Monday, February 18, 2008

UAN Momok Menakutkan? * Oleh Dian Susiyanti SPd

18 Februari 2008
SUARA GURU

SEPULANG dari sekolah, si Fulan terlihat dekil, lusuh, dan pikirannya galau. Tak heran ia berpenampilan seperti itu karena memasuki tahun pembelajaran semester genap tahun pelajaran 2007/2008, sekolah-sekolah sudah banyak yang mengadakan try out sebagai persiapan ujian akhir nasional (UAN).

Pikiran semua siswa yang hendak menempuh UAN pun dicuci dan diperas habis untuk memperoleh selembar surat yang dinamakan ijazah. Lebih-lebih para guru pengampu mata pelajaran (mapel) yang di-UAN-kan. Rata-rata berpenampilan sangar dan memasang target kelulusan yang tinggi untuk mendongkrak popularitas sekolah.

UAN benar-benar telah menjelma menjadi momok menakutkan pada siang bolong. Tidak hanya bagi kalangan pendidik, bahkan syndrome bayangan kegagalan meluas menyerang orang tua siswa yang putra-putrinya hendak menempuh ujian itu.

Sepertinya, tidak ada artinya dan sia-sia belaka jerih payah selama tiga tahun belajar bila pada UAN gagal. Maka, hilanglah pengorbanan selama tiga tahun itu. Ironis memang.
Peran Orang Tua
Kerja sama guru —dalam hal ini pihak sekolah dengan orang tua siswa— merupakan titik sentral yang mesti dikedepankan. Jadi, tanggung jawab mengenai kelulusan tidak hanya mutlak dibebankan kepada pihak sekolah. Sebaliknya, peran orang tua juga sangat menentukan.

Jika kerja sama antara orang tua dan pihak sekolah bisa terjalin dengan mesra, tidak hanya ”pokoke lulus” saja yang menjadi sebuah target atau patokan, lulus dengan nilai yang sangat memuaskan pun akan bisa diharapkan.

Perhatian orang tua dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk ikut mengawasi putra-putri mereka dalam hal belajar untuk persiapan UAN. Bahkan bila perlu, orang tua berpuasa. Sebab, hal itu akan menumbuhkan rasa percaya diri yang tinggi bagi si anak.

Perhatian sekolah dan orang tua, sinergi positif yang tercipta, akan menumbuhkan konsentrasi yang tinggi bagi siswa. Bahkan siswa tidak akan merasa terbebani, sehingga siap untuk mengerjakan soal UAN dengan perasaan tenang. Kalau sudah begitu, UAN bukan lagi sebagai momok yang menakutkan. UAN, siapa takut? (71)

— Dian Susiyanti SPd, guru SD Hj Isriati Baiturrahman Semarang

KOLOM ini terbuka bagi para guru untuk melontarkan opini tentang segala problematika di dunia pendidikan. Kirim tulisan Anda, paling banyak 2.500 karakter disertai foto diri, ke email katarasa@yahoo.com.

1 comment:

Bambang said...

oke bu Dian, ikutan publish www.isriati.sch.id