Rabu, 03 Oktober 2007
Oleh HM Amin Syukur
SEPULUH hari terakhir di bulan Ramadan adalah hari-hari yang dinantikan oleh sebagian orang yang menjalankan puasa. Pada hari-hari tersebut, terutama pada tanggal-tanggal ganjil seperti 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadan, diyakini waktu di mana kemungkinan besar lailat al Qadar akan turun.
Biasanya para ulama menganjurkan agar umat Islam memperbanyak ibadah sunnah, seperti itikaf di masjid, shalat sunnah, bershadaqah, berinfaq, dan lain sebagainya. Karena dengan demikian, besar kemungkinan lailat al Qadar akan menghampiri pelakunya.
Keagungan dan kemuliaan lailat al Qadar memang sangat menggiurkan.
Bagi siapa saja yang dapat menghampirinya, niscaya ia akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat. Kemuliaan itu berupa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup lahir dan batin, kecukupan rezeki, kemudahan menuntut ilmu, dan terkabulnya setiap doa yang dimohonkannya.
Karena begitu mulianya derajat malam itu, maka banyak orang yang menanti-nanti kehadirannya. Dalam tradisi Jawa ada yang dinamakan "Nyadhong Lailatul Qadar". Cara melakukannya dengan memperbanyak ibadah dan mengurangi tidur pada malam hari, terutama pada malam-malam ganjil di bulan Ramadan.
Apa sesungguhnya lailat al Qadar itu? Informasi mengenai hal ini tercantum dalam Alquran. "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada malam kemuliaan (lailat al Qadar). Dan, tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan seizinNya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar." (Q.S. Al-Qadar/97: 1-5).
Sementara malam kemuliaan itu terletak pada bulan Ramadan sebagai malam-malam yang telah ditentukan (Q.S. Al-Baqarah/2: 185). Dengan demikian, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang lailat al Qadar. Pertama, Lailat al Qadar adalah malam di mana Alquran diturunkan, yakni pada malam-malam di bulan Ramadan.
Kedua, malam itu dimuliakan oleh Allah dengan diistimewakannya melebihi jumlah hitungan malam seribu bulan. Ketiga, pada malam itu para malaikat diturunkan untuk mengemban tugas dari Allah dalam mengatur alam semesta. Keempat, malam itu alam semesta dipenuhi dengan anugerah Allah berupa ketenangan, ketentraman, dan kesejahteraan.
Jika dirunut dari kata "lailatun", dalam bahasa Arab, dia menunjukkan isim nakirah. Artinya, kata benda yang menunjukkan malam-malam yang tidak menentu. Maka, malam dimaksud tidak hanya malam tertentu, tetapi bisa juga di malam seluruh malam Ramadan dan tidak hanya terjadi sekali saja melainkan berkali-kali.
Dia tidak hanya terjadi pada masa Rasulullah SAW saja dan tidak pula hanya terjadi pada malam-malam ganjil di akhir Ramadan. Akan tetapi dia bisa saja turun di setiap bulan Ramadan dan di seluruh malam pada bulan itu.
Malam itu Alquran kali pertama diturunkan dan menurut sebagian ulama malam itu selalu terulang dalam beberapa tahun selama proses penurunan Alquran kepada Rasullah SAW. Alquran diturunkan secara berangsur-angsur agar mudah dihafal, untuk menjawab setiap persoalan yang dihadapi Rasulullah sehingga dalil-dalilnya menjadi demikian membekas, untuk meneguhkan hati Rasulullah karena selalu diperingatkan dan agar mudah dimengerti dan diamalkan oleh para pengikutnya.
Karena Alquran diturunkan untuk umat manusia, sedangkan umat manusia yang mempelajarinya pasti senantiasa membutuhkan petunjuk, maka boleh jadi selamanya peristiwa itu akan terus terulang di bulan Ramadan. Berdasarkan keyakinan itu, tidak salah jika kita senantiasa menantikan kehadirannya di tengah-tengah kita.
Lailat al Qadar sampai kini memang menjadi misteri bagi sebagian orang, karena tidak seorang yang tahu apakah seseorang telah menemukan malam istimewa itu atau bahkan dirinya sendiri telah mendapatkannya. Menurut Quraisy Shihab, malam itu ditandai dengan ketenangan dan kedamaian dan esok harinya matahari bersinar putih dan bersih.
Misteri lailat al Qadar hingga kini masih menyimpan penasaran banyak orang. Kalau persoalan terjadinya di masa nabi, itu wajib diyakini. Akan tetapi kalau sampai saat ini dia masih akan terjadi, itu yang menjadi permasalahan. Orang yang bagaimana yang dapat menemukannya? Apa syarat-syaratnya? Bagaimana cirinya? Menjadi tanda tanya besar yang belum terjawab.
Terlepas dari misteri lailat al Qadar, ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari keterangan tentangnya. Pertama, kita diajak mempertahankan ibadah sepanjang bulan Ramadan, tanpa rasa lelah. Kedua, kita diisyaratkan untuk terus bermunajat, berdoa dan berdzikir. Ketiga, kita diajak untuk terus berinfaq dan bershadaqah, beramal sunnah, dan lain sebagainya.
Kita diajak untuk memperbanyak itikaf, menyegarkan pikiran kita setelah selama setahun bergulat dengan persoalan duniawi. Dengan demikian kita dapat menata kembali perencanaan hidup pada tahun yang akan datang.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyongsong kehadiran malam kemuliaan itu. Pertama, berpuasa dengan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan yang diperintahkan. Kedua, perbanyak itikaf di masjid dan munajat kepada Allah.
Ketiga, perbanyak ibadah sunnah, seperti shalat sunnah, membaca Alquran, bershadaqah, berinfaq, dan lain sebagainya. Keempat, kurangi tidur di malam hari dengan menguatkan dzikir kepada Allah melalui kalimat-kalimat thayyibah: tasbih, tahmid, tahlil, asma al-husna dan sebagainya. Dengan demikian, Insya Allah malam kemuliaan itu akan datang dan menghampiri kita.
Memang kita tidak akan mendapatkan wahyu lagi, sebab wahyu hanya bagi para Rasul. Namun, karena pada malam itu para malaikat akan turun dengan membawa perintah untuk mengatur alam semesta, maka malam itu adalah kesempatan kita untuk memohon kepada Allah atas segala penyelesaian bagi seluruh persoalan hidup. Seseorang yang diberikan anugerah pada malam itu, menurut beberapa keterangan, akan terjadi perubahan drastis dalam kehidupannya.
Oleh sebab itu, sebenarnya kita tidak perlu untung-untungan untuk menemukan malam al Qadar, akan tetapi percayalah bahwa seluruh malam di bulan Ramadan itu adalah malam-malam al Qadar (malam-malam yang dimuliakan oleh Allah SWT). (46)
- HM Amin Syukur, dosen IAIN Walisongo Semarang.
B
Tuesday, October 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment