (at Taibin).

2. Orang yang ridla (senang/puas) menerima apapun yang ia terima
dari Tuhan, mereka termasuk kategori zahid.

3. Orang yang mencintai apapun yang diperbuat Tuhan untuk dirinya,
mereka termasuk kategori shidddiqin.

Friday, September 11, 2009

Ceramah Nuzulul Quran 17 Ramadhan 1422 H Masjid Istiqlal Jakarta

KH. Abdullah Gymnastiar

Segala puji bagi Allah SWT. Alhamdulillahilladzi liyadzadu iimaanan maa ‘aimaanihim. Sholawat dan salam semoga tercurah selalu bagi Rasulullah panutan kita yg membangunkan dan menuntun hati nurani kita menjadi cahaya bagi segala perbuatan mulia. Bangsa kita sesungguh dikaruniaiAllah potensi yg begitu dahsyat yg jika disyukuri dgn cara mengelola dgn tepat niscaya berpeluang menjadi negara besar yg berwibawa dan bermartabat.

Dengan potensi sumber daya alam yg melimpah ruah baik berupa daratan lautan serta apapun yg terkandung didalamnya; maupun lokasi geografis dan keindahan alam negeri kita bagaikan percikan surga yg tertetes di dunia.

Potensi manusia dgn jumlah dua ratus duapuluh juta lbh dgn aneka kemampuan merupakan aset berharga jika disinergikan dgn formula yg tepat.

Dan aset yg tak ternilai harga adl sumber keyakinan bagi mayoritas penduduk Indonesia yaitu aqidah Islam yg diyakini bersama sebagai agama yg paripurna rahmatan lil `alamiin yg dapat menjadi solusi yg universal.

Namun bila kita melihat kenyataan ternyata semua potensi seakan-akan tak berbuah kenyataan yg dicita- citakan bersama. Bahkan aneka bala dan musibah dari berbagai sisi kehidupan begitu lekat dan memilukan.

Sudah kita dengar bersama upaya utk menyehatkan dan mensejahterakan masyarakat namun kita wajib mengevaluasi hal-hal pokok yg menjadi kunci permasalahan.

Masyarakat kita relatif berbadan sehat juga berpikir normal bahkan sebagian ada yg berfisik sangat kuat dan berotak cerdas. Ha sedikit masyarakat yg berpenyakit lahir dan ia juga berpenyakit akal. Rupa yg sedang berjangkit di negara kita secara umum justru penyakit qolbu/hati nurani. Karena orang yg kuat dan cerdas akal pikiran yg tak sehat qolbu ternyata mereka itulah yg menjadi biang-biang kerusakan dan kesengsaraan bagi bangsa ini. Dengan kata lain kelemahan bangsa kita ini adl belum sungguh-sungguh memprogram utk menghidupkan dan membangkitkan kekuatan nurani yg akan menuntun akal pikiran sikap dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan dan kehormatan yg hakiki krn qolbu adl inti terpenting dari manusia yg akan mengatur segala sikapnya. Sabda Rasulullah:

Alaa inna fil jasad mudhgoh Idza soluhat soluha jazadukuluhu Waidza fasadat fasada jasadukuluhu Alaa wa hiyal qolbu

Ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi bila rusak niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.

Dan sumber kerusakan ini menurut Rasulullah adalah: Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkok. Para sahabat berta Apakah pada saat itu jumlah kami sediit ya Rasulullah? Beliau menjawab Tidak bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi seperti buih air bah dan kalian ditimpa penyakit wahn . Mereka berta lagi Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah? beliau menjawab Hubbud du {kecintaan yg amat sangat kepada dunia } dan takut mati . HR Abu Dawud

Gejala bisa kita lihat dari tingkah polah dalam memperebutkan duniawi ini {harta kedudukan kekuasaan popularitas kesenangan duniawi gelar pangkat jabatan yg ditujukan hanya utk kepuasan dunia belaka} tak sedikit orang yg menghalalkan cara-cara tak terpuji sehingga mendzolimi hak-hak orang lain. Bagi yg telah mendapatkan juga melakukan perbuatan yg tak mulia yaitu dgn gemar pamer kemewahan hidup dgn biaya tinggi menjadi jalan kecurigaan dan kedengkian bagi yg lain; dan utk mempertahankan dunia yg dimiliki sering pula melakukan tindakan yg melupakan kepentingan masyarakat. Bagi masyarakat yg ada dalam keterbatasan melihat situasi yg materialistis membuat terbuai angan-angan sehingga melakukan tindakan yg mencoreng harga dirinya.

Pendek kata budaya cinta dunia atau materialistis adl biang masalah yg beranak-pinak dgn kesombongan kemewahan kedengkian keserakahan kezoliman dan bercucu pada permusuhan keinginan utk menghancurkan orang lain dan akibat seperti yg kita rasakan sekarang ini.

Kita harus mulai membangunkan nurani masyarakat dgn cara mensosialiksasikan obat penyembuh yaitu membangun hidup mulia dgn bersahaja hidup proporsional tak berbudaya bersembunyi dibalik topeng duniawi dan hal ini sangat memungkinkan kita lakukan setak dgn empat kunci :

1. Suri tauladan yg nyata

Harus menjadi kesadaran para pemimpin bahwa mereka benar-benar diperhatikan dan ditiru oleh masyarakat. Kita harus membudayakan memilih para pemimpin yg berani hidup bersahaja dan mengutamakan kemampuan memimpin dgn adil dan profesional dibanding dgn orang yg hanya mampu mempertontonkan kedudukan dan kekayaaannya. Nabi Muhammad SAW membangun peradaban dgn menjadi suri tauladan yg nyata. Ini harus menjadi budaya bagi para pemimpin dgn tak menyuruh orang lain sebelum menyuruh diri sendiri. Tidak melarang orang lain sebelum melarang diri sendiri. Lebih banyak berkata dgn karya dan tauladan nyata daripada hanya berbuat dgn perkataan.

Masyarakat sesungguh sangat tercuri hati kepada para pemimpin yg bisa berbuat banyak namun amat bersahaja dalam hidupnya. Pada saat yg sama masyarakatpun teramat curiga dan dengki kepada para pemimpin yg hidup glamour yg mereka yakini semua itu adl uang rakyat.

2. Pendidikan dan pelatihan juga pembinaan secara sistematis berkesinambungan terhadap masyarakat

Perlu kesadaran dan kesepakatan bersama utk mendidik segala lapisan masyarakat dgn menggunakan seluruh media yg ada utk mengetahui nilai-nilai keutamaan hidup berhati bersih bernurani dan hidup tak materialistis baik lewat pendidikan di sekolah/kampus melalui aneka sinetron film/televisi ataupun radio utk mendampingi pendidikan lewat suri tauladan dari para pemimpin / tokoh panutan masyarakat.

3. Sistem yg kondusif

Kitapun harus bekerja keras utk membangun system dalam bentuk undang-undang aturan-aturan lain yg mendukung perubahan sikap di masyarakat utk tak berjiwa materialistis dan sangat menghargai nilai-nilai kemuliaan ahlak dan moral dgn cara membuat peraturan yg benar- benar adil dan konsisten utk menegakkannya. Nabi Muhammad berlaku adil terhadap siapapun termasuk kepada keluarga sendiri.

Menegakkan supremasi hukum adl bagian kunci yg teramat penting utk membangun harapan di masyarakat bahwa memburu dunia tak dgn cara yg benar akan mendapatkan hukuman yg setimpal. Menegakkan hukum dgn adil tak dgn kebencian dan dendam akan membuat keadilan menjadi sesuatu yg indah dan menjadi tumpuan semua pihak.

Ketidak-seriusan menegakkan sistem yg adil akan mengundang ketidakpuasan dan ini akan mengundang pula aneka masalah yg lbh pelik dan merugikan.

4. Membangun kekuatan ruhiyah

Sebagai orang yg beriman selalu harus kita sadari bahwa kita semua hanya sekedar mahluk yg sangat banyak memiliki keterbatasan danAllah-lah yg Maha Kuasa menolong siapapun yg Dia kehendaki krn Dia-lah yg menggengam segala masalah dan jalan keluarnya.

Laa haulaa walaa quwwata illa billahil aliyil’aziim. Maka harus dicanangkan kebangkitan ruhiyah nasional dgn memotivasi masyarakat utk melakukan kebangkitan ibadah dgn benar lbh intensif. Baik yg fardhu maupun sunah yg tentu diawali dgn suri teladan dari semua tokoh panutan dan difasilitasi baik tempat waktu/kesempatan dan dana agar masyarakat -selain lbh terkendali- juga doa-doa mendatangkan pertolongan Allah seperti yg dijanjikan. Surat at Thalaq ayat 23 menyatakan yg arti Barang siapa yg bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan memberi jalan keluar dari segala urusan dan memberi rezeki dari tempat yg tak disangka-sangka dan barang siapa yg bertawakal niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya. Amatlah tipis harapan kita akan keluar dgn baik dari permasalahan ini tanpa bimbingan Allah krn manusia amatlah terbatas dalam segala tak mampu berbuat apa pun tanpa izin-Nya.

Penutup

Semoga dgn kombinasi ikhtiar lahir batin suri tauladan yg nyata pola pendidikan dan pembinaan juga sistem yg kondusif dan ketangguhan dalam ibadah seluruh elemen masyarakat menjadikan semua masalah yg ada pada bangsa kita ini akan membuahkan budaya hidup baru yg benar-benar akan menjadi fondasi bagi masyarakat maju yg beradab.

Yaitu masyarakat yg produktif dalam aktivitas di dunia namun didasari dgn niat yg bersih krnAllah menjalankan aktivitas sebagai ibadah dan diwarnai dgn kebersihan hati jauh dari segala kesombongan riya kedengkian cinta dunia atau aneka penyakit hati lain yg semua ini akan terpancar dari ahlak yg bermutu tinggi di lapisan manapun mereka berkiprah.

Dan warisan terbesar dari tiap insan yg diberi amanah adl kemuliaan pribadi buah dari kebersihan hati yg merupakan tanda kesuksesan dan keselamatan kehidupan seorang manusia yg lbh tinggi nilai dari topeng duniawi apapun yg disandang sejenak didunia ini.

Ha kepadaAllah-lah kembali segala urusan dan hanya Dia-lah yg akan menerima amal dan tiada pertemuan dengan-Nya kecuali hanya orang yg berhati bersih dan selamat.

Mengekspresikan Kemarahan Cegah Hipertensi

Kapsul
11 September 2009 | 13:40 wib

Jangan terlalu sering memendam amarah. Bila tak kuasa menahan emosi, ekspresikan kemarahan Anda dengan berteriak atau melakukan apapun untuk melepaskan beban. Pasalnya, memendam amarah berakibat buruk bagi kesehatan.

Hasil temuan terbaru para peneliti dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh menunjukkan, marah-marah dalam skala ringan bermanfaat bagi kesehatan fisik.

Orang-orang yang merespon situasi yang penuh tekanan dengan kemarahan yang sewajarnya terbukti lebih bisa mempertahankan tekanan darah lebih rendah dan melepaskan lebih sedikit cortisol (yang dikenal sebagai hormon stres), dibandingkan partisipan yang merespon dengan rasa takut atau hanya memendam perasaan mereka.

Menanggapi sesuatu hal yang tidak menyenangkan dengan amarah yang proporsional membantu Anda mengendalikan diri dan tetap optimistis. Tetapi, jika Anda merespon dengan rasa takut atau memendamnya saja, justru akan memperbanyak produksi hormon cortisol. Jika hal ini berlangsung dalam waktu lama justru bisa memicu penyakit jantung.

Dalam studi tersebut, psikiater Jennifer Lerner mengganggu 92 mahasiswa dengan cara menugasi mereka mengerjakan tes sulit di bawah tekanan. Selama tes berlangsung, Lerner berkali-kali mengubah peraturan. Jika partisipan memberikan jawaban yang salah, maka mereka diminta mengulang kembali dari awal, sehingga membuat mereka frustrasi.

Selama proses berlangsung, peneliti menggunakan video camera untuk merekam ekspresi muka para partisipan. Selanjutnya para peneliti akan mengidentifikasi ekspresi yang menunjukkan rasa takut, marah dan muak. Peneliti juga mengukur tekanan darah, detak jantung dan jumlah cortisol yang dilepaskan.

Studi menemukan, mereka yang menunjukkan ekspresi wajah ketakutan selama mengikuti tes memiliki tekanan darah dan kadar hormon cortisol yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang merespon situsi penuh tekanan tersebut dengan kemarahan.

Nah jika selama ini Anda termasuk orang yang selalu berusaha meredam amarah dan bertingkah sekalem mungkin, tidak ada salahnya mulai meluapkan emosi dengan marah-marah. Selain membuat Anda merasa lebih baik, juga bagus untuk kesehatan tubuh.
(MHS/dila)

Wednesday, September 2, 2009

Bosan Hidup

Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji, “Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”

Sang Ustad pun tersenyum, “Oh, kamu sakit.”

“Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Ustad.

“Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Ustad.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”

“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”

“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”

Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini ”.

Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya. Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini……

Kisah Tsabit Bin Ibrahim

Posted on Februari 4, 2009 by sigit setiawan

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh ke luar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah terbitlah air liur Tsabit, terlebih-lebih di hari yang sangat panas dan di tengah rasa lapar dan haus yang mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.

Maka ia segera pergi ke dalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang telah terlanjur dimakannya.

Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja ia berkata, “Aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya”. Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam”. Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orangtua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka.”

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba disana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?” Lelaki tua yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !” Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke luar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?” Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang lumpuh !” Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan semacam itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !” Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.

Maka pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum….” Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi menjadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk disamping istrinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”. Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?” Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya mengunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami dengan baik. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, “Ketika kulihat wajahnya……Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.

Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

DIarsipkan di bawah: Cerita Islam

Tuesday, September 1, 2009

Calon Raja

Pada suatu hari di jaman dulu, hidup seorang raja yang sudah tua. Umurnya kira-kira 75 tahun. Raja itu memang memiliki banyak isteri, namun tidak ada satupun dari istri-istrinya mampu memberinya keturunan untuk meneruskan dinasti kerajaan.

Padahal saat itu raja sudah lelah, ia ingin segera beristirahat dari tahtanya. Akhirnya sang raja memutuskan untuk memilih salah satu dari anak muda di kerajaan untuk meneruskan tahtanya.

Raja segera mengeluarkan pengumuman kepada seluruh pemuda di kerajaannya untuk berkumpul di halaman istana untuk dipilih menjadi raja. Sekonyong-konyong ratusan anak muda langsung berkumpul di halaman istana tersebut. Tak terkecuali Ali, pemuda itu juga turut berdiri berdesak-desakan diantara pemuda lain untuk mengikuti kompetisi itu.

“Aku akan memilih salah satu dari kalian untuk menjadi penggantiku !”. Raja berseru.
“Tetapi sebelumnya, aku akan menilai kalian semua, aku akan membagi kepada kalian satu buah biji per orang.”

“Aku ingin kalian menanam dan merawat biji itu selama satu tahun, dan bawalah kembali padaku, aku ingin tahu apa yang dapat kalian tumbuhkan dari biji itu.” Raja melanjutkan.

“Hanya mereka yang mampu menumbuhkan tanaman terbaiklah yang akan aku pilih sebagai raja.”

Setelah berkata demikian, para punggawa kerajaan segera membagi-bagikan biji itu kesemua pemuda yang hadir. Ali juga mendapat satu buah biji, dan segera pulang untuk menanam biji itu.

Ali berkata dengan bangga pada ibunya bahwa ia telah turut serta dalam kompetisi itu, dan ibunya pun juga terlihat sangat menyetujui keputusan anaknya itu. Ali lalu mengambil sebuah pot yang tidak terpakai di belakang rumah, memberinya tanah tersubur, lalu membenamkan biji itu ke dalamnya.

Tiap hari, Ali dan ibunya menyirami pot itu. beberapa minggu kemudian Ali pergi ke rumah teman-temannya untuk melihat biji yang ditanam oleh mereka. Ali melihat biji milik teman-temannya mulai tumbuh, bahkan ada yang sudah mengeluarkan beberapa lembar daun. Berbeda dengan biji milik Ali, biji itu belum tumbuh sama sekali, walaupun sudah ditanam selama 2 minggu.

Dua bulan telah berlalu, dan keadaan di pot milik Ali tidak berubah. Biji itu belum tumbuh sama sekali. Tetapi Ali tidak menyerah, ia tetap merawat pot itu dengan menyiraminya tiap hari. Teman-teman Ali pun mulai mengetahui hal tersebut, dan mereka mulai mentertawakan Ali.

Akhirnya satu tahun pun berlalu. Seluruh pemuda yang mengikuti kompetisi itu pun datang beramai-ramai ke halaman istana. Mereka masing-masing membawa tanaman di dalam pot. Sangat indah dan subur tanaman-tanaman mereka, bahkan beberapa diantaranya telah berbunga.

Tetapi berbeda dengan milik Ali, potnya tidak berubah. Tidak ada apapun yang tumbuh di pot itu. Ali pun mulai putus asa, dan mengambil keputusan untuk tidak kembali menghadap raja.

“Jangan begitu nak.” Kata ibunya, “Kamu sudah berniat mengikuti kompetisi itu, sudah selayaknya kamu juga menyelesaikannya, tidak masalah jika pot itu masih kosong, toh raja juga tidak akan menghukum kamu kok.”

Dengan berbagai bujuk rayu dari ibunya, akhirnya Ali bersedia membawa pot yang cuma berisi tanah itu menghadap raja.

Di sepanjang jalan, para pemuda mentertawainya. Tetapi Ali mencoba cuek ‘n jalan terus.

Akhirnya, ratusan pemuda itu semua telah berkumpul di halaman istana. Raja segera turun dari singgasananya dan mencoba memeriksa pot-pot yang dibawa pemuda itu satu per satu. Raja itu berjalan hilir mudik di antara pot-pot yang dipegang oleh para pemuda itu beberapa kali, seolah-olah sedang mencari sesuatu.

Akhirnya raja berdiri tepat di hadapan Ali. Ali gemetaran, karena dia memang belum pernah berhadapan dengan raja sebelumnya.

“Siapa namamu? dan ada apa dengan potmu, kenapa tidak ada tanamannya sama sekali?” Tanya sang raja.

“Maaf baginda.” Ali menjawab, “Nama saya Ali. Hamba sudah berusaha, tetapi kenyataannya memang begini, bibit ini tidak mau tumbuh sama sekali, padahal saya sudah menyiraminya tiap hari.” Para pemuda di sekitarnya saling tertawa cekikikan mendengar jawaban Ali.

“Kalo begitu, kamu maju ke depan dengan saya!” Perintah sang raja. Sambil ketakutan karena khawatir dihukum, Ali maju ke depan beriringan dengan sang raja. Para pemuda sekitarnya masih tertawa cekikikan melihat wajah Ali yang pucat bagai mayat.

“Aku umumkan kepada kalian semua..” Raja berseru di depan ratusan pemuda itu. “Aku umumkan bahwa mulai besok pagi, seorang pemuda - yang bernama Ali - yang saat ini berdiri disampingku - akan menggantikan kedudukanku menjadi Raja!”

Semua pemuda itu heran, terutama Ali sendiri, ia kaget setengah mati mendengar keputusan sang raja.

“Kalian tahu kenapa?” Raja melanjutkan, “Satu tahun yang lalu aku sebenarnya hanya memberi sebuah biji mandul kepada masing-masing kalian. Semua biji itu sudah dipotong bakal tunasnya oleh seorang pengawalku, sehingga tidak mungkin dapat tumbuh menjadi sebatang pohon. Sehingga saya menarik kesimpulan, bahwa apa yang kalian bawa ke hadapanku itu bukanlah tanaman yang tumbuh dari biji yang aku berikan. Kalian semua telah menukarnya dengan biji lain agar bisa tumbuh.”

“Kecuali dengan anak muda ini.” Raja berkata dengan tersenyum bangga. “Ali telah berani jujur padaku, ia berani mengatakan apa yang sebenarnya telah terjadi, sekalipun ia tahu betul bahwa itu akan sangat memalukan.”

“Orang jujur seperti inilah yang aku butuhkan untuk melanjutkan cita-citaku untuk membangun kerajaan ini …”

(Sumber: sebuah cerita dari timur jauh yang termuat di buku “About Leadership” oleh Kyoto M, author unknown)

——————————————————————————–

Paku

PakuPada suatu ketika, hidup seorang anak yang sangat pemarah. Hal-hal sepele bisa menjadikannya naik pitam. Tapi beruntung bagi anak itu, ia memiliki seorang bapak yang sangat bijaksana.

Suatu hari, sang bapak memberikan anak itu sekarung paku. Bapak itu meminta agar anaknya melampiaskan kemarahannya dengan memakukan 1 paku ke tembok belakang rumah. Satu paku untuk setiap satu kali marah.

Hari pertama pun dilalui. Hari ini anak itu marah sebanyak 35 kali, maka sebagai konsekwensinya, anak itu harus memasang 35 paku pula di tembok belakang rumah.

Hari demi hari pun berlalu, dan tampaknya terapi ini mulai berjalan lancar. Setiap hari, jumlah paku yang ditanamkan ke tembok itu makin berkurang, dari 35 menjadi 30, menjadi 23 dan seterusnya. Bahkan setelah menginjak hari ke seratus, anak itu sudah sama sekali tidak menanamkan paku ke tembok. Dengan gembira anak itu mengabarkan kepada bapaknya, bahwa sekarang ia lebih dewasa dan dapat mengendalikan emosinya.

Sang bapak langsung memeluk anak itu, dan mengucapkan selamat kepadanya. “Masih ada satu tahap lagi, nak” kata bapak itu. “Mulai sekarang, cabutlah 1 paku dari tembok setiap saat kamu dapat bersabar dan memaafkan orang yang membuatmu marah..”

Anak itu pun segera menuruti perintah bapaknya. Setiap kali ia dapat bersabar dan memaafkan kesalahan orang, ia mencabut satu paku dari tembok. Hari demi hari pun berlalu, hingga tiba saat dimana ratusan paku di tembok tersebut telah habis dicabut.

Anak itu pun kembali pada bapaknya, dan melaporkan keberhasilannya tersebut. “Kamu telah berhasil nak.. kamu telah menjadi seorang anak yang luar biasa.” Bapak itu melanjutkan, “Tetapi coba amati sekali lagi tembok itu”.

Sambil mengelus lubang-lubang bekas paku di tembok, bapak itu kembali melanjutkan kata-katanya. “Lihatlah tembok ini, sekalipun kamu sudah mencabut seluruh paku yang ada, tetapi tembok tidak dapat kembali utuh lagi seperti sedia kala, banyak sekali lubang menganga dan retakan di tembok ini.” Bapak itu kemudian melanjutkan, “Setiap kamu melukai orang lain.. selamanya kamu tidak akan dapat menghapuskan luka itu.. sekalipun kamu sudah meminta maaf dan mencabut semua kemarahan dari orang-orang sekitarmu.”

(author unknown, diterjemahkan dari “Maryland”, Robert Gary Lee, 1998)