Rabu, 6 Februari 2008 | 02:09 WIB
Jakarta, Kompas - Jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007 lebih dari 740.000 orang.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal, mengutip data Badan Pusat Statistik, mengatakan, hingga Februari 2007, jumlah sarjana yang menganggur sebanyak 409.890 orang. Belum lagi lulusan diploma III yang belum mendapatkan pekerjaan sebanyak 179.231 orang serta diploma I dan diploma II yang menganggur berjumlah 151.085 orang. Total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 740.206 orang.
Angka-angka tersebut bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006 (hingga Agustus). Pada tahun tersebut angka sarjana yang menganggur sebanyak 183.629 orang. Adapun untuk lulusan diploma III sebanyak 94.445 orang serta lulusan diploma I dan diploma II berjumlah 130.519 orang. Total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berjumlah 408.593 orang.
Fasli Jalal mengatakan, data itu berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik terhadap lulusan pendidikan tinggi yang belum bekerja, tidak mempunyai usaha tertentu, dan terbuka kemungkinan sedang transisi berpindah kerja.
Tidak terserapnya lulusan pendidikan tinggi tersebut antara lain disebabkan kompetensi lulusan yang masih rendah atau tidak sesuai kebutuhan dunia kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan standar nasional guna menjamin kualitas lulusan.
Program studi jenuh
Penyebab lain ialah terdapat program-program studi dengan jumlah lulusan yang sudah terlalu berlimpah atau jenuh. Jurusan yang jenuh tersebut terutama untuk ilmu sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Namun, Departemen Pendidikan Nasional sendiri masih harus melihat distribusi lulusan antardaerah dan kebutuhan daerah.
”Bisa saja di perkotaan atau daerah jumlah lulusan dari program studi tersebut berlimpah, tetapi di daerah lain justru kekurangan. Jadi, tidak bisa langsung asal menutup atau membuka program studi,” ujarnya.
Selain itu, dapat saja sebuah daerah yang kekurangan lulusan perguruan tinggi program studi tertentu mengirim mahasiswa dengan beasiswa ke perguruan tinggi yang telah ada dan kemudian membuat sistem ikatan dinas agar para putra daerah itu kembali untuk membangun daerahnya.
Angka partisipasi kasar (APK) di tingkat pendidikan tinggi terus meningkat hingga saat ini sekitar 17 persen dari penduduk berusia 19-24 tahun yang jumlahnya mencapai 25 juta orang. Setiap kenaikan 1 persen dibutuhkan sekitar lebih dari 100.000 mahasiswa. Walaupun, APK secara regional masih berbeda-beda, bahkan masih ada daerah yang APK perguruan tingginya cuma 6 persen. (INE)
Tuesday, February 19, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment