Kamis, 23 November 2007 pkl. 00.30 dini hari delegasi SIC akan berangkat menuju Kuala Lumpur Malaysia untuk mengikuti kegiatan Apresiasi dan Kreasi Sekolah Indonesia di Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Depdiknas, Rombongan yang terdiri dari 9 orang yaitu: Drs. M. Djohar M.Pd, Drs. DHS Haryadi, Drs. Harry Widianto, Rini Hasanah dan Zahra Zakiah (SD), Fath Giswi Fathulloh dan Hafidz Amrullah (SMP), Majda Infiraj dan Zahra Ikhsanda (SMU).
Dalam kegiatan tersebut M.Djohar M.Pd Kepala Sekolah SIC akan memaparkan Karya Ilmiah berjudul “Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pengembangan Sekolah Indonesia Cairo Menuju Sekolah Mandiri dan Bertaraf Internasional”, Drs. DHS Haryadi dan Drs. Harry Widyanto memaparkan naskah berjudul “Media Interaktif Dalam Pembelajaran Grafik Fungsi Trigonometri“, sedangkan para siswa memaparkan tema Ulat Sutra yang sudah melakukan penelitian selama sekitar 1 bulan. SD diwakili oleh Rini Hasanah dan Zahra Zakiah kelas VI (Metamorfosis Ulat Sutera), SMP diwakili oleh Fath Giswi Fathulloh kls IX dan Hafidz Amrullah kls VII (Siklus Hidup Ulat Sutera) sedangkan SMA diwakili oleh Majda Infiraj kls XII dan Zahra Ikhsanda kls XI (Studi Komparasi Kualitas Hidup Ulat Sutera Terhadap Perbedaan Pakan yang Diberikan), disamping materi tersebut, para siswa juga akan menampilkan Tari Piring serta Lagu Gambang Suling yang telah di improvisasi.
Senin, 19 November 2007, pukul 10.00 pagi delegasi diterima oleh Bapak Drs. Abdurrahman Mohammad Fachir, Duta Besar RI Mesir, kedatangan rombongan dalam rangka berpamitan, sekaligus mohon dukungan dan doa restu, dalam kesempatan tersebut, karya-karya ilmiah para siswa yang dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Era. Wahyuni dipresentasikan, dan disamping beliau menyampaikan rasa kepuasannya atas persiapan yang telah dilaksanakan, beliau menyarankan agar dalam mempresentasikan naskah di hadapan para dewan juri untuk tidak grogi, dan tetap menjaga kesehatan, dan manfaatkan waktu untuk bersosialisasi dengan teman-teman dari sekolah lain.
Secara berturut-turut delegasi juga bersilaturrahmi dengan Bapak Drs. Slamet Sholeh M.Pd, Atdikbud KBRI, Drs. Sudarmawan HOC KBRI, dan Bapak Saeful Bakhri Siregar selaku ketua Komite Sekolah.
Para utusan InsyaAllah akan berada di Kuala lumpur sampai dengan tanggal 30 November 2007, kepada semua pembaca dimohon doa restu dan dukungannya, dengan harapan para delegasi bisa mengharumkan nama SIC, dengan kesuksesan maksimal. Amin
Printer Friendly Page
Tuesday, December 11, 2007
Friday, November 16, 2007
Hussein Calon Wakil Bupati PKB
Sabtu, 17 Nopember 2007
PURWOKERTO- Teki-teki siapa calon wakil bupati dari PKB yang akan mendampingi calon bupati Mardjoko terjawab, petang kemarin. PKB dan Tim Mardjoko akhirnya memutuskan nama Ahmad Hussein, Direktur PDAM Purwokerto, anak Agus Taruno mantan anggota DPRD dari PDI. Keputusan tersebut diumumkan setelah Tim PKB dan Tim Mardjoko melakukan rapat Kamis malam dan dilanjutkan Jumat siang.
Ketua DPC PKB Mussadad Bikrinur mengatakan alasan memilih Ahmad Hussein karena mewakili kalangan nasionalis sehingga nasionalis-religius bisa dipasangkan. PKB yang banyak didukung kalangan agamis (nahdliyin) diharapkan bisa bersatu dengan kekuatan nasionalis yang diakomodasi dari kekuatan Ahmad Hussein dan jaringan yang dibangun orang tuanya.
''Dengan demikian peluangnya besar. Hussein juga dikenal bersih dan jujur,'' tuturnya. Jaringan yang dibangun oleh orang tua Hussein, kata dia, dinilai akan membantu mendongkrak perolehan suara. Hussein dinilai cocok mendampingi Mardjoko karena memiliki banyak pengalaman, termasuk pengalaman di birokrasi.
''Ia melamar ke PKB sehingga sudah melalui mekanisme yang benar. Soal statusnya selaku Direktur PDAM, ia siap mengundurkan diri,'' tandas Mussadad yang saat dihubungi sedang menemui Sekjen DPP PKB Yeni Wahid.
Soal banyak nama yang meramaikan bursa calon wakil bupati PKB, Mussadad mengatakan semua diperhitungkan. Di antaranya Tossy Ariyanto, Aris Wahyudi, dan Ahmad Edy Susanto.
Namun ketiga nama itu terikat dengan keputusan akhir DPP PDI-P. Tossy oleh tiga koalisi juga akan dipasangkan dengan Bambang Priyono yang melamar ke PDI-P, sedangkan Aris melamar calon bupati di PDI-P bersama Ahmad Edy sebagai calon wakil bupati. ''Pertimbangan waktu dan PKB harus segera mengumumkan sehingga diambil keputusan cepat,'' kata Wakil Ketua DPRD Banyumas itu. (G22,in-27)
PURWOKERTO- Teki-teki siapa calon wakil bupati dari PKB yang akan mendampingi calon bupati Mardjoko terjawab, petang kemarin. PKB dan Tim Mardjoko akhirnya memutuskan nama Ahmad Hussein, Direktur PDAM Purwokerto, anak Agus Taruno mantan anggota DPRD dari PDI. Keputusan tersebut diumumkan setelah Tim PKB dan Tim Mardjoko melakukan rapat Kamis malam dan dilanjutkan Jumat siang.
Ketua DPC PKB Mussadad Bikrinur mengatakan alasan memilih Ahmad Hussein karena mewakili kalangan nasionalis sehingga nasionalis-religius bisa dipasangkan. PKB yang banyak didukung kalangan agamis (nahdliyin) diharapkan bisa bersatu dengan kekuatan nasionalis yang diakomodasi dari kekuatan Ahmad Hussein dan jaringan yang dibangun orang tuanya.
''Dengan demikian peluangnya besar. Hussein juga dikenal bersih dan jujur,'' tuturnya. Jaringan yang dibangun oleh orang tua Hussein, kata dia, dinilai akan membantu mendongkrak perolehan suara. Hussein dinilai cocok mendampingi Mardjoko karena memiliki banyak pengalaman, termasuk pengalaman di birokrasi.
''Ia melamar ke PKB sehingga sudah melalui mekanisme yang benar. Soal statusnya selaku Direktur PDAM, ia siap mengundurkan diri,'' tandas Mussadad yang saat dihubungi sedang menemui Sekjen DPP PKB Yeni Wahid.
Soal banyak nama yang meramaikan bursa calon wakil bupati PKB, Mussadad mengatakan semua diperhitungkan. Di antaranya Tossy Ariyanto, Aris Wahyudi, dan Ahmad Edy Susanto.
Namun ketiga nama itu terikat dengan keputusan akhir DPP PDI-P. Tossy oleh tiga koalisi juga akan dipasangkan dengan Bambang Priyono yang melamar ke PDI-P, sedangkan Aris melamar calon bupati di PDI-P bersama Ahmad Edy sebagai calon wakil bupati. ''Pertimbangan waktu dan PKB harus segera mengumumkan sehingga diambil keputusan cepat,'' kata Wakil Ketua DPRD Banyumas itu. (G22,in-27)
Monday, November 12, 2007
WNI Asal Temanggung Terjun dari Lantai 6
SUARA MERDEKA
Selasa, 13 Nopember 2007
KAIRO- Lagi-lagi warga negara Indonesia yang menjadi buruh di luar negeri tewas. WNI yang bernama Zusniyati Kholifah binti Mat Asnaw itu tewas setelah meloncat dari lantai 6 sebuah apartemen di Mesir. Hingga Senin (12/11), jenazah masih disemayamkan di Marshashah Zinuhum Cairo (Rumah Sakit Forensik).
Rilis dari KBRI di Kairo menyebutkan peristiwa naas yang menimpa Zusniyati itu terjadi pada Minggu (11/11) pukul 19.00 waktu Kairo. Korban tewas setelah mengalami luka parah akibat melompat dari lantai 6 apartemen di daerah Gami, Hay Asyir, Nasr City.
Dari fotokopi paspor halaman depan yang ditemukan dalam tas korban, dia diduga berasal dari Kabupaten Temanggung. Terkait dengan kejadian tersebut, Kepolisian I Nasser St, Abbas El Akad telah meminta keterangan tiga WNI yang diduga mengetahui kejadian tersebut.
Dua WNI merupakan penyewa apartemen tempat korban meloncat, sementara satu orang lainnya datang ke apartemen tersebut sore hari sebelum kejadian. Ketiga WNI yang dimintai keterangan berstatus mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo.
Menurut keterangan yang diperoleh KBRI dari ketiga WNI tersebut, diduga peristiwa dilatarbelakangi masalah asmara. Dari salah seorang di antaranya diperoleh informasi bahwa korban bekerja pada salah seorang majikan di daerah Mohandessin, Kairo, meskipun tidak diketahui secara pasti lokasi rumah majikan maupun nomer telpon majikan.
Ketiga WNI tersebut telah dibebaskan dan menunggu perkembangan lebih lanjut. KBRI Cairo telah melakukan beberapa upaya baik pengurusan korban (jenazah) maupun pendampingan terhadap tiga WNI yang dimintai keterangan pihak berwenang.
Segera pada malam kejadian tersebut Fungsi Pensosbud/HOC beserta Sekretaris III Protkons mendatangi TKP dan melakukan koordinasi dengan pihak aparat berwenang Mesir. Saat ini pihak KBRI masih mencoba mencari keterangan nama dan alamat majikan korban serta mencoba mencari informasi alamat kontak keluarga korban di Indonesia.(dtc-60)
Selasa, 13 Nopember 2007
KAIRO- Lagi-lagi warga negara Indonesia yang menjadi buruh di luar negeri tewas. WNI yang bernama Zusniyati Kholifah binti Mat Asnaw itu tewas setelah meloncat dari lantai 6 sebuah apartemen di Mesir. Hingga Senin (12/11), jenazah masih disemayamkan di Marshashah Zinuhum Cairo (Rumah Sakit Forensik).
Rilis dari KBRI di Kairo menyebutkan peristiwa naas yang menimpa Zusniyati itu terjadi pada Minggu (11/11) pukul 19.00 waktu Kairo. Korban tewas setelah mengalami luka parah akibat melompat dari lantai 6 apartemen di daerah Gami, Hay Asyir, Nasr City.
Dari fotokopi paspor halaman depan yang ditemukan dalam tas korban, dia diduga berasal dari Kabupaten Temanggung. Terkait dengan kejadian tersebut, Kepolisian I Nasser St, Abbas El Akad telah meminta keterangan tiga WNI yang diduga mengetahui kejadian tersebut.
Dua WNI merupakan penyewa apartemen tempat korban meloncat, sementara satu orang lainnya datang ke apartemen tersebut sore hari sebelum kejadian. Ketiga WNI yang dimintai keterangan berstatus mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo.
Menurut keterangan yang diperoleh KBRI dari ketiga WNI tersebut, diduga peristiwa dilatarbelakangi masalah asmara. Dari salah seorang di antaranya diperoleh informasi bahwa korban bekerja pada salah seorang majikan di daerah Mohandessin, Kairo, meskipun tidak diketahui secara pasti lokasi rumah majikan maupun nomer telpon majikan.
Ketiga WNI tersebut telah dibebaskan dan menunggu perkembangan lebih lanjut. KBRI Cairo telah melakukan beberapa upaya baik pengurusan korban (jenazah) maupun pendampingan terhadap tiga WNI yang dimintai keterangan pihak berwenang.
Segera pada malam kejadian tersebut Fungsi Pensosbud/HOC beserta Sekretaris III Protkons mendatangi TKP dan melakukan koordinasi dengan pihak aparat berwenang Mesir. Saat ini pihak KBRI masih mencoba mencari keterangan nama dan alamat majikan korban serta mencoba mencari informasi alamat kontak keluarga korban di Indonesia.(dtc-60)
Tri Wuryaningsih Ketua Panwas
SUARA MERDEKA
Selasa, 13 Nopember 2007
PURWOKERTO-Tiga anggota Panwas Pilbup Banyumas, yakni Tri Wuryaningsih, Edy Romadon, dan FA Agus Wahyudi dilantik, kemarin. Pelantikan dilakukan dalam rapat paripurna istimewa DPRD yang dipimpin Wakil Ketua Mussadad Bikrinur dan dihadiri Bupati HM Aris Setiono, Wakil Bupati Imam Durori, dan pejabat lain. Setelah dilantik ketiga anggota rapat. Dalam rapat disepakati Tri Wuryaningsih ditunjuk sebagai ketua. Mereka juga membahas agenda-agenda terdekat yang harus segera ditangani.
Menurut Tri, ada tiga agenda utama yang mendesak, yakni membentuk anggota Panwas kecamatan, mengawal proses pemutakhiran data pemilih yang masih dilakukan KPU Banyumas, dan mengawal proses pendaftaran cabup-cawabup di KPU yang dimulai hari ini. ''Saya menerima sebagai ketua karena teman-teman menunjuk saya. Prinsipnya, kami bekerja atas nama tim,'' kata dosen Sosialogi FISIP dan Ketua Pusat Penelitian Wanita Unsoed itu.
Dua Alasan
Pembentukan Panwas kecamatan, lanjut dia, diberi waktu 10 hari. Untuk pengawalan pemutakhiran data pemilih meski sudah terlambat, masih ada waktu karena KPU mengundur pengumuman daftar pemilih tetap (DPT) hingga 27-28 November.
''Kami juga segera mengawal pendaftaran cabup-cawabup di KPU. Sejauh ini ada calon yang belum mengundurkan diri dari jabatannya, padahal pendaftaran tinggal besok (hari ini-Red). Semestinya pengunduran diri dilakukan seminggu sebelum pendaftaran. Itu nanti juga menjadi agenda kami. KPU kami minta mencermati masalah tersebut,'' tuturnya.
Edy Romadon menyebutkan sepakat memilih Tri karena dua alasan. Pertama, memberikan peran kepada perempuan, dan kedua, dari hasil seleksi Pansus DPRD nilainya tertinggi. Dari laporan Pansus DPRD Tri memperoleh skor 79,9, Edy Romadon 69,0, dan Agus Wahyudi 67,2. Penilaian itu hasil akumulasi dari tes tertulis (25%), wawancara (50%), dan makalah (25%). (G22,in-27)
Selasa, 13 Nopember 2007
PURWOKERTO-Tiga anggota Panwas Pilbup Banyumas, yakni Tri Wuryaningsih, Edy Romadon, dan FA Agus Wahyudi dilantik, kemarin. Pelantikan dilakukan dalam rapat paripurna istimewa DPRD yang dipimpin Wakil Ketua Mussadad Bikrinur dan dihadiri Bupati HM Aris Setiono, Wakil Bupati Imam Durori, dan pejabat lain. Setelah dilantik ketiga anggota rapat. Dalam rapat disepakati Tri Wuryaningsih ditunjuk sebagai ketua. Mereka juga membahas agenda-agenda terdekat yang harus segera ditangani.
Menurut Tri, ada tiga agenda utama yang mendesak, yakni membentuk anggota Panwas kecamatan, mengawal proses pemutakhiran data pemilih yang masih dilakukan KPU Banyumas, dan mengawal proses pendaftaran cabup-cawabup di KPU yang dimulai hari ini. ''Saya menerima sebagai ketua karena teman-teman menunjuk saya. Prinsipnya, kami bekerja atas nama tim,'' kata dosen Sosialogi FISIP dan Ketua Pusat Penelitian Wanita Unsoed itu.
Dua Alasan
Pembentukan Panwas kecamatan, lanjut dia, diberi waktu 10 hari. Untuk pengawalan pemutakhiran data pemilih meski sudah terlambat, masih ada waktu karena KPU mengundur pengumuman daftar pemilih tetap (DPT) hingga 27-28 November.
''Kami juga segera mengawal pendaftaran cabup-cawabup di KPU. Sejauh ini ada calon yang belum mengundurkan diri dari jabatannya, padahal pendaftaran tinggal besok (hari ini-Red). Semestinya pengunduran diri dilakukan seminggu sebelum pendaftaran. Itu nanti juga menjadi agenda kami. KPU kami minta mencermati masalah tersebut,'' tuturnya.
Edy Romadon menyebutkan sepakat memilih Tri karena dua alasan. Pertama, memberikan peran kepada perempuan, dan kedua, dari hasil seleksi Pansus DPRD nilainya tertinggi. Dari laporan Pansus DPRD Tri memperoleh skor 79,9, Edy Romadon 69,0, dan Agus Wahyudi 67,2. Penilaian itu hasil akumulasi dari tes tertulis (25%), wawancara (50%), dan makalah (25%). (G22,in-27)
Pestane Wong Banyumas 2008-2013
SUARA MERDEKA
Selasa, 13 Nopember 2007
* Hari Ini Rekomendasi PDI-P Keluar
PURWOKERTO-Persaingan antarcalon bupati dan calon wakil bupati yang mendaftar di PDI-P Banyumas untuk mendapatkan rekomendasi dari DPP kemarin semakin panas. Maklum, setelah para calon melakukan fit and proper test di DPP, muncul banyak spekulasi.
Kabar yang santer disebut, satu nama calon bupati dan dua nama calon wakil menguat di DPP. Yakni antara pasangan cabup-cawabup Bambang Priyono-Asroru Maula dan Bambang Priyono-Agus Fathuddin Yusuf. Kabar tersebut juga sudah sampai ke berbagai kalangan di Banyumas termasuk wartawan.
Keterangan yang dikumpulkan dari berbagai sumber menyebutkan, ketatnya persaingan untuk mendapatkan selembar surat rekomendasi itu para calon, membuat markas dan membawa tim sukses maupun pengawal ke Jakarta.
''Ternyata yang panas tidak hanya di Purwokerto, sampai ke DPP saja para calon pada membuat markas dan membawa tim sukses dan pengawal,'' ujar sumber Suara Merdeka, yang ikut terlibat dalam dukung-mendukung calon, kemarin di Jakarta.
Saat mengikuti fit and proper test mulai pukul 10.00 baik calon bupati dan wakil bupati dipanggil secara acak. Urutannya, Tossy Ariyanto, Ahmad Edy Susanto, John Prayitno, Asroru Maula, Warman Suharno, Sudjatmo, Bambang Priyono, Agus Fathuddin Yusuf, Prasetyo, Sinta Laila dan Aris Wahyudi.
Yang melakukan tes kepatutan dan kelayakan adalah Wakil Ketua R. Adang Ruchiatna dan dua Wakil Sekjen Mangara Sihaan dan Atneta Singa D. Ketua DPD Jateng, Murdoko dan Ketua DPC Banyumas, Suherman dan Sekretaris DPC, Juli Krisdiyanto juga bereda di DPP.
Jajaran DPC dipanggil DPP setelah tes para calon selesai dilakukan. Suherman saat dihubungi mengatakan, pihak DPP menyampaikan terima kasih karena sudah memfasilitasi para calon bisa hadir di DPP.
''Pak Mangarai dan Pak Adang bilang ke saya sekarang DPC diminta nurut saja. Sekarang bola ada di DPP. Kemungkinan besok rekomendasi dikeluarkan,'' kata Suherman lewat telepon selulernya.
Koalisi Rapat Lagi
Sementara itu tiga pimpinan koalisi Partai Demokrat, PKS dan PPP yang mengusung pasangan BP-Tossy, kemarin malam melakukan rapat lagi di sekretariat Partai Demokrat. Ketua DPD PKS, Ibnu Salimi mengatakan, Jumat lalu sebelum BP berangkat ke Jakarta, kepada tiga partai dia masih berkomitmen untuk berpasangan dengan Tossy. BP, katanya, juga akan memperjuangkan nama Tossy di DPP. (G22,in-55)
Selasa, 13 Nopember 2007
* Hari Ini Rekomendasi PDI-P Keluar
PURWOKERTO-Persaingan antarcalon bupati dan calon wakil bupati yang mendaftar di PDI-P Banyumas untuk mendapatkan rekomendasi dari DPP kemarin semakin panas. Maklum, setelah para calon melakukan fit and proper test di DPP, muncul banyak spekulasi.
Kabar yang santer disebut, satu nama calon bupati dan dua nama calon wakil menguat di DPP. Yakni antara pasangan cabup-cawabup Bambang Priyono-Asroru Maula dan Bambang Priyono-Agus Fathuddin Yusuf. Kabar tersebut juga sudah sampai ke berbagai kalangan di Banyumas termasuk wartawan.
Keterangan yang dikumpulkan dari berbagai sumber menyebutkan, ketatnya persaingan untuk mendapatkan selembar surat rekomendasi itu para calon, membuat markas dan membawa tim sukses maupun pengawal ke Jakarta.
''Ternyata yang panas tidak hanya di Purwokerto, sampai ke DPP saja para calon pada membuat markas dan membawa tim sukses dan pengawal,'' ujar sumber Suara Merdeka, yang ikut terlibat dalam dukung-mendukung calon, kemarin di Jakarta.
Saat mengikuti fit and proper test mulai pukul 10.00 baik calon bupati dan wakil bupati dipanggil secara acak. Urutannya, Tossy Ariyanto, Ahmad Edy Susanto, John Prayitno, Asroru Maula, Warman Suharno, Sudjatmo, Bambang Priyono, Agus Fathuddin Yusuf, Prasetyo, Sinta Laila dan Aris Wahyudi.
Yang melakukan tes kepatutan dan kelayakan adalah Wakil Ketua R. Adang Ruchiatna dan dua Wakil Sekjen Mangara Sihaan dan Atneta Singa D. Ketua DPD Jateng, Murdoko dan Ketua DPC Banyumas, Suherman dan Sekretaris DPC, Juli Krisdiyanto juga bereda di DPP.
Jajaran DPC dipanggil DPP setelah tes para calon selesai dilakukan. Suherman saat dihubungi mengatakan, pihak DPP menyampaikan terima kasih karena sudah memfasilitasi para calon bisa hadir di DPP.
''Pak Mangarai dan Pak Adang bilang ke saya sekarang DPC diminta nurut saja. Sekarang bola ada di DPP. Kemungkinan besok rekomendasi dikeluarkan,'' kata Suherman lewat telepon selulernya.
Koalisi Rapat Lagi
Sementara itu tiga pimpinan koalisi Partai Demokrat, PKS dan PPP yang mengusung pasangan BP-Tossy, kemarin malam melakukan rapat lagi di sekretariat Partai Demokrat. Ketua DPD PKS, Ibnu Salimi mengatakan, Jumat lalu sebelum BP berangkat ke Jakarta, kepada tiga partai dia masih berkomitmen untuk berpasangan dengan Tossy. BP, katanya, juga akan memperjuangkan nama Tossy di DPP. (G22,in-55)
Friday, November 9, 2007
SUARA MERDEKA
Sabtu, 10 Nopember 2007
Sreeettt, Rp 1 Juta Jadi Rp 10 Juta...
SM/Fahmi ZM UANG PALSU : Kasat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng AKBP Nelson Pardamean Purba SIK didampingi Kabid Humas Kombes Drs Syahroni menunjukkan uang Brasil palsu yang digunakan tersangka penggadaan uang. (57)
BAGI banyak warga Losari, Brebes dan Margasari, Kabupaten Tegal, sosok Ahmad Muntoha alias Toha sebagai dukun pengganda uang, sudah tidak asing lagi. Dia juga memiliki lima istri dan rumah mewah dengan kolam renang luas di Margasari.
Soal kepiawaiannya mengubah uang Rp 1.000 menjadi puluhan juta rupiah pernah dipraktikkan di hadapan sejumlah penyidik di Polres Slawi (sekarang bernama Polres Tegal-red) tahun 2003.
Saat itu Kapolresnya AKBP Drs Wawan Ranuwiharja dengan sejumlah penyidik di Satreskrim dibuat tercengang. Uang Rp 1 juta bisa berubah menjadi Rp 10 juta. Selidik punya selidik, ternyata memang Toha (demikian biasa disapa) memiliki ilmu hitam untuk memindahkan barang.
Ilmu hitam itu, mirip dan hampir persis seperti ilmu santet. Saat orang disantet dengan cara memasukkan linggis atau paku ke dalam tubuh orang yang disantet. Trik seperti itulah yang digunakan untuk melipatgandakan uang dan bisa mengecoh para korbannya.
Tersangka sebelumnya telah menyiapkan uang hingga Rp 20 juta. Uang itu diletakkan di sebuah peti di mobilnya.
Saat korbannya meminta bukti kalau dia mampu menyulap uang Rp 1 juta menjadi Rp 10 juta, dia pun melakukan ritual sambil komat-kamit membaca mantera.
Media yang digunakan adalah berupa baskom berisi air dan bunga setaman. Kemudian ditutup sajadah atau kain mori putih yang biasa untuk mengkafani orang meninggal. Uang kemudian diletakkan di atas kain itu dan ditutup kain lagi.
Mengelabui Korban
Sreeettt...dalam tempo kurang dari lima menit, uang Rp 1 juta telah berubah jumlahnya menjadi Rp 10 juta. Ya rupanya untuk mengelabui korban agar percaya dengan ilmunya, dia dengan ilmu hitam yang dimiliki hanya memindah uang yang ditaruh di mobil ke atas kain mori putih tersebut.
''Ilmu ini saya dapat dari seorang guru di Gunung Ceremai, Cirebon, Jawa Barat. Saya harus nglakoni cukup lama. Puasa 40 hari dan hidup prihatin,'' ujar tersangka sambil menundukkan kepala.
Namun kisah kepiawaian melipatgandakan uang dengan ilmu hitamnya tak berdaya. Bahkan ilmunya tidak berfungsi sama sekali.
Kala itu seorang kontraktor di Kabupaten Tegal yang tertipu bercerita di hadapan KH Ahmad pimpinan dan pengasuh Ponpes Attauhidiyah, Giren, Kabupaten Tegal.
''Ini permainan ilmu hitam. Di hadapan saya, ilmunya tidak berfungsi sama sekali,'' terang KH Ahmad yang juga mengasuh Ponpes serupa di Cikura, Bojong, Kabupaten Tegal.
Menurut dia, ilmu yang dipraktikkan Toha mirip seperti ilmu dukun santet. Di ilmu beraliran putih, Idzib Latif dan Bakher, kata dia, juga ada.
Soal ilmu hitamnya itu, juga membuat penasaran penyidik di Sat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng. Saat diminta mempraktikkan, tersangka mampu menyulap atau mengubah uang Rp 1.000 menjadi 1.000 dolar Singapura.
''Iya uangnya memang bisa berubah jadi dolar Singapura. Misalkan Anda saja disuruh diam dan terbengong juga bisa. Tersangka memang punya ilmu seperti itu,'' terang Kanit II Sat I Opsnal Kompol Bambang Isnur.
Korban Ditipu
Korban yang ditipu mulai dari pengusaha, mantan anggota DPRD I Jateng, calon Bupati Wonosobo pada pilkada 2005 lalu hingga seorang perwira tinggi militer.
Mereka rata-rata dimintai uang dari ratusan juga rupiah hingga miliaran rupiah. Tak heran suatu kali tiga mobil miliknya yang diparkir di rumah mewahnya di Margasari, Kabupaten Tegal, sempat disita para korbannya.
''Tersangka ini sering memanfaatkan situasi saat menjelang pilkada. Calon bupati biasanya butuh uang untuk biaya kendaraan politiknya dan kampanye. Sudah ada korbannya yang melapor ke saya,'' kata Kasat I Opsnal Ditreskrim AKBP Nelson Pardamean Purba SIK.
Kini dengan jumlah kerugian yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah dari ratusan korbannya, penyidik di Ditreskrim Polda Jateng akan mengembangkan penyidikan ke tindak kejahatan pencucian uang. Sebab uang hasil penipuan dan penggelapannya diduga telah digunakan untuk memperkaya diri. Antara lain, untuk membangun sejumlah rumah mewah, membeli sejumlah mobil dan perhiasan.
''Cuma memang kita agak kesulitan. Korbannya banyak yang menyita harta kekayaan tersangka. Bahkan karena geram, tersangka menjadi babak belur dikeroyok para korbannya dan masyarakat,'' tutur Nelson. Atas perbuatannya itu, tersangka kini dijerat pasal 378 juncto Pasal 372 dan 480 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.(Riyono Toepra, Fahmi ZM-77)
Sabtu, 10 Nopember 2007
Sreeettt, Rp 1 Juta Jadi Rp 10 Juta...
SM/Fahmi ZM UANG PALSU : Kasat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng AKBP Nelson Pardamean Purba SIK didampingi Kabid Humas Kombes Drs Syahroni menunjukkan uang Brasil palsu yang digunakan tersangka penggadaan uang. (57)
BAGI banyak warga Losari, Brebes dan Margasari, Kabupaten Tegal, sosok Ahmad Muntoha alias Toha sebagai dukun pengganda uang, sudah tidak asing lagi. Dia juga memiliki lima istri dan rumah mewah dengan kolam renang luas di Margasari.
Soal kepiawaiannya mengubah uang Rp 1.000 menjadi puluhan juta rupiah pernah dipraktikkan di hadapan sejumlah penyidik di Polres Slawi (sekarang bernama Polres Tegal-red) tahun 2003.
Saat itu Kapolresnya AKBP Drs Wawan Ranuwiharja dengan sejumlah penyidik di Satreskrim dibuat tercengang. Uang Rp 1 juta bisa berubah menjadi Rp 10 juta. Selidik punya selidik, ternyata memang Toha (demikian biasa disapa) memiliki ilmu hitam untuk memindahkan barang.
Ilmu hitam itu, mirip dan hampir persis seperti ilmu santet. Saat orang disantet dengan cara memasukkan linggis atau paku ke dalam tubuh orang yang disantet. Trik seperti itulah yang digunakan untuk melipatgandakan uang dan bisa mengecoh para korbannya.
Tersangka sebelumnya telah menyiapkan uang hingga Rp 20 juta. Uang itu diletakkan di sebuah peti di mobilnya.
Saat korbannya meminta bukti kalau dia mampu menyulap uang Rp 1 juta menjadi Rp 10 juta, dia pun melakukan ritual sambil komat-kamit membaca mantera.
Media yang digunakan adalah berupa baskom berisi air dan bunga setaman. Kemudian ditutup sajadah atau kain mori putih yang biasa untuk mengkafani orang meninggal. Uang kemudian diletakkan di atas kain itu dan ditutup kain lagi.
Mengelabui Korban
Sreeettt...dalam tempo kurang dari lima menit, uang Rp 1 juta telah berubah jumlahnya menjadi Rp 10 juta. Ya rupanya untuk mengelabui korban agar percaya dengan ilmunya, dia dengan ilmu hitam yang dimiliki hanya memindah uang yang ditaruh di mobil ke atas kain mori putih tersebut.
''Ilmu ini saya dapat dari seorang guru di Gunung Ceremai, Cirebon, Jawa Barat. Saya harus nglakoni cukup lama. Puasa 40 hari dan hidup prihatin,'' ujar tersangka sambil menundukkan kepala.
Namun kisah kepiawaian melipatgandakan uang dengan ilmu hitamnya tak berdaya. Bahkan ilmunya tidak berfungsi sama sekali.
Kala itu seorang kontraktor di Kabupaten Tegal yang tertipu bercerita di hadapan KH Ahmad pimpinan dan pengasuh Ponpes Attauhidiyah, Giren, Kabupaten Tegal.
''Ini permainan ilmu hitam. Di hadapan saya, ilmunya tidak berfungsi sama sekali,'' terang KH Ahmad yang juga mengasuh Ponpes serupa di Cikura, Bojong, Kabupaten Tegal.
Menurut dia, ilmu yang dipraktikkan Toha mirip seperti ilmu dukun santet. Di ilmu beraliran putih, Idzib Latif dan Bakher, kata dia, juga ada.
Soal ilmu hitamnya itu, juga membuat penasaran penyidik di Sat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng. Saat diminta mempraktikkan, tersangka mampu menyulap atau mengubah uang Rp 1.000 menjadi 1.000 dolar Singapura.
''Iya uangnya memang bisa berubah jadi dolar Singapura. Misalkan Anda saja disuruh diam dan terbengong juga bisa. Tersangka memang punya ilmu seperti itu,'' terang Kanit II Sat I Opsnal Kompol Bambang Isnur.
Korban Ditipu
Korban yang ditipu mulai dari pengusaha, mantan anggota DPRD I Jateng, calon Bupati Wonosobo pada pilkada 2005 lalu hingga seorang perwira tinggi militer.
Mereka rata-rata dimintai uang dari ratusan juga rupiah hingga miliaran rupiah. Tak heran suatu kali tiga mobil miliknya yang diparkir di rumah mewahnya di Margasari, Kabupaten Tegal, sempat disita para korbannya.
''Tersangka ini sering memanfaatkan situasi saat menjelang pilkada. Calon bupati biasanya butuh uang untuk biaya kendaraan politiknya dan kampanye. Sudah ada korbannya yang melapor ke saya,'' kata Kasat I Opsnal Ditreskrim AKBP Nelson Pardamean Purba SIK.
Kini dengan jumlah kerugian yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah dari ratusan korbannya, penyidik di Ditreskrim Polda Jateng akan mengembangkan penyidikan ke tindak kejahatan pencucian uang. Sebab uang hasil penipuan dan penggelapannya diduga telah digunakan untuk memperkaya diri. Antara lain, untuk membangun sejumlah rumah mewah, membeli sejumlah mobil dan perhiasan.
''Cuma memang kita agak kesulitan. Korbannya banyak yang menyita harta kekayaan tersangka. Bahkan karena geram, tersangka menjadi babak belur dikeroyok para korbannya dan masyarakat,'' tutur Nelson. Atas perbuatannya itu, tersangka kini dijerat pasal 378 juncto Pasal 372 dan 480 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.(Riyono Toepra, Fahmi ZM-77)
logo SUARA MERDEKA
Line
Sabtu, 10 Nopember 2007 NASIONAL
Line
Ratusan Tertipu Penggandaan Uang
* Kerugian Triliunan Rupiah
SEMARANG- Ditreskrim Polda Jateng membeberkan kasus penipuan dan penggelapan uang. Jika sebelumnya bermodus penghimpunan dana investasi oleh perusahaan sekuritas dan koperasi, kini modusnya berupa penggandaan uang.
Pelakunya, Ahmad Muntoha (51), seorang dukun yang residivis, -11 Desember 2005 lalu pernah divonis enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, karena perbuatan serupa dengan korban Suwito, tertipu Rp 170 juta.
Namun selepas menjalani hukuman, kasus serupa dengan korban berbeda telah menyambutnya. Menurut Kabid Humas Polda Jateng Kombes Drs Syahroni dan Kasat I Opsnal Ditreskrim AKBP Nelson Pardamean Purba SIK, tersangka sebelumnya menjalani tahanan kota oleh Polres Brebes.
''Setelah lepas dari tahanan kota, kita tangkap lagi karena ada laporan korban penipuan dan penggelapan uang yang dilakukan tersangka,'' terang Kabid Humas.
Kasat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng menambahkan, sebenarnya kasus yang dilaporkan sejumlah korban terjadi sudah cukup lama. Seperti korban HM Suhardi yang tertipu bualan tersangka pada 2005.
''Kepada korban, tersangka mengaku bisa mengubah uang Brasil palsu menjadi uang rupiah. Bahkan Rp 1.000 bisa 'disulap' menjadi 1.000 dolar Singapura,'' terang Nelson.
Tersangka membual dolar Singapura sebanyak itu jika dirupiahkan menjadi Rp 5 juta. Tentu saja para korbannya mudah tergiur.
Meminta Uang
Sebelum mengubah mata uang Brasil menjadi dolar Singapura, tersangka yang memiliki banyak alamat-antara lain-di RT 3 RW 11 Desa Pilangsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, meminta sejumlah uang ke korbannya.
Uang yang diminta, tidak tanggung-tanggung. Seperti kepada korban Suhardi minta Rp 350 juta. Begitu uang diterima, tersangka melakukan sebuah ritual untuk mengubah uang itu agar bisa menjadi 10 kali lipat.
Uang dibungkus kain. Sedangkan sebagai percobaan untuk ditukarkan ke bank atau money changer (tempat penukaran uang-red) diletakkan di sebuah amplop kecil.
''Jadi sebelum ditukar, amplop berisi dolar Singapura dilarang dibuka. Amplop dibuka langsung di depan kasir penukaran uang,'' kata Kepala Unit (Kanit) II Sat Opsnal I Ditreskrim Kompol Bambang Isnur, Jumat (9/11).
Saat tiba waktu penukaran uang, kata Kompol Bambang, tersangka tiba-tiba meminta agar penukaran ditunda. Salah satu alasannya, waktunya tidak tepat dan bisa membawa petaka bagi korban.
Di sisi lain, tersangka justru meminta uang dalam jumlah lebih besar lagi. Yakni, sebesar Rp 2,180 miliar. Permintaan itu pun tanpa ragu-ragu dipenuhi korban.
Korban baru sadar tertipu saat membuka amplop untuk menukarkan uangnya. Ternyata tetap dalam bentuk mata uang Brasil, bukan dolar Singapura.
Penipuan tersangka dengan modus tersebut sudah memakan korban cukup banyak. Data sementara yang dihimpun Ditreskrim Polda Jateng sudah ada sembilan pelapor. Dengan nilai kerugian Rp 20,288 miliar.
''Tapi berdasar pengembangan penyilidikan kami, korbannya mencapai ratusan orang. Dengan nilai kerugian, saya perkirakan mencapai triliunan rupiah. Saya harapkan korbannya segera melapor, agar kami bisa memprosesnya,'' papar Kasat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng.(D12,H21-77)
Line
Sabtu, 10 Nopember 2007 NASIONAL
Line
Ratusan Tertipu Penggandaan Uang
* Kerugian Triliunan Rupiah
SEMARANG- Ditreskrim Polda Jateng membeberkan kasus penipuan dan penggelapan uang. Jika sebelumnya bermodus penghimpunan dana investasi oleh perusahaan sekuritas dan koperasi, kini modusnya berupa penggandaan uang.
Pelakunya, Ahmad Muntoha (51), seorang dukun yang residivis, -11 Desember 2005 lalu pernah divonis enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, karena perbuatan serupa dengan korban Suwito, tertipu Rp 170 juta.
Namun selepas menjalani hukuman, kasus serupa dengan korban berbeda telah menyambutnya. Menurut Kabid Humas Polda Jateng Kombes Drs Syahroni dan Kasat I Opsnal Ditreskrim AKBP Nelson Pardamean Purba SIK, tersangka sebelumnya menjalani tahanan kota oleh Polres Brebes.
''Setelah lepas dari tahanan kota, kita tangkap lagi karena ada laporan korban penipuan dan penggelapan uang yang dilakukan tersangka,'' terang Kabid Humas.
Kasat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng menambahkan, sebenarnya kasus yang dilaporkan sejumlah korban terjadi sudah cukup lama. Seperti korban HM Suhardi yang tertipu bualan tersangka pada 2005.
''Kepada korban, tersangka mengaku bisa mengubah uang Brasil palsu menjadi uang rupiah. Bahkan Rp 1.000 bisa 'disulap' menjadi 1.000 dolar Singapura,'' terang Nelson.
Tersangka membual dolar Singapura sebanyak itu jika dirupiahkan menjadi Rp 5 juta. Tentu saja para korbannya mudah tergiur.
Meminta Uang
Sebelum mengubah mata uang Brasil menjadi dolar Singapura, tersangka yang memiliki banyak alamat-antara lain-di RT 3 RW 11 Desa Pilangsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, meminta sejumlah uang ke korbannya.
Uang yang diminta, tidak tanggung-tanggung. Seperti kepada korban Suhardi minta Rp 350 juta. Begitu uang diterima, tersangka melakukan sebuah ritual untuk mengubah uang itu agar bisa menjadi 10 kali lipat.
Uang dibungkus kain. Sedangkan sebagai percobaan untuk ditukarkan ke bank atau money changer (tempat penukaran uang-red) diletakkan di sebuah amplop kecil.
''Jadi sebelum ditukar, amplop berisi dolar Singapura dilarang dibuka. Amplop dibuka langsung di depan kasir penukaran uang,'' kata Kepala Unit (Kanit) II Sat Opsnal I Ditreskrim Kompol Bambang Isnur, Jumat (9/11).
Saat tiba waktu penukaran uang, kata Kompol Bambang, tersangka tiba-tiba meminta agar penukaran ditunda. Salah satu alasannya, waktunya tidak tepat dan bisa membawa petaka bagi korban.
Di sisi lain, tersangka justru meminta uang dalam jumlah lebih besar lagi. Yakni, sebesar Rp 2,180 miliar. Permintaan itu pun tanpa ragu-ragu dipenuhi korban.
Korban baru sadar tertipu saat membuka amplop untuk menukarkan uangnya. Ternyata tetap dalam bentuk mata uang Brasil, bukan dolar Singapura.
Penipuan tersangka dengan modus tersebut sudah memakan korban cukup banyak. Data sementara yang dihimpun Ditreskrim Polda Jateng sudah ada sembilan pelapor. Dengan nilai kerugian Rp 20,288 miliar.
''Tapi berdasar pengembangan penyilidikan kami, korbannya mencapai ratusan orang. Dengan nilai kerugian, saya perkirakan mencapai triliunan rupiah. Saya harapkan korbannya segera melapor, agar kami bisa memprosesnya,'' papar Kasat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng.(D12,H21-77)
Buntut Konflik Kegagalan Musdalub
SUARA MERDEKA
Sabtu, 10 Nopember 2007
PERPECAHAN antara kubu Ketua Pelaksana Harian Humam Mashudi dengan kubu ketua DPD Golkar Haris Subiyakto sebenarnya buntut dari perseturuan lama. Itu terjadi sejak adanya desakan digelarnya Musyarawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) oleh sejumlah PK dan kelompok Humam.
Wacana digelarnya Musdalub, dimunculkan antara tahun 2005-2006 terkait adanya status ketua DPD yang saat itu masih menjalani masa hukuman, karena kasus korupsi APBD 2002-2003.
Namun tuntutan tersebut bisa diredam, setelah Ketua DPD Jatang Bambang Sadono "turun gunung" untuk meredakan ketegangan.
Humam kemudian ditunjuk sebagai Pelaksana Harian DPD Golkar saat Haris masih berada di penjara. Bahkan istilah PLH di Golkar sepertinya hanya berlaku di Banyumas saja.
Di sejumlah daerah lain, istilah seperti itu tak digunakan. Bahkan ketika Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung dipenjara, dia tetap bisa menjalankan roda organisasi dari balik jeruji.
Di jajaran Golkar Banyumas pengelompokan tidak hanya antara kubu Haris dan Humam. Ada juga kubu mantan ketua DPD Golkar Nurkamilah yang juga masih memiliki dukungan riil di tingkat arus bawah. Belum lagi kelompok sempalan di sejumlah anggota fraksi di DPRD yang sempat diusulkan oleh DPD untuk diganti. Kelompok ini dimotori oleh Isworobroto. Sikap-sikapnya terlihat jelas saat menyikapi masalah Golkar.
Berbagai persoalan itulah yang membuat sejumlah pihak memandang bahwa partai itu tak lagi solid. Menyikapi soal adanya indikasi perpecahan saat Pilbup ini, Humam dan Haris tetap membantah. Humam menyatakan, kedatangan ke rumah Wisnu bukan karena terkait perpecahan di tubuh Golkar."Ini juga bukan sebagai bentuk perpecahan di Golkar. Kedatangan kami hanya untuk bersilahturahmi dan berkomunikasi biasa," bantah
Sabtu, 10 Nopember 2007
PERPECAHAN antara kubu Ketua Pelaksana Harian Humam Mashudi dengan kubu ketua DPD Golkar Haris Subiyakto sebenarnya buntut dari perseturuan lama. Itu terjadi sejak adanya desakan digelarnya Musyarawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) oleh sejumlah PK dan kelompok Humam.
Wacana digelarnya Musdalub, dimunculkan antara tahun 2005-2006 terkait adanya status ketua DPD yang saat itu masih menjalani masa hukuman, karena kasus korupsi APBD 2002-2003.
Namun tuntutan tersebut bisa diredam, setelah Ketua DPD Jatang Bambang Sadono "turun gunung" untuk meredakan ketegangan.
Humam kemudian ditunjuk sebagai Pelaksana Harian DPD Golkar saat Haris masih berada di penjara. Bahkan istilah PLH di Golkar sepertinya hanya berlaku di Banyumas saja.
Di sejumlah daerah lain, istilah seperti itu tak digunakan. Bahkan ketika Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung dipenjara, dia tetap bisa menjalankan roda organisasi dari balik jeruji.
Di jajaran Golkar Banyumas pengelompokan tidak hanya antara kubu Haris dan Humam. Ada juga kubu mantan ketua DPD Golkar Nurkamilah yang juga masih memiliki dukungan riil di tingkat arus bawah. Belum lagi kelompok sempalan di sejumlah anggota fraksi di DPRD yang sempat diusulkan oleh DPD untuk diganti. Kelompok ini dimotori oleh Isworobroto. Sikap-sikapnya terlihat jelas saat menyikapi masalah Golkar.
Berbagai persoalan itulah yang membuat sejumlah pihak memandang bahwa partai itu tak lagi solid. Menyikapi soal adanya indikasi perpecahan saat Pilbup ini, Humam dan Haris tetap membantah. Humam menyatakan, kedatangan ke rumah Wisnu bukan karena terkait perpecahan di tubuh Golkar."Ini juga bukan sebagai bentuk perpecahan di Golkar. Kedatangan kami hanya untuk bersilahturahmi dan berkomunikasi biasa," bantah
PK dan Pengurus DPD Golkar '' Nyebrang''
SUARA MERDEKA
Sabtu, 10 Nopember 2007
PURWOKERTO- Indikasi perpecahan di tubuh partai dalam memberikan dukungkan calon bupati dalam Pilbup 10 Pebruari 2008 mulai menimpa Partai Golkar Banyumas. Padahal partai yang selama ini dinilai solid itu, sudah mendeklarasikan dukungan pada pasangan Singgih Wiranto-Laily Manshur.
Belasan pengurus kecamatan (PK) dan pengurus harian partai DPD Partai Golkar Banyumas, Kamis malam (8/11) bertemu dengan kubu Mardjoko.
Dari pantauan Suara Merdeka, rombongan dipimpin Ketua Pelaksana Harian DPD Golkar Humam Mashudi didampingi sedikitnya 11 PK dan kader partai. Mereka diterima Ketua Tim Pemenangan Mardjoko, Wisnu Suhardono, di sekretariat tim tersebut Jalan Indra Purwokerto. Acara itu merupakan lanjutan dari pertemuan informal yang sudah dirintis sejak bulan puasa lalu.
Pertemuan Kamis malam itu berlangsung mulai pukul 19.30 hingga pukul 22.00. Awalnya acara itu tertutup, termasuk untuk wartawan. Namun akhirnya Humam dan Wisnu bersedia memberikan keterangan pada pers.
Saat didesak wartawan, Humam membantah kalau pertemuan itu untuk mengalihkan dukungan ke calon bupati Mardjoko. Menurutnya, dalam pertemuan itu tak disinggung soal permintaan Wisnu untuk mendukung Mardjoko atau sebaliknya. "Kalau bicara politik, kami justru membahas tim sukses untuk Pemilu 2009," kata salah satu tokoh sentral di DPD Golkar yang berseberangan dengan kubu Ketua DPD Haris Subiyakto ini.
Sulit Ditemui
Lebih lanjut Humam mengatakan, pertemuan memang dilakukan menjelang Pilbup karena Wisnu sulit ditemui. Sehingga saat ada kesempatan, ia bersama rombongan PK dan kader partainya berusaha menemui di markas Tim Pemenangan Mardjoko.
Wisnu mengatakan, sebagai orang yang dianggap memiliki peran ikut membesar Golkar Banyumas, pihaknya tidak melarang didatangi kalangan PK dan pengurus DPD.
Namun masalah mereka memberikan dukungan kepada kakaknya, yang juga mencalonkan sebagai calon bupati. Karena itulah dia menyatakan tak berani membuat kesimpulan.
Pada pertemuan itu dia sempat menanyakan apakah pertemuan itu melanggar AD/ART atau tidak. Ternyata semua sepakat tidak melanggar.
Menurutnya, saat ini kemenangan dalam pilbup sangat tergantung pada rakyat. Sedangkan partai politik hanya sebagai pengantar saja."Mereka datang ke sini, karena masih menganggap saya sebagai tokoh Golkar," katanya.
Berbeda dengan Humam, Wisnu menyatakan dalam pertemuan itu yang paling banyak dibahas adalah soal Pilbup 2008. Kepada mereka, Wisnu juga menyampaikan kalau saat ini kakaknya mau mencalonkan.
Menanggapi adanya indikasi pembelotan sejumlah PK dan pengurus DPD, Wakil Ketua DPD Golkar Bidang UU, Hukum-HAM dan Otonomi Daerah Suradi Al Kharim menyatakan, kalau ada buktinya mereka akan ditindak. Mereka bisa diberi sanksi, termasuk kemungkinan dipecat dari partai.(G22,in-74)
Sabtu, 10 Nopember 2007
PURWOKERTO- Indikasi perpecahan di tubuh partai dalam memberikan dukungkan calon bupati dalam Pilbup 10 Pebruari 2008 mulai menimpa Partai Golkar Banyumas. Padahal partai yang selama ini dinilai solid itu, sudah mendeklarasikan dukungan pada pasangan Singgih Wiranto-Laily Manshur.
Belasan pengurus kecamatan (PK) dan pengurus harian partai DPD Partai Golkar Banyumas, Kamis malam (8/11) bertemu dengan kubu Mardjoko.
Dari pantauan Suara Merdeka, rombongan dipimpin Ketua Pelaksana Harian DPD Golkar Humam Mashudi didampingi sedikitnya 11 PK dan kader partai. Mereka diterima Ketua Tim Pemenangan Mardjoko, Wisnu Suhardono, di sekretariat tim tersebut Jalan Indra Purwokerto. Acara itu merupakan lanjutan dari pertemuan informal yang sudah dirintis sejak bulan puasa lalu.
Pertemuan Kamis malam itu berlangsung mulai pukul 19.30 hingga pukul 22.00. Awalnya acara itu tertutup, termasuk untuk wartawan. Namun akhirnya Humam dan Wisnu bersedia memberikan keterangan pada pers.
Saat didesak wartawan, Humam membantah kalau pertemuan itu untuk mengalihkan dukungan ke calon bupati Mardjoko. Menurutnya, dalam pertemuan itu tak disinggung soal permintaan Wisnu untuk mendukung Mardjoko atau sebaliknya. "Kalau bicara politik, kami justru membahas tim sukses untuk Pemilu 2009," kata salah satu tokoh sentral di DPD Golkar yang berseberangan dengan kubu Ketua DPD Haris Subiyakto ini.
Sulit Ditemui
Lebih lanjut Humam mengatakan, pertemuan memang dilakukan menjelang Pilbup karena Wisnu sulit ditemui. Sehingga saat ada kesempatan, ia bersama rombongan PK dan kader partainya berusaha menemui di markas Tim Pemenangan Mardjoko.
Wisnu mengatakan, sebagai orang yang dianggap memiliki peran ikut membesar Golkar Banyumas, pihaknya tidak melarang didatangi kalangan PK dan pengurus DPD.
Namun masalah mereka memberikan dukungan kepada kakaknya, yang juga mencalonkan sebagai calon bupati. Karena itulah dia menyatakan tak berani membuat kesimpulan.
Pada pertemuan itu dia sempat menanyakan apakah pertemuan itu melanggar AD/ART atau tidak. Ternyata semua sepakat tidak melanggar.
Menurutnya, saat ini kemenangan dalam pilbup sangat tergantung pada rakyat. Sedangkan partai politik hanya sebagai pengantar saja."Mereka datang ke sini, karena masih menganggap saya sebagai tokoh Golkar," katanya.
Berbeda dengan Humam, Wisnu menyatakan dalam pertemuan itu yang paling banyak dibahas adalah soal Pilbup 2008. Kepada mereka, Wisnu juga menyampaikan kalau saat ini kakaknya mau mencalonkan.
Menanggapi adanya indikasi pembelotan sejumlah PK dan pengurus DPD, Wakil Ketua DPD Golkar Bidang UU, Hukum-HAM dan Otonomi Daerah Suradi Al Kharim menyatakan, kalau ada buktinya mereka akan ditindak. Mereka bisa diberi sanksi, termasuk kemungkinan dipecat dari partai.(G22,in-74)
Thursday, November 8, 2007
Profil peserta elearning
E-mail
Selasa, 21 Maret 2006
Class roomsKegiatan e-Learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Mengapa? Peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya (Loftus, 2001).
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).
Kegiatan e-Learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Mengapa? Peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya (Loftus, 2001).
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).
(2) Pro dan kontra terhadap e-Learning
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website kudos, 2002).
Concord Consortium (2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para peserta e-Learning.
Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas (Lewis, 2002). Tetapi, e-Learning dapat menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran konvensional di kelas. e-Learning bahkan menjadi komplemen besar terhadap model pembelajaran di kelas atau sebagai alat yang ampuh untuk program pengayaan. Sekalipun diakui bahwa belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran elektronik, namun jenis kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan kualitasnya (Reddy, 2002).
3. Simpulan dan Saran
Pengertian e-Learning atau pembelajaran elektronik sebagai salah satu alternatif kegiatan pembelajaran dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet. Seseorang yang tidak dapat mengikuti pendidikan konvensional karena berbagai faktor penyebab, misalnya harus bekerja (time constraint), kondisi geografis (geographical constraints), jarak yang jauh (distance constraint), kondisi fisik yang tidak memungkinkan (physical constraints), daya tampung sekolah konvensional yang tidak memungkinkan (limited available seats), phobia terhadap sekolah, putus sekolah, atau karena memang dididik melalui pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) dimungkinkan untuk dapat tetap belajar, yaitu melalui e-Learning.
Penyelenggaraan e-Learning sangat ditentukan antara lain oleh: (a) sikap positif peserta didik (motivasi yang tinggi untuk belajar mandiri), (b) sikap positif tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet, (c) ketersediaan fasilitas komputer dan akses ke internet, (d) adanya dukungan layanan belajar, dan (e) biaya akses ke internet yang terjangkau untuk kepentingan pembelajaran/pendidikan.
Perkembangan di berbagai negara memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat; demikian juga halnya dengan jumlah peserta didik yang mengikuti e- Learning dan institusi penyelenggara e-Learning. Fungsi e-Learning dapat sebagai pelengkap atau tambahan, dan pada kondisi tertentu bahkan dapat menjadi alternatif lain dari pembelajaran konvensional. Peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran melalui program e-Learning memiliki pengakuan yang sama dengan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran secara konvensional.
Peserta didik maupun dosen/guru/instruktur dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraan e-Learning. Beberapa di antara manfaat e-Learning adalah fleksibilitas kegiatan pembelajaran, baik dalam arti interaksi peserta didik dengan materi/bahan pembelajaran, maupun interaksi peserta didik dengan dosen/guru/ instruktur, serta interaksi antara sesama peserta didik untuk mendiskusikan materi pembelajaran.
Lembaga pendidikan konvensional (universitas, sekolah, lembaga-lembaga pelatihan, atau kursus-kursus yang bersifat kejuruan dan lanjutan) secara ekstensif telah menyelenggarakan perluasan kesempatan belajar bagi ‘target audience’ mereka melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet (Collier, 2002). Seiring dengan hal ini, peserta didik usia sekolah yang mengikuti kegiatan pembelajaran elektronik juga terus meningkat jumlahnya (Gibbon, 2002).
Pustaka Acuan
Alhabshi, Syed Othman. (2002). “e-Learning: A Malaysian Case Study”. A Paper presented at the Africa-Asia Workshop on Promoting Cooperation in Information and Communication Technologies Development, organized by United Nations Development Program (UNDP) and the Government of Malaysia at the National Institute of Public Administration (INTAN) on 26 March 2002, in Kuala Lumpur.
Anggoro, Mohammad Toha. 2001. “Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax Internet” dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1, Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.
Bates, A. W. (1995). Technology, Open Learning and Distance Education. London: Routledge.
Brown, Mary Daniels. 2000. Education World: Technology in the Classroom: Virtual High Schools, Part 1, The Voices of Experience (sumber dari internet 16 September 2002: http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml)
Collier, Geoff. 2002. E-Learning in Australia (sumber dari internet: http://www.eduworks.com).
Concord Consortium. 2002. (sumber dari internet: http://www.govhs.org/)
Daniel, Sir John. 2000. Inventing the Online University. An Address on the occasion of the opening of the Open University of Hong Kong Learning Center on 4 December 2000, in Hong Kong.
Dowling, James, et.al. 2002. “The e-Learning Hype Cycle” in e-LearningGuru.com (sumber dari internet: http://www.w-learningguru.com/articles)
Downer, Alexander. 2001. The Virtual Colombo Plan-Bringing the Digital Divide. (sumber dari internet: http://www.ausaid.gov.au/)
Feasey, Dave. 2001. E-Learning. Eyepoppingraphics, Inc. (sumber dari Internet tanggal 20 Agustus 2002: http://eyepopping.manilasites.com/profiles/)
Gibbon, Heather S. 2002. Process for Motivating Online Learners from Recruitment through Degree Completion. Brenau University. (sumber dari Internet 20 September 2002).
Hardhono, A.P. 2002. ‘Potensi Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Mendukung Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia’ dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh Vol. 3, No. 1 Maret 2002. Tangerang: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.
Lewis, Diane E. 2002. “A Departure from Training by the Book, More Companies Seeing Benefits of E-Learning”, The Boston Globe, Globe Staff, 5/26/02 (sumber Internet: http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/elearn.html)
Loftus, Margaret. 2001. But What’s It Like? Special Report on E-Learning (sumber Internet: 20 Agustus 2002:
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)
McCracken, Holly. 2002. “The Importance of Learning Communities in Motivating and Retaining Online Learners”. University of Illinois at Springfield.
Newsletter of Open and Distance Learning Quality Council, October 2001 (sumber dari internet: 16 September 2002 http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html)
Pethokoukis, James M. 2002. E-Learn and Earn. (sumber dari Internet: 20 Agustus 2002. http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm
Prabandari, dkk. 1998. Process Evaluation of An Internet-based Education on Hospital and Health Service Management at Gajah Mada University, Yogyakarta, A Paper presented in the 4th International Symposium on on Open and Distance Learning.
Rankin, Walter P. 2002. “Maximal Interaction in the Virtual Classroom: Establishing Connections with Adult Online Learners” (sumber dari internet: 16 September 2002).
Reddy, V. Venugopal and Manjulika, S. 2002. From Face-to-Face to Virtual Tutoring: Exploring the potentials of E-learning Support. Indira Gandhi National Open University (sumber Internet, September 2002).
Siahaan, Sudirman. 2002. “Studi Penjajagan tentang Kemungkinan Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran di SLTA di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-8, No. 039, November 2002. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan-Departemen Pendidikan Nasional.
Soekartawi. 2002a. “Prospek Pembelajaran Jarak Jauh Melalui Internet”. Invited Papers. Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pendidikan pada tanggal 18-19 Juli 2002 di Jakarta.
Soekartawi. 2002b. “E-learning, Kampus Virtual Masa Depan” dalam Harian Pelita, 29 Juli 2002.
Tucker, Bill. 2000. E-learning and Non-Profit Sector, White Paper Discussion of the Potential of E-Learning to Improve Non-Profit management Training, Washington, SmarterOrg, Inc., (sumber dari internet: www.smarterorg.com).
Waller, Vaughan and Wilson, Jim. 2001. A Definition for E-Learning” in Newsletter of Open and Distance Learning Quality Control. October 2001. (sumber dari internet: 16 September 2002 http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html).
Website e-learners.com on: http:/www.elearners.com/services/faq/glossary.htm
Website kudos on “What is e-learning?” (sumber Website: http://www.kudos-idd.com/learning_solutions/definition).
Wildavsky, Ben. 2001. “Want More From High School?” Special Report: E-Learning 10/15/01, Sumber: http://www.usnews/edu/elearning/articles).
Wulf, K. (1996). Training via the Internet: Where are We? Training and Development 50 No. 5. (sumber dari Internet: 20 September 2002).
Selasa, 21 Maret 2006
Class roomsKegiatan e-Learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Mengapa? Peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya (Loftus, 2001).
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).
Kegiatan e-Learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Mengapa? Peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya (Loftus, 2001).
Profil peserta e-Learning adalah seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan (Tucker, 2000).
(2) Pro dan kontra terhadap e-Learning
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website kudos, 2002).
Concord Consortium (2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para peserta e-Learning.
Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas (Lewis, 2002). Tetapi, e-Learning dapat menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran konvensional di kelas. e-Learning bahkan menjadi komplemen besar terhadap model pembelajaran di kelas atau sebagai alat yang ampuh untuk program pengayaan. Sekalipun diakui bahwa belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran elektronik, namun jenis kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan kualitasnya (Reddy, 2002).
3. Simpulan dan Saran
Pengertian e-Learning atau pembelajaran elektronik sebagai salah satu alternatif kegiatan pembelajaran dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet. Seseorang yang tidak dapat mengikuti pendidikan konvensional karena berbagai faktor penyebab, misalnya harus bekerja (time constraint), kondisi geografis (geographical constraints), jarak yang jauh (distance constraint), kondisi fisik yang tidak memungkinkan (physical constraints), daya tampung sekolah konvensional yang tidak memungkinkan (limited available seats), phobia terhadap sekolah, putus sekolah, atau karena memang dididik melalui pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) dimungkinkan untuk dapat tetap belajar, yaitu melalui e-Learning.
Penyelenggaraan e-Learning sangat ditentukan antara lain oleh: (a) sikap positif peserta didik (motivasi yang tinggi untuk belajar mandiri), (b) sikap positif tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet, (c) ketersediaan fasilitas komputer dan akses ke internet, (d) adanya dukungan layanan belajar, dan (e) biaya akses ke internet yang terjangkau untuk kepentingan pembelajaran/pendidikan.
Perkembangan di berbagai negara memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat; demikian juga halnya dengan jumlah peserta didik yang mengikuti e- Learning dan institusi penyelenggara e-Learning. Fungsi e-Learning dapat sebagai pelengkap atau tambahan, dan pada kondisi tertentu bahkan dapat menjadi alternatif lain dari pembelajaran konvensional. Peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran melalui program e-Learning memiliki pengakuan yang sama dengan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran secara konvensional.
Peserta didik maupun dosen/guru/instruktur dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraan e-Learning. Beberapa di antara manfaat e-Learning adalah fleksibilitas kegiatan pembelajaran, baik dalam arti interaksi peserta didik dengan materi/bahan pembelajaran, maupun interaksi peserta didik dengan dosen/guru/ instruktur, serta interaksi antara sesama peserta didik untuk mendiskusikan materi pembelajaran.
Lembaga pendidikan konvensional (universitas, sekolah, lembaga-lembaga pelatihan, atau kursus-kursus yang bersifat kejuruan dan lanjutan) secara ekstensif telah menyelenggarakan perluasan kesempatan belajar bagi ‘target audience’ mereka melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet (Collier, 2002). Seiring dengan hal ini, peserta didik usia sekolah yang mengikuti kegiatan pembelajaran elektronik juga terus meningkat jumlahnya (Gibbon, 2002).
Pustaka Acuan
Alhabshi, Syed Othman. (2002). “e-Learning: A Malaysian Case Study”. A Paper presented at the Africa-Asia Workshop on Promoting Cooperation in Information and Communication Technologies Development, organized by United Nations Development Program (UNDP) and the Government of Malaysia at the National Institute of Public Administration (INTAN) on 26 March 2002, in Kuala Lumpur.
Anggoro, Mohammad Toha. 2001. “Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax Internet” dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1, Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.
Bates, A. W. (1995). Technology, Open Learning and Distance Education. London: Routledge.
Brown, Mary Daniels. 2000. Education World: Technology in the Classroom: Virtual High Schools, Part 1, The Voices of Experience (sumber dari internet 16 September 2002: http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml)
Collier, Geoff. 2002. E-Learning in Australia (sumber dari internet: http://www.eduworks.com).
Concord Consortium. 2002. (sumber dari internet: http://www.govhs.org/)
Daniel, Sir John. 2000. Inventing the Online University. An Address on the occasion of the opening of the Open University of Hong Kong Learning Center on 4 December 2000, in Hong Kong.
Dowling, James, et.al. 2002. “The e-Learning Hype Cycle” in e-LearningGuru.com (sumber dari internet: http://www.w-learningguru.com/articles)
Downer, Alexander. 2001. The Virtual Colombo Plan-Bringing the Digital Divide. (sumber dari internet: http://www.ausaid.gov.au/)
Feasey, Dave. 2001. E-Learning. Eyepoppingraphics, Inc. (sumber dari Internet tanggal 20 Agustus 2002: http://eyepopping.manilasites.com/profiles/)
Gibbon, Heather S. 2002. Process for Motivating Online Learners from Recruitment through Degree Completion. Brenau University. (sumber dari Internet 20 September 2002).
Hardhono, A.P. 2002. ‘Potensi Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Mendukung Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia’ dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh Vol. 3, No. 1 Maret 2002. Tangerang: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.
Lewis, Diane E. 2002. “A Departure from Training by the Book, More Companies Seeing Benefits of E-Learning”, The Boston Globe, Globe Staff, 5/26/02 (sumber Internet: http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/elearn.html)
Loftus, Margaret. 2001. But What’s It Like? Special Report on E-Learning (sumber Internet: 20 Agustus 2002:
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)
McCracken, Holly. 2002. “The Importance of Learning Communities in Motivating and Retaining Online Learners”. University of Illinois at Springfield.
Newsletter of Open and Distance Learning Quality Council, October 2001 (sumber dari internet: 16 September 2002 http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html)
Pethokoukis, James M. 2002. E-Learn and Earn. (sumber dari Internet: 20 Agustus 2002. http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm
Prabandari, dkk. 1998. Process Evaluation of An Internet-based Education on Hospital and Health Service Management at Gajah Mada University, Yogyakarta, A Paper presented in the 4th International Symposium on on Open and Distance Learning.
Rankin, Walter P. 2002. “Maximal Interaction in the Virtual Classroom: Establishing Connections with Adult Online Learners” (sumber dari internet: 16 September 2002).
Reddy, V. Venugopal and Manjulika, S. 2002. From Face-to-Face to Virtual Tutoring: Exploring the potentials of E-learning Support. Indira Gandhi National Open University (sumber Internet, September 2002).
Siahaan, Sudirman. 2002. “Studi Penjajagan tentang Kemungkinan Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran di SLTA di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-8, No. 039, November 2002. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan-Departemen Pendidikan Nasional.
Soekartawi. 2002a. “Prospek Pembelajaran Jarak Jauh Melalui Internet”. Invited Papers. Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pendidikan pada tanggal 18-19 Juli 2002 di Jakarta.
Soekartawi. 2002b. “E-learning, Kampus Virtual Masa Depan” dalam Harian Pelita, 29 Juli 2002.
Tucker, Bill. 2000. E-learning and Non-Profit Sector, White Paper Discussion of the Potential of E-Learning to Improve Non-Profit management Training, Washington, SmarterOrg, Inc., (sumber dari internet: www.smarterorg.com).
Waller, Vaughan and Wilson, Jim. 2001. A Definition for E-Learning” in Newsletter of Open and Distance Learning Quality Control. October 2001. (sumber dari internet: 16 September 2002 http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html).
Website e-learners.com on: http:/www.elearners.com/services/faq/glossary.htm
Website kudos on “What is e-learning?” (sumber Website: http://www.kudos-idd.com/learning_solutions/definition).
Wildavsky, Ben. 2001. “Want More From High School?” Special Report: E-Learning 10/15/01, Sumber: http://www.usnews/edu/elearning/articles).
Wulf, K. (1996). Training via the Internet: Where are We? Training and Development 50 No. 5. (sumber dari Internet: 20 September 2002).
Sinta dan Ahmad Edy Menguat di DPP
SUARA MERDEKA
Jumat, 09 Nopember 2007
* Cawabup dari PDI-P
PURWOKERTO-Belum keluarnya rekomendasi dari DPP PDI-P soal calon bupati dan calon wakil bupati, memicu sikap saling klaim di antara para calon wakil bupati yang mendaftar lewat partai tersebut.
Dari enam nama yang mendaftar ke PDI-P, yang bersaing ketat tinggal empat nama. Yakni Asroru Maula, Agus Fathudin Yusuf, Sinta Laila dan Ahmad Edy Susanto. Sedangkan Prasetyo dan Tossy Ariyanto di jajaran internal partai seperti kader, PAC-PAC maupun ranting serta di jajaran DPP tak banyak disebut. Selain empat nama tersebut, ada satu nama yang juga ikut menjadi perbincangan yakni Imam Durori (wakil bupati-Red) meski dia tak mendaftarkan langsung lewat partai.
Nama Asroru dan Agus awalnya santer disebut menguat di DPP. Namun kemarin giliran nama Sinta dan Ahmad Edy juga dikabarkan masih kuat. Jadi empat orang tersebut, dinilai sama-sama masih memiliki peluang besar.
Dalam siaran persnya kemarin, juru bicara pendukung Sinta, Lulin Wisnu Prajoko mengatakan, peluang Sinta mendapatkan rekomendasi dari DPP masih cukup kuat. Sebab, kata Ketua PAC Patikraja ini, karena pencalonannya juga didukung 19 PAC dan ranting di Banyumas.
''Sebagai kader ia juga mendaftarkan sesuai prosedur dan faktanya didukung banyak PAC dan rantingm, ssehingga ini pasti akan menjadi pertimbangan kuat DPP untuk memilih kadernya,'' kata Lulin kemarin.
DPP, kata dia, pasti akan mengedepankan kader yang sudah terbukti kiprahnya dalam membangun partai serta menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat. ''Ia juga sebagai anggota fraksi PDI-P di DPRD dan fungsionais di DPC,'' ujarnya.
Dia juga meminta agar jajaran DPC tidak sembarang memberikan keterangan seputar masalah pencalonan. Semua harus menunggu hasil akhir keputusan DPP. ''Kami menghargai dan menjunjung tingga keputusan akhir DPP nanti siapa pun yang mendapat rekomendasi sebagai calon wakil bupati. Kami juga siap mengamankan dan memenangkan,'' tegasnya.
Berkomunikasi
Ahmad Edy secara terpisah menyatakan, tetap masih optimis mendapat rekomendasi dari DPP. Belakangan ini ia mendegar justru yang menguat di DPP, namanya dan Asroru. ''Tapi saya masih yakin akan mendapat rekomendasi. Soal dukungan dari bawah saya juga sudah berkomunikasi dengan sekitar 17 PAC mereka juga merespon mendukung saya,'' kata Edy.
Sementara itu, juru bicara pendukung pasangan BP-Imam Durori, Slamet Sudarso dalam siaran persnya menyatakan, meski Imam Durori tidak melamar lewat PDI-P, namun karena dukungan dari berbagai komponen cukup kuat, DPP pasti akan mempertimbangkan sendiri. (G22,in-55)
Jumat, 09 Nopember 2007
* Cawabup dari PDI-P
PURWOKERTO-Belum keluarnya rekomendasi dari DPP PDI-P soal calon bupati dan calon wakil bupati, memicu sikap saling klaim di antara para calon wakil bupati yang mendaftar lewat partai tersebut.
Dari enam nama yang mendaftar ke PDI-P, yang bersaing ketat tinggal empat nama. Yakni Asroru Maula, Agus Fathudin Yusuf, Sinta Laila dan Ahmad Edy Susanto. Sedangkan Prasetyo dan Tossy Ariyanto di jajaran internal partai seperti kader, PAC-PAC maupun ranting serta di jajaran DPP tak banyak disebut. Selain empat nama tersebut, ada satu nama yang juga ikut menjadi perbincangan yakni Imam Durori (wakil bupati-Red) meski dia tak mendaftarkan langsung lewat partai.
Nama Asroru dan Agus awalnya santer disebut menguat di DPP. Namun kemarin giliran nama Sinta dan Ahmad Edy juga dikabarkan masih kuat. Jadi empat orang tersebut, dinilai sama-sama masih memiliki peluang besar.
Dalam siaran persnya kemarin, juru bicara pendukung Sinta, Lulin Wisnu Prajoko mengatakan, peluang Sinta mendapatkan rekomendasi dari DPP masih cukup kuat. Sebab, kata Ketua PAC Patikraja ini, karena pencalonannya juga didukung 19 PAC dan ranting di Banyumas.
''Sebagai kader ia juga mendaftarkan sesuai prosedur dan faktanya didukung banyak PAC dan rantingm, ssehingga ini pasti akan menjadi pertimbangan kuat DPP untuk memilih kadernya,'' kata Lulin kemarin.
DPP, kata dia, pasti akan mengedepankan kader yang sudah terbukti kiprahnya dalam membangun partai serta menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat. ''Ia juga sebagai anggota fraksi PDI-P di DPRD dan fungsionais di DPC,'' ujarnya.
Dia juga meminta agar jajaran DPC tidak sembarang memberikan keterangan seputar masalah pencalonan. Semua harus menunggu hasil akhir keputusan DPP. ''Kami menghargai dan menjunjung tingga keputusan akhir DPP nanti siapa pun yang mendapat rekomendasi sebagai calon wakil bupati. Kami juga siap mengamankan dan memenangkan,'' tegasnya.
Berkomunikasi
Ahmad Edy secara terpisah menyatakan, tetap masih optimis mendapat rekomendasi dari DPP. Belakangan ini ia mendegar justru yang menguat di DPP, namanya dan Asroru. ''Tapi saya masih yakin akan mendapat rekomendasi. Soal dukungan dari bawah saya juga sudah berkomunikasi dengan sekitar 17 PAC mereka juga merespon mendukung saya,'' kata Edy.
Sementara itu, juru bicara pendukung pasangan BP-Imam Durori, Slamet Sudarso dalam siaran persnya menyatakan, meski Imam Durori tidak melamar lewat PDI-P, namun karena dukungan dari berbagai komponen cukup kuat, DPP pasti akan mempertimbangkan sendiri. (G22,in-55)
Saat Mendaftar, Singgih Wajib Lampirkan Surat Pengunduran
SUARA MERDEKA
Jumat, 09 Nopember 2007
PURWOKERTO - Sekda Banyumas Singgih Wiranto, wajib melampirkan surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatannya ketika mendaftar di KPU sebagai calon bupati. Surat pengunduran diri harus disertakan, karena dia adalah pegawai negeri sipil.
Jika saat mendaftar belum melampirkan surat pengunduran diri sebagai Sekda, KPU tetap menerima berkas pendaftaran sebagai calon bupati. ''Tetapi KPU pasti akan mengembalikan berkas itu, karena dianggap belum lengkap,''kata pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Unsoed, Dr Muhammad Fauzan SH MH, kemarin.
Karena surat pernyataan mengundurkan diri itu merupakan salah satu syarat pendaftaran calon bupati, maka Fauzan yakin bahwa Singgih Wiranto (SW) akan membuat surat tersebut. Apalagi dia seorang birokrat yang tahu hukum.
Persoalannya adalah, apakah SW masih boleh menyelesaikan pekerjaannya sebagai Sekda sebelum ada surat pemberhentian dari atasannya.''Singgih masih bisa masuk kantor seperti biasa, sampai ada surat pemberhentian atas dirinya dari atasannya,''ujarnya.
Jadi tidak serta merta, begitu SW menyatakan mundur dari Sekda, keesokan harinya dia tidak boleh masuk kantor Sekda. ''Dia masih boleh menyelesaikan tugas-tugas administratif yang belum diselesaikan,''tegasnya.
Ketika mundur dari jabatannya, SW harus membuat memori pertanggungjawaban tugas yang diberikan kepada penggantinya, saat serahterima jabatan sekda. ''Memori tugas itu penting, tujuannya untuk tertib administrasi,''jelasnya.
Birokrasi Netral
Dosen Administrasi Pemerintahan Daerah, Jurusan Administrasi Negara Unsoed, Drs Guntur Gunarto secara terpisah menyatakan, dalam tata kelola birokrasi pemerintahan yang baik, seyogyanya jajaran birokrasi bisa bersikap senetral mungkin dalam pergelaran pemilihan kepala daerah.
''Dari sudut pandang teoritis maupun kepatutan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Sekda Banyumas sebaiknya mundur dari jabatannya sejak sekarang jika ingin mencalonkan diri sebagai bupati,'' katanya.
Ditemui di ruang kerjanya, Guntur berpendapat, meski idealnya netral, sangat sulit melaksanakannya. Karena birokrasi juga merupakan kelompok pelaksana kerja yang tidak lepas dari pengaruh berbagai kepentingan. Untuk meminimalisir hal itu, sepatutnya jika Sekda mengundurkan diri.
''Aturan juga sudah sangat jelas bahwa birokrasi yang tidak netral bisa kena sanksi. Namun jika Sekda berpegang pada aturan yang berlaku, tinggal kini peran lembaga kontrol dioptimalkan,'' ujarnya.
Sayangnya, peran lembaga kontrol birokrasi di Jawa, termasuk Banyumas, belum efektif. Lembaga pengawas internal seperti Bawasda dan eksternal seperti DPRD belum cukup optimal untuk menekan kuatnya penyimpangan birokrasi. ''Pertanyaannya, siapa mampu memberi sanksi birokrasi yang tidak netral dalam pilkada?,'' katanya. (in, H39, G22-55)
Jumat, 09 Nopember 2007
PURWOKERTO - Sekda Banyumas Singgih Wiranto, wajib melampirkan surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatannya ketika mendaftar di KPU sebagai calon bupati. Surat pengunduran diri harus disertakan, karena dia adalah pegawai negeri sipil.
Jika saat mendaftar belum melampirkan surat pengunduran diri sebagai Sekda, KPU tetap menerima berkas pendaftaran sebagai calon bupati. ''Tetapi KPU pasti akan mengembalikan berkas itu, karena dianggap belum lengkap,''kata pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Unsoed, Dr Muhammad Fauzan SH MH, kemarin.
Karena surat pernyataan mengundurkan diri itu merupakan salah satu syarat pendaftaran calon bupati, maka Fauzan yakin bahwa Singgih Wiranto (SW) akan membuat surat tersebut. Apalagi dia seorang birokrat yang tahu hukum.
Persoalannya adalah, apakah SW masih boleh menyelesaikan pekerjaannya sebagai Sekda sebelum ada surat pemberhentian dari atasannya.''Singgih masih bisa masuk kantor seperti biasa, sampai ada surat pemberhentian atas dirinya dari atasannya,''ujarnya.
Jadi tidak serta merta, begitu SW menyatakan mundur dari Sekda, keesokan harinya dia tidak boleh masuk kantor Sekda. ''Dia masih boleh menyelesaikan tugas-tugas administratif yang belum diselesaikan,''tegasnya.
Ketika mundur dari jabatannya, SW harus membuat memori pertanggungjawaban tugas yang diberikan kepada penggantinya, saat serahterima jabatan sekda. ''Memori tugas itu penting, tujuannya untuk tertib administrasi,''jelasnya.
Birokrasi Netral
Dosen Administrasi Pemerintahan Daerah, Jurusan Administrasi Negara Unsoed, Drs Guntur Gunarto secara terpisah menyatakan, dalam tata kelola birokrasi pemerintahan yang baik, seyogyanya jajaran birokrasi bisa bersikap senetral mungkin dalam pergelaran pemilihan kepala daerah.
''Dari sudut pandang teoritis maupun kepatutan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Sekda Banyumas sebaiknya mundur dari jabatannya sejak sekarang jika ingin mencalonkan diri sebagai bupati,'' katanya.
Ditemui di ruang kerjanya, Guntur berpendapat, meski idealnya netral, sangat sulit melaksanakannya. Karena birokrasi juga merupakan kelompok pelaksana kerja yang tidak lepas dari pengaruh berbagai kepentingan. Untuk meminimalisir hal itu, sepatutnya jika Sekda mengundurkan diri.
''Aturan juga sudah sangat jelas bahwa birokrasi yang tidak netral bisa kena sanksi. Namun jika Sekda berpegang pada aturan yang berlaku, tinggal kini peran lembaga kontrol dioptimalkan,'' ujarnya.
Sayangnya, peran lembaga kontrol birokrasi di Jawa, termasuk Banyumas, belum efektif. Lembaga pengawas internal seperti Bawasda dan eksternal seperti DPRD belum cukup optimal untuk menekan kuatnya penyimpangan birokrasi. ''Pertanyaannya, siapa mampu memberi sanksi birokrasi yang tidak netral dalam pilkada?,'' katanya. (in, H39, G22-55)
Wednesday, November 7, 2007
Tertangkapnya Perampok Spesialis Mobil Rental (1)
Kamis, 08 Nopember 2007
SM/Fahmi ZM SPESIALIS MOBIL RENTAL: Kawanan perampok spesialis mobil rental diperlihatkan kepada para wartawan usai ditangkap tim khusus Sat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng, Rabu (7/11).(30)
Ada cerita unik di balik kasus perampokan rental mobil. Para perampok urung menghabisi nyawa sopir mobil lantaran selama perjalanan sering ngobrol masalah agama. Bagaimana kisahnya, berikut laporannya.
TAK SEMUA anggota kawanan perampok spesialis mobil rental pimpinan Philip Tri alias Alex itu, tergolong nggegirisi atau sadis. Ada sebagian yang masih memiliki rasa belas kasihan. Setidaknya itu seperti pengakuan Dadi Sutrisno alias Aar (26), salah seorang pelaku perampokan.
Dalam satu aksi, Aar memberi kode kepada tiga rekannya untuk mengurungkan niatnya menyikat mobil rental yang mereka sewa. Dia lupa waktu kejadian persisnya. Nama sang sopir pun tidaklah dia ingat. Yang dia hafal, orang itu berumur paro baya dan selalu tersenyum ketika diajak bicara.
Saat itu dia bersama Arsiti, Rugiyono, Sigit Sugiyono dan Tri Teguh, menyewa mobil rental untuk perjalanan ke Pekalongan. Apa hanya karena separo baya dan suka mengumbar senyum, hingga Aar membatalkan niatnya merampok korban?
"Saya diajak shalat berjamaah dengan dia (salah seorang korban-Red) di tengah perjalanan," kata Aar dengan mimik serius. Tidak hanya itu saja, sopir murah senyum tersebut juga sering mengajak berbincang seputar agama selama perjalanan. Rupanya, ajakan shalat sopir itu membuat Aar trenyuh dan hatinya sedikit luluh.
Diam-diam, dia memberi kode kepada rekannya untuk tidak menyakiti sopir itu. Bahkan, di tengah perjalanan, dia lupa tempatnya, sang sopir disuruh berhenti. Kawanan itu lantas turun dan meminta sopir untuk balik kanan.
Menurut Aar, dia sudah empat kali membatalkan niatnya dari sembilan aksi yang sedianya mereka laksanakan. Di antara empat itu, pengalaman dengan sang sopir murah senyum itulah yang dia ingat betul.
Entah benar atau tidak penuturan Aar, yang pasti dia terlibat dalam rangkaian perampokan. Aar pula yang diincar polisi lantaran dia dikenal sebagai salah satu dedengkot kawanan tersebut. Bersama komplotannya dia juga pernah menghabisi nyawa salah seorang sopir rental.
Polisi cukup bukti untuk mendakwanya dengan jeratan Pasal 365 KHUP tentang perampokan dan Pasal 338 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan tewasnya seseorang. Ancaman hukumannya cukup berat, yakni kurungan penjara maksimal 15 tahun.
Dijerat dan Dilakban
Salah satu korban yang meregang nyawa adalah Paiman (41), warga Grogol RT 5 RW 6, Salatiga. Sopir rental biro jasa Hikmah Tour & Travel Service Jl Wahid Hasyim 7A Salatiga, itu ditemukan terbujur kaku dengan tangan dan kaki terikat tali sepatu, di Desa Pager Gunung, Pageruyung, Kendal, Minggu (7/10) lalu.
Seluruh wajah korban dilakban hingga korban kehabisan napas. Lehernya juga ditemukan luka bekas jeratan.
Paiman akhirnya terungkap dibunuh oleh kawanan itu. Kawanan yang awalnya berpura-pura menyewa mobil selama sehari untuk keperluan keluarga di Yogyakarta.
Saat akan menyewa mobil, pemilik rental, Martini (42), tak menaruh curiga lantaran salah seorang penyewa tersebut adalah seorang perempuan. Bahkan, wanita itu, Arsini, mengenakan kerudung. Namun itu hanya akalan-akalan belaka.
Kemarin, istri korban, Sri Utami (38), dan Martini, mendatangi Mapolda Jateng untuk mengidentifikasi mobil Kijang Innova warna merah metalik H-8447-FB yang dilarikan kawanan itu.
Martini jatuh pingsan begitu mendapati salah satu mobil yang dijejer di halaman Mapolda adalah miliknya. Dia bukan meratapi mobilnya, melainkan karena teringat akan Paiman yang bekerja cukup baik sebagai sopir selama delapan tahun di tempat usahanya.
"Saya bersyukur mobil ini kembali. Tapi iki ora ana regane dibanding nyawane Paiman (tapi ini tidak ada harganya dibanding nyawanya Paiman-red)," teriak Martini yang tak lama kemudian langsung jatuh tersungkur, pingsan.
Sementara, Sri Utama tak kuasa menahan isak tangis di antara kerumunan orang yang menggotong Martini. Wanita itu tak bisa berkata-kata apa-apa selain menangis.
Dari rona wajahnya, terlihat kesedihan yang begitu mendalam. Seolah, dia sedang digelayuti bayang-bayang wajah suaminya yang telah menjadi korban perampokan. (Fahmi Z mardizansyah, Riyono Toepra-60)
SM/Fahmi ZM SPESIALIS MOBIL RENTAL: Kawanan perampok spesialis mobil rental diperlihatkan kepada para wartawan usai ditangkap tim khusus Sat I Opsnal Ditreskrim Polda Jateng, Rabu (7/11).(30)
Ada cerita unik di balik kasus perampokan rental mobil. Para perampok urung menghabisi nyawa sopir mobil lantaran selama perjalanan sering ngobrol masalah agama. Bagaimana kisahnya, berikut laporannya.
TAK SEMUA anggota kawanan perampok spesialis mobil rental pimpinan Philip Tri alias Alex itu, tergolong nggegirisi atau sadis. Ada sebagian yang masih memiliki rasa belas kasihan. Setidaknya itu seperti pengakuan Dadi Sutrisno alias Aar (26), salah seorang pelaku perampokan.
Dalam satu aksi, Aar memberi kode kepada tiga rekannya untuk mengurungkan niatnya menyikat mobil rental yang mereka sewa. Dia lupa waktu kejadian persisnya. Nama sang sopir pun tidaklah dia ingat. Yang dia hafal, orang itu berumur paro baya dan selalu tersenyum ketika diajak bicara.
Saat itu dia bersama Arsiti, Rugiyono, Sigit Sugiyono dan Tri Teguh, menyewa mobil rental untuk perjalanan ke Pekalongan. Apa hanya karena separo baya dan suka mengumbar senyum, hingga Aar membatalkan niatnya merampok korban?
"Saya diajak shalat berjamaah dengan dia (salah seorang korban-Red) di tengah perjalanan," kata Aar dengan mimik serius. Tidak hanya itu saja, sopir murah senyum tersebut juga sering mengajak berbincang seputar agama selama perjalanan. Rupanya, ajakan shalat sopir itu membuat Aar trenyuh dan hatinya sedikit luluh.
Diam-diam, dia memberi kode kepada rekannya untuk tidak menyakiti sopir itu. Bahkan, di tengah perjalanan, dia lupa tempatnya, sang sopir disuruh berhenti. Kawanan itu lantas turun dan meminta sopir untuk balik kanan.
Menurut Aar, dia sudah empat kali membatalkan niatnya dari sembilan aksi yang sedianya mereka laksanakan. Di antara empat itu, pengalaman dengan sang sopir murah senyum itulah yang dia ingat betul.
Entah benar atau tidak penuturan Aar, yang pasti dia terlibat dalam rangkaian perampokan. Aar pula yang diincar polisi lantaran dia dikenal sebagai salah satu dedengkot kawanan tersebut. Bersama komplotannya dia juga pernah menghabisi nyawa salah seorang sopir rental.
Polisi cukup bukti untuk mendakwanya dengan jeratan Pasal 365 KHUP tentang perampokan dan Pasal 338 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan tewasnya seseorang. Ancaman hukumannya cukup berat, yakni kurungan penjara maksimal 15 tahun.
Dijerat dan Dilakban
Salah satu korban yang meregang nyawa adalah Paiman (41), warga Grogol RT 5 RW 6, Salatiga. Sopir rental biro jasa Hikmah Tour & Travel Service Jl Wahid Hasyim 7A Salatiga, itu ditemukan terbujur kaku dengan tangan dan kaki terikat tali sepatu, di Desa Pager Gunung, Pageruyung, Kendal, Minggu (7/10) lalu.
Seluruh wajah korban dilakban hingga korban kehabisan napas. Lehernya juga ditemukan luka bekas jeratan.
Paiman akhirnya terungkap dibunuh oleh kawanan itu. Kawanan yang awalnya berpura-pura menyewa mobil selama sehari untuk keperluan keluarga di Yogyakarta.
Saat akan menyewa mobil, pemilik rental, Martini (42), tak menaruh curiga lantaran salah seorang penyewa tersebut adalah seorang perempuan. Bahkan, wanita itu, Arsini, mengenakan kerudung. Namun itu hanya akalan-akalan belaka.
Kemarin, istri korban, Sri Utami (38), dan Martini, mendatangi Mapolda Jateng untuk mengidentifikasi mobil Kijang Innova warna merah metalik H-8447-FB yang dilarikan kawanan itu.
Martini jatuh pingsan begitu mendapati salah satu mobil yang dijejer di halaman Mapolda adalah miliknya. Dia bukan meratapi mobilnya, melainkan karena teringat akan Paiman yang bekerja cukup baik sebagai sopir selama delapan tahun di tempat usahanya.
"Saya bersyukur mobil ini kembali. Tapi iki ora ana regane dibanding nyawane Paiman (tapi ini tidak ada harganya dibanding nyawanya Paiman-red)," teriak Martini yang tak lama kemudian langsung jatuh tersungkur, pingsan.
Sementara, Sri Utama tak kuasa menahan isak tangis di antara kerumunan orang yang menggotong Martini. Wanita itu tak bisa berkata-kata apa-apa selain menangis.
Dari rona wajahnya, terlihat kesedihan yang begitu mendalam. Seolah, dia sedang digelayuti bayang-bayang wajah suaminya yang telah menjadi korban perampokan. (Fahmi Z mardizansyah, Riyono Toepra-60)
Monday, November 5, 2007
BP dan AW Bersaing di PDI-P
SUARA MERDEKA
Selasa, 06 Nopember 2007
PURWOKERTO-Dua nama calon bupati yang ikut mendaftar lewat PDI-P Banyumas beberapa hari ini menguat di jajaran DPP PDI-P. Dua nama tersebut adalah Bambang Priyono (BP) dan Aris Wahyudi (AW). Sedangkan calon wakil bupati yang menguat ada tiga orang. Yakni Agus Fathuddin Yusuf, Asroru Maula dan Sinta Laila.
Informasi yang dihimpun Suara Merdeka dari berbagai sumber menyebutkan, selain nama-nama tersebut, pasangan calon yang akan mendapatkan rekomendasi juga mulai santer disebut.
Nama BP lebih banyak disebut berpasangan dengan Agus maupun Asroru (Acong). Sedangkan Aris Wahyudi banyak disebut akan dipasangkan dengan Sinta Laila. Kalau BP dipasangkan dengan Sinta peluangnya kecil, karena keduanya sama-sama kader partai.
Menanggapi hal itu, Agus dan Asroru secara terpisah mengaku belum mendengar kabar tersebut secara langsung. Menurut Acong, secara pribadi, ia menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme partai.
Agus menyatakan, pihaknya tetap berusaha menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Termasuk dengan jajaran DPP PDI-P. Namun apapun proses yang dihasilkan oleh DPP, ia akan tetap patuh dan mengikuti.
Sedangkan Aris Wahyudi menanggapi kabar tentang pasangannya dengan Sinta menyatakan, siapa pun yang dipasangkan dengan dirinya kalau itu hasil keputusan dari DPP PDI-P, dirinya siap. Sebab ia sendiri juga tengah menunggu keputusan dari DPP.
Bambang Priyono belum bisa memberi keterangan karena masih memulihkan stamina dan kesehatannya. Ketua Tim Formasi BP Suwandi, mengaku belum mendengar hal itu.
Sementara itu, informasinya sejumlah massa pendukung calon bupati tertentu kemarin melakukan demontrasi di DPP. Selain mendesak untuk menggolkan calon yang didukung, pendemo juga "menyerang" calon lain yakni BP.
"Saya juga mendengar ada demo di DPP kemarin," kata Ketua DPC PDI-P Suherman.
Suwandi menanggapi demo yang informasinya menyerang BP, mengatakan, itu hal biasa. Sebab sejak awal banyak pihak yang ingin mengadang dan menjegal BP. (G22,in-55)
Selasa, 06 Nopember 2007
PURWOKERTO-Dua nama calon bupati yang ikut mendaftar lewat PDI-P Banyumas beberapa hari ini menguat di jajaran DPP PDI-P. Dua nama tersebut adalah Bambang Priyono (BP) dan Aris Wahyudi (AW). Sedangkan calon wakil bupati yang menguat ada tiga orang. Yakni Agus Fathuddin Yusuf, Asroru Maula dan Sinta Laila.
Informasi yang dihimpun Suara Merdeka dari berbagai sumber menyebutkan, selain nama-nama tersebut, pasangan calon yang akan mendapatkan rekomendasi juga mulai santer disebut.
Nama BP lebih banyak disebut berpasangan dengan Agus maupun Asroru (Acong). Sedangkan Aris Wahyudi banyak disebut akan dipasangkan dengan Sinta Laila. Kalau BP dipasangkan dengan Sinta peluangnya kecil, karena keduanya sama-sama kader partai.
Menanggapi hal itu, Agus dan Asroru secara terpisah mengaku belum mendengar kabar tersebut secara langsung. Menurut Acong, secara pribadi, ia menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme partai.
Agus menyatakan, pihaknya tetap berusaha menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Termasuk dengan jajaran DPP PDI-P. Namun apapun proses yang dihasilkan oleh DPP, ia akan tetap patuh dan mengikuti.
Sedangkan Aris Wahyudi menanggapi kabar tentang pasangannya dengan Sinta menyatakan, siapa pun yang dipasangkan dengan dirinya kalau itu hasil keputusan dari DPP PDI-P, dirinya siap. Sebab ia sendiri juga tengah menunggu keputusan dari DPP.
Bambang Priyono belum bisa memberi keterangan karena masih memulihkan stamina dan kesehatannya. Ketua Tim Formasi BP Suwandi, mengaku belum mendengar hal itu.
Sementara itu, informasinya sejumlah massa pendukung calon bupati tertentu kemarin melakukan demontrasi di DPP. Selain mendesak untuk menggolkan calon yang didukung, pendemo juga "menyerang" calon lain yakni BP.
"Saya juga mendengar ada demo di DPP kemarin," kata Ketua DPC PDI-P Suherman.
Suwandi menanggapi demo yang informasinya menyerang BP, mengatakan, itu hal biasa. Sebab sejak awal banyak pihak yang ingin mengadang dan menjegal BP. (G22,in-55)
Caliphate not part of Koran: NU
City
Country
E-mail will not be shown
[Bold (Ctrl+B)] [Italic (Ctrl+I)] [Underline (Ctrl+U)] [Strikethrough] [Align left] [Align center] [Align right] [Align full] [Unordered list] [Ordered list] [Undo (Ctrl+Z)] [Redo (CtrlID Nugroho, The Jakarta Post, Probolinggo
The idea of the Caliphate, or Islamic state, has no basis in the Koran or the Hadiths, the sayings and deeds of Prophet Muhammad, a major Indonesian Muslim association announced over the weekend.
The influential Bathsul Masail (problem deliberation) commission issued the statement on the last day of the conference of the East Java chapter of Nahdlatul Ulama (NU).
The commission made the statement after thoroughly reviewing the Koran and Hadith, along with other texts, including Attasyri' al-Jina'i Al Islami, al-Qoish al-Hami' al-Asyarqi Jam'il Jawami', Ad Din Watdaulah watadbikis Syari'ah, and al-fiqkul Islami.
It said that while the discourse on an Islamic state become increasingly popular among the nation's intellectuals and the general public, it found no nash (argument and reasoning) in the books that provided the idea of an Islamic state with a textual ground. It said the books also said nothing about an Islamic state being a necessity.
"The Khilafah state therefore is a form of ijtihadiyyah (interpretation)," the head of the commission's formulating team, Murtadho Ghoni, said Sunday.
Consequently, any effort to replace the country's Unitary State system with an Islamic one was prohibited, particularly when such efforts would bring more problems to the nation, the commission said.
The Tausiyah (recommendation) team made similar comments. Labeling the Caliphate a "trans-national" ideology, the team said NU members should be cautious around it.
"The government, religious and community leaders must be very vigilant toward this trans-national ideology that has threatened the national ideology and unity, and the Unitary State of Indonesia," Tausiyah team head Samsul Huda said.
Influential NU figures have voiced their opposition to the idea of an Islamic state since the opening of the conference.
"This movement has attacked us far too often, once in a while we need to counter attack," Ali Maschan Moesa said.
The three-day conference was held at Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, an Islamic boarding school. More than 500 executive committee members and influential kyai (traditional ulema) participated in the conference.
The participants elected KH. Miftahul Akhyar as the chairman of Rois Syuriah (the advisory board) and KH. Ali Maschan Moesa as the chairman of Tanfidz (the executive board). They will serve the East Java chapter of NU until 2012.
NU is the country's largest Muslim organization, with more than 40 million members. East Java is its traditional stronghold.
Country
E-mail will not be shown
[Bold (Ctrl+B)] [Italic (Ctrl+I)] [Underline (Ctrl+U)] [Strikethrough] [Align left] [Align center] [Align right] [Align full] [Unordered list] [Ordered list] [Undo (Ctrl+Z)] [Redo (CtrlID Nugroho, The Jakarta Post, Probolinggo
The idea of the Caliphate, or Islamic state, has no basis in the Koran or the Hadiths, the sayings and deeds of Prophet Muhammad, a major Indonesian Muslim association announced over the weekend.
The influential Bathsul Masail (problem deliberation) commission issued the statement on the last day of the conference of the East Java chapter of Nahdlatul Ulama (NU).
The commission made the statement after thoroughly reviewing the Koran and Hadith, along with other texts, including Attasyri' al-Jina'i Al Islami, al-Qoish al-Hami' al-Asyarqi Jam'il Jawami', Ad Din Watdaulah watadbikis Syari'ah, and al-fiqkul Islami.
It said that while the discourse on an Islamic state become increasingly popular among the nation's intellectuals and the general public, it found no nash (argument and reasoning) in the books that provided the idea of an Islamic state with a textual ground. It said the books also said nothing about an Islamic state being a necessity.
"The Khilafah state therefore is a form of ijtihadiyyah (interpretation)," the head of the commission's formulating team, Murtadho Ghoni, said Sunday.
Consequently, any effort to replace the country's Unitary State system with an Islamic one was prohibited, particularly when such efforts would bring more problems to the nation, the commission said.
The Tausiyah (recommendation) team made similar comments. Labeling the Caliphate a "trans-national" ideology, the team said NU members should be cautious around it.
"The government, religious and community leaders must be very vigilant toward this trans-national ideology that has threatened the national ideology and unity, and the Unitary State of Indonesia," Tausiyah team head Samsul Huda said.
Influential NU figures have voiced their opposition to the idea of an Islamic state since the opening of the conference.
"This movement has attacked us far too often, once in a while we need to counter attack," Ali Maschan Moesa said.
The three-day conference was held at Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, an Islamic boarding school. More than 500 executive committee members and influential kyai (traditional ulema) participated in the conference.
The participants elected KH. Miftahul Akhyar as the chairman of Rois Syuriah (the advisory board) and KH. Ali Maschan Moesa as the chairman of Tanfidz (the executive board). They will serve the East Java chapter of NU until 2012.
NU is the country's largest Muslim organization, with more than 40 million members. East Java is its traditional stronghold.
"Saya Juga Disulut Rokok dan Dilempar Pisau''
SUARA MERDEKA
Senin, 05 Nopember 2007
SM/Muhammad Burhan BEKAS JERATAN: Ahmi Dafilana memperlihatkan bekas jeratan tali tambang di tangannya.(18)
Penyiksaan yang dialami Ahmi Dafilana ternyata bukan hanya sekali terjadi. Sebelumnya dia juga sering mendapat perlakuan tidak manusiawi. Karena sering mendapat siksaan, dia trauma bila bertemu ayahnya, Ridho. Meski demikian, anak itu mengaku tetap menyayangi ayahnya. Berikut laporannya.
DENGAN mata berkaca-kaca, Ahmi Dafilana (13) menceritakan penyiksaan yang dilakukan Ridho (38), ayah kandungnya sendiri. Digantung di pohon mangga ternyata bukanlah siksaan pertama yang diderita siswa kelas VI SDN 02 Wonopringgo itu. Sebelumnya, dia mengaku pernah digantung dengan posisi kaki di atas hanya karena salah mengambil barang saat disuruh beli sesuatu. ''Dada saya juga pernah dipukul, disulut pakai rokok, ditendang, dan dilempar pisau hingga luka parah,'' tuturnya sambil menunjukkan bekas luka di kakinya.
Ahmi mengaku tak tahu kenapa ayahnya tega menyiksanya.
''Saya tidak mengambil uang bapak, saya sering disiksa sejak umur empat tahun,'' katanya dengan tatapan mata kosong.
Setelah siksaan demi siksaan yang diterimanya, anak itu kini mengaku takut jika suatu saat bertemu dengan ayahnya. ''Aku wedhi diajar bapak meneh,'' tuturnya sambil mengusap mukanya hingga menyingkirkan butiran air mata yang membasahi pipinya.
Tetap Sayang
Meski begitu dia mengaku tetap menyayangi bapaknya. Dia hanya ingin ayahnya akur dengan ibu dan anak-anaknya serta tidak memukuli dirinya lagi. ''Aku sayang karo bapak, tapi ampun ngajari Ahmi meneh,'' tuturnya.
Ahmi bukan satu-satunya korban kekerasan dalam rumah tangga keluarga itu. Dahlia (35), istri yang juga ibu kandung Ahmi tidak luput dari penyiksaan Ridho. ''Sejak Ahmi lahir, suami saya suka sekali marah tanpa sebab dan memukuli saya maupun Ahmi,'' ujar wanita itu.
Beberapa saat setelah menutupi mukanya, wanita yang sudah 15 tahun menikah itu menceritakan bagaimana siksaan demi siksaan diterimanya. Dia mengaku pernah dipukuli, ditampar, dan dilempar gelas hingga terluka.
Beberapa kali saudara dan tetangga mengingatkan perlakuan suaminya. Namun Ridho bergeming, kelakuannya bahkan semakin menjadi. ''Saat menggantung Ahmi, dia mencari gunting, untung saya sembunyikan,'' tuturnya.
Meski sudah belasan tahun menjadi korban kekerasan dan penyiksaan suaminya, wanita itu tetap tegar berusaha mempertahankan bahtera rumah tangganya. Tidak pernah sekali pun terucap permintaan cerai dari dirinya apalagi melaporkan ke polisi.
Hingga buah hatinya digantung di hadapan belasan warga Jumat lalu (2/11). Tidak tahan dengan penderitaan yang diderita anaknya, Dahlia memberanikan diri lapor ke Polsek Wonopringgo.
''Saya berharap rumah tangga saya tetap utuh, tapi kalau nyawa anak-anak saya terancam ya bagaimana lagi,'' ujarnya. (Muhammad Burhan-17)
Senin, 05 Nopember 2007
SM/Muhammad Burhan BEKAS JERATAN: Ahmi Dafilana memperlihatkan bekas jeratan tali tambang di tangannya.(18)
Penyiksaan yang dialami Ahmi Dafilana ternyata bukan hanya sekali terjadi. Sebelumnya dia juga sering mendapat perlakuan tidak manusiawi. Karena sering mendapat siksaan, dia trauma bila bertemu ayahnya, Ridho. Meski demikian, anak itu mengaku tetap menyayangi ayahnya. Berikut laporannya.
DENGAN mata berkaca-kaca, Ahmi Dafilana (13) menceritakan penyiksaan yang dilakukan Ridho (38), ayah kandungnya sendiri. Digantung di pohon mangga ternyata bukanlah siksaan pertama yang diderita siswa kelas VI SDN 02 Wonopringgo itu. Sebelumnya, dia mengaku pernah digantung dengan posisi kaki di atas hanya karena salah mengambil barang saat disuruh beli sesuatu. ''Dada saya juga pernah dipukul, disulut pakai rokok, ditendang, dan dilempar pisau hingga luka parah,'' tuturnya sambil menunjukkan bekas luka di kakinya.
Ahmi mengaku tak tahu kenapa ayahnya tega menyiksanya.
''Saya tidak mengambil uang bapak, saya sering disiksa sejak umur empat tahun,'' katanya dengan tatapan mata kosong.
Setelah siksaan demi siksaan yang diterimanya, anak itu kini mengaku takut jika suatu saat bertemu dengan ayahnya. ''Aku wedhi diajar bapak meneh,'' tuturnya sambil mengusap mukanya hingga menyingkirkan butiran air mata yang membasahi pipinya.
Tetap Sayang
Meski begitu dia mengaku tetap menyayangi bapaknya. Dia hanya ingin ayahnya akur dengan ibu dan anak-anaknya serta tidak memukuli dirinya lagi. ''Aku sayang karo bapak, tapi ampun ngajari Ahmi meneh,'' tuturnya.
Ahmi bukan satu-satunya korban kekerasan dalam rumah tangga keluarga itu. Dahlia (35), istri yang juga ibu kandung Ahmi tidak luput dari penyiksaan Ridho. ''Sejak Ahmi lahir, suami saya suka sekali marah tanpa sebab dan memukuli saya maupun Ahmi,'' ujar wanita itu.
Beberapa saat setelah menutupi mukanya, wanita yang sudah 15 tahun menikah itu menceritakan bagaimana siksaan demi siksaan diterimanya. Dia mengaku pernah dipukuli, ditampar, dan dilempar gelas hingga terluka.
Beberapa kali saudara dan tetangga mengingatkan perlakuan suaminya. Namun Ridho bergeming, kelakuannya bahkan semakin menjadi. ''Saat menggantung Ahmi, dia mencari gunting, untung saya sembunyikan,'' tuturnya.
Meski sudah belasan tahun menjadi korban kekerasan dan penyiksaan suaminya, wanita itu tetap tegar berusaha mempertahankan bahtera rumah tangganya. Tidak pernah sekali pun terucap permintaan cerai dari dirinya apalagi melaporkan ke polisi.
Hingga buah hatinya digantung di hadapan belasan warga Jumat lalu (2/11). Tidak tahan dengan penderitaan yang diderita anaknya, Dahlia memberanikan diri lapor ke Polsek Wonopringgo.
''Saya berharap rumah tangga saya tetap utuh, tapi kalau nyawa anak-anak saya terancam ya bagaimana lagi,'' ujarnya. (Muhammad Burhan-17)
"Saya Juga Disulut Rokok dan Dilempar Pisau''
SUARA MERDEKA
Senin, 05 Nopember 2007
SM/Muhammad Burhan BEKAS JERATAN: Ahmi Dafilana memperlihatkan bekas jeratan tali tambang di tangannya.(18)
Penyiksaan yang dialami Ahmi Dafilana ternyata bukan hanya sekali terjadi. Sebelumnya dia juga sering mendapat perlakuan tidak manusiawi. Karena sering mendapat siksaan, dia trauma bila bertemu ayahnya, Ridho. Meski demikian, anak itu mengaku tetap menyayangi ayahnya. Berikut laporannya.
DENGAN mata berkaca-kaca, Ahmi Dafilana (13) menceritakan penyiksaan yang dilakukan Ridho (38), ayah kandungnya sendiri. Digantung di pohon mangga ternyata bukanlah siksaan pertama yang diderita siswa kelas VI SDN 02 Wonopringgo itu. Sebelumnya, dia mengaku pernah digantung dengan posisi kaki di atas hanya karena salah mengambil barang saat disuruh beli sesuatu. ''Dada saya juga pernah dipukul, disulut pakai rokok, ditendang, dan dilempar pisau hingga luka parah,'' tuturnya sambil menunjukkan bekas luka di kakinya.
Ahmi mengaku tak tahu kenapa ayahnya tega menyiksanya.
''Saya tidak mengambil uang bapak, saya sering disiksa sejak umur empat tahun,'' katanya dengan tatapan mata kosong.
Setelah siksaan demi siksaan yang diterimanya, anak itu kini mengaku takut jika suatu saat bertemu dengan ayahnya. ''Aku wedhi diajar bapak meneh,'' tuturnya sambil mengusap mukanya hingga menyingkirkan butiran air mata yang membasahi pipinya.
Tetap Sayang
Meski begitu dia mengaku tetap menyayangi bapaknya. Dia hanya ingin ayahnya akur dengan ibu dan anak-anaknya serta tidak memukuli dirinya lagi. ''Aku sayang karo bapak, tapi ampun ngajari Ahmi meneh,'' tuturnya.
Ahmi bukan satu-satunya korban kekerasan dalam rumah tangga keluarga itu. Dahlia (35), istri yang juga ibu kandung Ahmi tidak luput dari penyiksaan Ridho. ''Sejak Ahmi lahir, suami saya suka sekali marah tanpa sebab dan memukuli saya maupun Ahmi,'' ujar wanita itu.
Beberapa saat setelah menutupi mukanya, wanita yang sudah 15 tahun menikah itu menceritakan bagaimana siksaan demi siksaan diterimanya. Dia mengaku pernah dipukuli, ditampar, dan dilempar gelas hingga terluka.
Beberapa kali saudara dan tetangga mengingatkan perlakuan suaminya. Namun Ridho bergeming, kelakuannya bahkan semakin menjadi. ''Saat menggantung Ahmi, dia mencari gunting, untung saya sembunyikan,'' tuturnya.
Meski sudah belasan tahun menjadi korban kekerasan dan penyiksaan suaminya, wanita itu tetap tegar berusaha mempertahankan bahtera rumah tangganya. Tidak pernah sekali pun terucap permintaan cerai dari dirinya apalagi melaporkan ke polisi.
Hingga buah hatinya digantung di hadapan belasan warga Jumat lalu (2/11). Tidak tahan dengan penderitaan yang diderita anaknya, Dahlia memberanikan diri lapor ke Polsek Wonopringgo.
''Saya berharap rumah tangga saya tetap utuh, tapi kalau nyawa anak-anak saya terancam ya bagaimana lagi,'' ujarnya. (Muhammad Burhan-17)
Senin, 05 Nopember 2007
SM/Muhammad Burhan BEKAS JERATAN: Ahmi Dafilana memperlihatkan bekas jeratan tali tambang di tangannya.(18)
Penyiksaan yang dialami Ahmi Dafilana ternyata bukan hanya sekali terjadi. Sebelumnya dia juga sering mendapat perlakuan tidak manusiawi. Karena sering mendapat siksaan, dia trauma bila bertemu ayahnya, Ridho. Meski demikian, anak itu mengaku tetap menyayangi ayahnya. Berikut laporannya.
DENGAN mata berkaca-kaca, Ahmi Dafilana (13) menceritakan penyiksaan yang dilakukan Ridho (38), ayah kandungnya sendiri. Digantung di pohon mangga ternyata bukanlah siksaan pertama yang diderita siswa kelas VI SDN 02 Wonopringgo itu. Sebelumnya, dia mengaku pernah digantung dengan posisi kaki di atas hanya karena salah mengambil barang saat disuruh beli sesuatu. ''Dada saya juga pernah dipukul, disulut pakai rokok, ditendang, dan dilempar pisau hingga luka parah,'' tuturnya sambil menunjukkan bekas luka di kakinya.
Ahmi mengaku tak tahu kenapa ayahnya tega menyiksanya.
''Saya tidak mengambil uang bapak, saya sering disiksa sejak umur empat tahun,'' katanya dengan tatapan mata kosong.
Setelah siksaan demi siksaan yang diterimanya, anak itu kini mengaku takut jika suatu saat bertemu dengan ayahnya. ''Aku wedhi diajar bapak meneh,'' tuturnya sambil mengusap mukanya hingga menyingkirkan butiran air mata yang membasahi pipinya.
Tetap Sayang
Meski begitu dia mengaku tetap menyayangi bapaknya. Dia hanya ingin ayahnya akur dengan ibu dan anak-anaknya serta tidak memukuli dirinya lagi. ''Aku sayang karo bapak, tapi ampun ngajari Ahmi meneh,'' tuturnya.
Ahmi bukan satu-satunya korban kekerasan dalam rumah tangga keluarga itu. Dahlia (35), istri yang juga ibu kandung Ahmi tidak luput dari penyiksaan Ridho. ''Sejak Ahmi lahir, suami saya suka sekali marah tanpa sebab dan memukuli saya maupun Ahmi,'' ujar wanita itu.
Beberapa saat setelah menutupi mukanya, wanita yang sudah 15 tahun menikah itu menceritakan bagaimana siksaan demi siksaan diterimanya. Dia mengaku pernah dipukuli, ditampar, dan dilempar gelas hingga terluka.
Beberapa kali saudara dan tetangga mengingatkan perlakuan suaminya. Namun Ridho bergeming, kelakuannya bahkan semakin menjadi. ''Saat menggantung Ahmi, dia mencari gunting, untung saya sembunyikan,'' tuturnya.
Meski sudah belasan tahun menjadi korban kekerasan dan penyiksaan suaminya, wanita itu tetap tegar berusaha mempertahankan bahtera rumah tangganya. Tidak pernah sekali pun terucap permintaan cerai dari dirinya apalagi melaporkan ke polisi.
Hingga buah hatinya digantung di hadapan belasan warga Jumat lalu (2/11). Tidak tahan dengan penderitaan yang diderita anaknya, Dahlia memberanikan diri lapor ke Polsek Wonopringgo.
''Saya berharap rumah tangga saya tetap utuh, tapi kalau nyawa anak-anak saya terancam ya bagaimana lagi,'' ujarnya. (Muhammad Burhan-17)
Gara-gara Rp 10.000 Ayah Tega Gantung Anak
SUARA MERDEKA
Senin, 05 Nopember 2007
KAJEN - Hanya gara-gara kehilangan uang Rp 10 ribu, Ridho (38), warga Dusun Salakan Desa/Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan tega menggantung anak kandungnya, Ahmi Dafilana (13) di pohon mangga.
Dalam posisi kedua tangan tergantung di pohon mangga di depan rumahnya, bocah SD itu juga dipukul kakinya dengan gagang sapu. Ahmi berhasil diselamatkan tetangganya setelah tergantung hampir dua jam.
Dari data yang dihimpun di lokasi, Minggu kemarin (4/11), kejadian itu bermula ketika Jumat lalu (2/11), sekitar pukul 11.00 Ridho marah-marah dan mengaku kehilangan uang Rp 10.000. Dia langsung mencari Ahmi dan menuduh mengambil uangnya.
Bocah kelas VI SDN 2 Wonopringgo yang sedang bermain di sekitar rumah itu langsung dijewer telinganya dan dipaksa mengakui. Namun anak itu mengaku tak tahu menahu soal uang bapaknya yang hilang.
Tak percaya dengan pengakuan anak sulungnya, bapak dari tiga anak itu menyeret anaknya dan mengikat tangannya dengan tali tambang. Selanjutnya menggantungkan anak itu di dahan pohon mangga setinggi sekitar 2 meter di depan rumahnya.
Dalam posisi tergantung, sang ayah yang sedang kalap itu tanpa ampun memukuli kaki anaknya dengan gagang sapu sambil memaksa anaknya untuk mengaku mengambil uang Rp 10.000. Kedua adik korban, Fia (11) dan Sobri (8) bersama ibunya Dahlia (35) serta belasan warga yang menyaksikan langsung meminta agar Ridho menghentikan penyiksaan itu. Namun semua tak digubris dia terus memukuli selama hampir dua jam. ''Ahmi baru dilepaskan setelah Pak Cik (panggilan Susanto, salah seorang tetangga-Red) setengah memaksa agar anak itu dilepaskan,'' kata Dahlia.
Setelah dilepaskan, Dahlia bersama warga melaporkan Ridho ke Polsek Wonopringgo dan melarikan Ahmi ke RSI Pekajangan untuk mendapatkan perawatan medis. Setelah mendapat laporan, polisi bergerak mencari Ridho. Namun laki-laki itu sudah melarikan diri dan hingga kemarin belum pulang ke rumahnya.
Kapolres Pekalongan AKBP Aan Suhanan meminta masyarakat tidak ragu melaporkan jika ada kasus kekerasan dalam rumah tangga. Sebab sekarang sudah ada Undang-Undang perlindungan anak. (G16-17)
Senin, 05 Nopember 2007
KAJEN - Hanya gara-gara kehilangan uang Rp 10 ribu, Ridho (38), warga Dusun Salakan Desa/Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan tega menggantung anak kandungnya, Ahmi Dafilana (13) di pohon mangga.
Dalam posisi kedua tangan tergantung di pohon mangga di depan rumahnya, bocah SD itu juga dipukul kakinya dengan gagang sapu. Ahmi berhasil diselamatkan tetangganya setelah tergantung hampir dua jam.
Dari data yang dihimpun di lokasi, Minggu kemarin (4/11), kejadian itu bermula ketika Jumat lalu (2/11), sekitar pukul 11.00 Ridho marah-marah dan mengaku kehilangan uang Rp 10.000. Dia langsung mencari Ahmi dan menuduh mengambil uangnya.
Bocah kelas VI SDN 2 Wonopringgo yang sedang bermain di sekitar rumah itu langsung dijewer telinganya dan dipaksa mengakui. Namun anak itu mengaku tak tahu menahu soal uang bapaknya yang hilang.
Tak percaya dengan pengakuan anak sulungnya, bapak dari tiga anak itu menyeret anaknya dan mengikat tangannya dengan tali tambang. Selanjutnya menggantungkan anak itu di dahan pohon mangga setinggi sekitar 2 meter di depan rumahnya.
Dalam posisi tergantung, sang ayah yang sedang kalap itu tanpa ampun memukuli kaki anaknya dengan gagang sapu sambil memaksa anaknya untuk mengaku mengambil uang Rp 10.000. Kedua adik korban, Fia (11) dan Sobri (8) bersama ibunya Dahlia (35) serta belasan warga yang menyaksikan langsung meminta agar Ridho menghentikan penyiksaan itu. Namun semua tak digubris dia terus memukuli selama hampir dua jam. ''Ahmi baru dilepaskan setelah Pak Cik (panggilan Susanto, salah seorang tetangga-Red) setengah memaksa agar anak itu dilepaskan,'' kata Dahlia.
Setelah dilepaskan, Dahlia bersama warga melaporkan Ridho ke Polsek Wonopringgo dan melarikan Ahmi ke RSI Pekajangan untuk mendapatkan perawatan medis. Setelah mendapat laporan, polisi bergerak mencari Ridho. Namun laki-laki itu sudah melarikan diri dan hingga kemarin belum pulang ke rumahnya.
Kapolres Pekalongan AKBP Aan Suhanan meminta masyarakat tidak ragu melaporkan jika ada kasus kekerasan dalam rumah tangga. Sebab sekarang sudah ada Undang-Undang perlindungan anak. (G16-17)
Sunday, November 4, 2007
PKB Jajaki Tiga Nama Calon Wakil Bupati
SUARA MERDEKA
Senin, 05 Nopember 2007
PURWOKERTO-Ketua DPC PKB Banyumas Musadad Bikri Nur menjajaki tiga calon wakil bupati yang akan dipasangkan dengan calon bupati Mardjoko. ''Ada tiga nama, yaitu Tossy Aryanto, Ahmad Edy Susanto, dan Sadewo Tri Lestiono. Kami berharap ketiganya melamar ke PKB,'' ujarnya, kemarin.
Tossy Aryanto, kader Partai Demokrat, saat ini berjuang untuk dipasangkan dengan Bambang Priyono (BP), namun deklarasinya gagal karena dihalang-halangi kader dan PAC-PAC PDI-P.
Kader dan PAC PDI-P meminta deklarasi siapapun calon yang akan dipasangan dengan BP menunggu rekomendasi DPP turun. Hingga kemarin sore Tossy Aryanto belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon selulernya ketika dihubungi tidak aktif.
Sekretaris DPC Partai Demokrat Banyumas, Agus Wijayanto, mengaku telah mendengar kadernya (Tossy) akan dilamar oleh calon bupati dari PKB. ''Tapi informasi lebih jauh tanyakan saja kepada pak ketua (Widodo-Red),'' ujarnya.
Tunggu Rekomendasi
Ahmad Edy kini juga tengah berjuang agar dipasangkan dengan BP. Namun DPP PDI-P belum memastikan apakah dia yang juga melamar lewat PDI-P bisa dipasangan dengan BP. ''Saya pernah ditawari Pak Mardjoko untuk bergabung, tetapi belum menentukan sikap karena menunggu rekomendasi DPP PDI-P dulu. Saya tetap optimistis lewat PDI-P,'' tuturnya.
Sadewo yang selama ini dikenal sebagai kader PDI-P dinilai mempunyai dukungan kuat di perkotaan dan kalangan muda partai itu.
''Saya diminta mendampingi Mardjoko, tapi minta syarat ada rekomendasi dari DPP PDI-P. Saya tidak akan minta, namun kalau ada rekomendasi untuk saya, ya bersedia maju. Selama ini saya kader partai yang taat aturan. Kalau tidak ada rekomendasi, tetap di PDI-P,'' tandasnya. (in,G22-27)
Senin, 05 Nopember 2007
PURWOKERTO-Ketua DPC PKB Banyumas Musadad Bikri Nur menjajaki tiga calon wakil bupati yang akan dipasangkan dengan calon bupati Mardjoko. ''Ada tiga nama, yaitu Tossy Aryanto, Ahmad Edy Susanto, dan Sadewo Tri Lestiono. Kami berharap ketiganya melamar ke PKB,'' ujarnya, kemarin.
Tossy Aryanto, kader Partai Demokrat, saat ini berjuang untuk dipasangkan dengan Bambang Priyono (BP), namun deklarasinya gagal karena dihalang-halangi kader dan PAC-PAC PDI-P.
Kader dan PAC PDI-P meminta deklarasi siapapun calon yang akan dipasangan dengan BP menunggu rekomendasi DPP turun. Hingga kemarin sore Tossy Aryanto belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon selulernya ketika dihubungi tidak aktif.
Sekretaris DPC Partai Demokrat Banyumas, Agus Wijayanto, mengaku telah mendengar kadernya (Tossy) akan dilamar oleh calon bupati dari PKB. ''Tapi informasi lebih jauh tanyakan saja kepada pak ketua (Widodo-Red),'' ujarnya.
Tunggu Rekomendasi
Ahmad Edy kini juga tengah berjuang agar dipasangkan dengan BP. Namun DPP PDI-P belum memastikan apakah dia yang juga melamar lewat PDI-P bisa dipasangan dengan BP. ''Saya pernah ditawari Pak Mardjoko untuk bergabung, tetapi belum menentukan sikap karena menunggu rekomendasi DPP PDI-P dulu. Saya tetap optimistis lewat PDI-P,'' tuturnya.
Sadewo yang selama ini dikenal sebagai kader PDI-P dinilai mempunyai dukungan kuat di perkotaan dan kalangan muda partai itu.
''Saya diminta mendampingi Mardjoko, tapi minta syarat ada rekomendasi dari DPP PDI-P. Saya tidak akan minta, namun kalau ada rekomendasi untuk saya, ya bersedia maju. Selama ini saya kader partai yang taat aturan. Kalau tidak ada rekomendasi, tetap di PDI-P,'' tandasnya. (in,G22-27)
Calon Kuat Berpotensi Diganjal
SUARA MERDEKA
Senin, 05 Nopember 2007
PURWOKERTO-Calon bupati yang kuat berpotensi diadang dan diganjal oleh calon serta partai lain yang tidak mengusung agar tak mendapat kendaraan politik. Caranya dengan membangun opini, memecah belah dukungan khususnya dari partai yang bersimpati, serta memotong akses untuk mendapat rekomendasi dari DPP partai yang akan mengusung.
''Itu dialami oleh Bambang Priyono (BP) yang akan maju dalam pemilihan bupati Banyumas 10 Februari 2008,'' kata Ari Junaedi SH MSi, Direktur Lembaga Kajian Pilkada dan Demokrasi di Indonesia AFEED. Ia mengemukakan hal itu dalam diskusi terbatas dengan kalangan media di RM Ciptarasa bertema ''Sosok Ideal Pemimpin Banyumas'', kemarin.
Pembicara lainnya Toto Sugito SSos MSi, dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed dan dimoderatori oleh Drs Eki Baihaki MSi. ''Ganjal-mengganjal itu biasa dalam proses politik. Sebab, calon potensial dianggap sebagai ancaman,'' kata mantan jurnalis itu.
Tim AFEED turun ke Banyumas untuk melakukan kajian, penelitian, menyerap informasi, dan berdialog dengan berbagai kalangan. Itu akan diperdalam dalam jajak pendapat Desember mendatang. Dari penyerapan yang dilakukan, dua calon bupati BP dan Singgih Wiranto (SW) dinilai akan bertarung seru. ''SW populer secara visual (gambar), BP populer secara realitas (dukungan). Mardjoko saya lihat belum berpotensi kuat menyaingi,'' jelasnya.
Menjual
Di jalan-jalan gambar SW dan pasangannya paling banyak, tetapi saat ia bertanya kepada tukang becak, pedagang, masyarakat umum, dan partai, nama BP paling banyak disebut. Khusus BP, yang paling menarik adalah calon wakil bupati (R-2) yang akan berpasangan dengannya. Rebutan deklarasi pasangannya menunjukkan nama BP ''menjual''.
Menurut dia, BP berpeluang paling besar memperoleh rekomendasi dari DPP PDI-P. Pasalnya, sudah lama disosialisasikan dan arus bawah kuat mendukung. Sebagai partai besar, PDI-P tak mungkin mengabaikan arus bawah. Apalagi pertarungan pilkada juga menentukan proses politik selanjutnya, yakni pemilu legislatif dan pemilihan presiden. ''Tidak mungkin BP meninggalkan kendaraan yang lebih besar (PDI-P), apalagi ia kader partai tersebut,'' tuturnya.
Ia menilai sikap politik yang diambil BP dengan mengambangkan keputusan merupakan bagian dari strategi. BP tengah melakukan kalkulasi kekuatan dukungan. ''Beberapa hari ke depan konstelasi politik akan berubah cepat. Apalagi kalau rekomendasi DPP PDI-P sudah turun,'' tandasnya.
Koalisi PDI-P dengan Partai Demokrat, kata dia, sulit terjadi. Fatsun politiknya sulit disatukan dan itu sudah dimulai dari pusat. Kalau sekarang ada tarik-ulur antara Partai Demokrat selaku pelopor koalisi bersama PPP dan PKS dengan PDI-P memperebutkan BP, itu gambaran realitas politik nasional yang menyebar ke daerah. (G22,in-27)
Senin, 05 Nopember 2007
PURWOKERTO-Calon bupati yang kuat berpotensi diadang dan diganjal oleh calon serta partai lain yang tidak mengusung agar tak mendapat kendaraan politik. Caranya dengan membangun opini, memecah belah dukungan khususnya dari partai yang bersimpati, serta memotong akses untuk mendapat rekomendasi dari DPP partai yang akan mengusung.
''Itu dialami oleh Bambang Priyono (BP) yang akan maju dalam pemilihan bupati Banyumas 10 Februari 2008,'' kata Ari Junaedi SH MSi, Direktur Lembaga Kajian Pilkada dan Demokrasi di Indonesia AFEED. Ia mengemukakan hal itu dalam diskusi terbatas dengan kalangan media di RM Ciptarasa bertema ''Sosok Ideal Pemimpin Banyumas'', kemarin.
Pembicara lainnya Toto Sugito SSos MSi, dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed dan dimoderatori oleh Drs Eki Baihaki MSi. ''Ganjal-mengganjal itu biasa dalam proses politik. Sebab, calon potensial dianggap sebagai ancaman,'' kata mantan jurnalis itu.
Tim AFEED turun ke Banyumas untuk melakukan kajian, penelitian, menyerap informasi, dan berdialog dengan berbagai kalangan. Itu akan diperdalam dalam jajak pendapat Desember mendatang. Dari penyerapan yang dilakukan, dua calon bupati BP dan Singgih Wiranto (SW) dinilai akan bertarung seru. ''SW populer secara visual (gambar), BP populer secara realitas (dukungan). Mardjoko saya lihat belum berpotensi kuat menyaingi,'' jelasnya.
Menjual
Di jalan-jalan gambar SW dan pasangannya paling banyak, tetapi saat ia bertanya kepada tukang becak, pedagang, masyarakat umum, dan partai, nama BP paling banyak disebut. Khusus BP, yang paling menarik adalah calon wakil bupati (R-2) yang akan berpasangan dengannya. Rebutan deklarasi pasangannya menunjukkan nama BP ''menjual''.
Menurut dia, BP berpeluang paling besar memperoleh rekomendasi dari DPP PDI-P. Pasalnya, sudah lama disosialisasikan dan arus bawah kuat mendukung. Sebagai partai besar, PDI-P tak mungkin mengabaikan arus bawah. Apalagi pertarungan pilkada juga menentukan proses politik selanjutnya, yakni pemilu legislatif dan pemilihan presiden. ''Tidak mungkin BP meninggalkan kendaraan yang lebih besar (PDI-P), apalagi ia kader partai tersebut,'' tuturnya.
Ia menilai sikap politik yang diambil BP dengan mengambangkan keputusan merupakan bagian dari strategi. BP tengah melakukan kalkulasi kekuatan dukungan. ''Beberapa hari ke depan konstelasi politik akan berubah cepat. Apalagi kalau rekomendasi DPP PDI-P sudah turun,'' tandasnya.
Koalisi PDI-P dengan Partai Demokrat, kata dia, sulit terjadi. Fatsun politiknya sulit disatukan dan itu sudah dimulai dari pusat. Kalau sekarang ada tarik-ulur antara Partai Demokrat selaku pelopor koalisi bersama PPP dan PKS dengan PDI-P memperebutkan BP, itu gambaran realitas politik nasional yang menyebar ke daerah. (G22,in-27)
Tiga Partai Dukung BP-Imam Durori
SUARA MERDEKA
Senin, 05 Nopember 2007
PURWOKERTO-Tiga partai nonparlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR). dan PNI Marhaenis menyatakan mendukung pasangan Bambang Priyono (BP) dan Imam Durori (ID).
Surat dukungan tersebut disampaikan kepada Ketua DPC PDI-P Banyumas Suherman, pekan lalu. Namun Imam Durori tidak mendaftar ke partai tersebut. Pendaftar calon wakil bupati (R-2) adalah Agus Fathuddin Yusuf, Aroru Maula, Sinta Laila, Ahmad Edy Susanto, Tossy Ariyanto, dan Prasetyo. Enam nama tersebut dikirim ke DPP untuk mendapatkan rekomendasi bersama calon bupati Bambang Priyono (BP), Warman Suharno, Sudjatmo, John Prayitno, dan Aris Wahyudi.
Surat dukungan PBB kepada pasangan BP-ID ditandatangani oleh Ketua Makmur dan Sekre-taris Imron A Rosadi, PBR oleh Ketua Yusron Nuryadi dan Sekretaris Indah Haryandini, sedangkan PNI Marhaenis oleh Ketua Sumarto M dan Sekretaris Rakun Ahmadi.
Sebelumnya, beberapa LSM dan organisasi masyarakat juga telah menyatakan dukungannya, yakni Ketua Ikatan Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PPKL) Arif Yulianto; Teguh Gilang Pamungkas, Ketua Komite Rakyat Perjuangan Demokrasi (KRPD); Muhammad Muflih, Ketua Kelompok Studi Perberdayaan Pemuda dan Masyarakat Desa; Slamet Sudarso, Ketua Jaringan Kerja Lintas Masyarakat; Edy Maryono dari LSM Kamandaka; Haris Mugiono LSM Gerakan Hati Nurani Rakyat; dan Munir Aji dari Forum Komunikasi Generasi Muda NU.
Ketua DPC PDI-P Suherman menyambut baik dukungan itu. Sebab, calon bupati yang didukung (BP) juga mendaftar lewat PDI-P. Namun keputusannya diserahkan ke DPP. ''Saya tidak bisa memnutuskan atau mengomentari, karena calon wakil bupati yang mendaftar juga diserahkan ke DPP. Prinsipnya, PDI-P siap berkoalisi dengan berbagai komponen,'' tegasnya.
Sementara itu beberapa kader dan simpatisan PDI-Perjuangan kembali menyatakan dukungannya terhadap pencalonan BP sebagai bupati lewat PDI-P. "Saat ini satu-satunya figur ideal dari PDI-P adalah BP,'' ujar Anang Agus Kostrad, Ketua PAC Cilongok sekaligus koordinator PAC-PAC.
Menurut dia, kader dan simpatisan PDI-P sudah bulat memenangkan BP sebagai bupati. Sambil menunggu rekomendasi, pihaknya terus mengintensifkan konsolidasi dan komunikasi di jajaran internal. ''Tim politik juga terus melakukan komunikasi politik untuk menjalin koalisi dengan partai-partai lain,'' katanya. (G22,in-27)
Senin, 05 Nopember 2007
PURWOKERTO-Tiga partai nonparlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR). dan PNI Marhaenis menyatakan mendukung pasangan Bambang Priyono (BP) dan Imam Durori (ID).
Surat dukungan tersebut disampaikan kepada Ketua DPC PDI-P Banyumas Suherman, pekan lalu. Namun Imam Durori tidak mendaftar ke partai tersebut. Pendaftar calon wakil bupati (R-2) adalah Agus Fathuddin Yusuf, Aroru Maula, Sinta Laila, Ahmad Edy Susanto, Tossy Ariyanto, dan Prasetyo. Enam nama tersebut dikirim ke DPP untuk mendapatkan rekomendasi bersama calon bupati Bambang Priyono (BP), Warman Suharno, Sudjatmo, John Prayitno, dan Aris Wahyudi.
Surat dukungan PBB kepada pasangan BP-ID ditandatangani oleh Ketua Makmur dan Sekre-taris Imron A Rosadi, PBR oleh Ketua Yusron Nuryadi dan Sekretaris Indah Haryandini, sedangkan PNI Marhaenis oleh Ketua Sumarto M dan Sekretaris Rakun Ahmadi.
Sebelumnya, beberapa LSM dan organisasi masyarakat juga telah menyatakan dukungannya, yakni Ketua Ikatan Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PPKL) Arif Yulianto; Teguh Gilang Pamungkas, Ketua Komite Rakyat Perjuangan Demokrasi (KRPD); Muhammad Muflih, Ketua Kelompok Studi Perberdayaan Pemuda dan Masyarakat Desa; Slamet Sudarso, Ketua Jaringan Kerja Lintas Masyarakat; Edy Maryono dari LSM Kamandaka; Haris Mugiono LSM Gerakan Hati Nurani Rakyat; dan Munir Aji dari Forum Komunikasi Generasi Muda NU.
Ketua DPC PDI-P Suherman menyambut baik dukungan itu. Sebab, calon bupati yang didukung (BP) juga mendaftar lewat PDI-P. Namun keputusannya diserahkan ke DPP. ''Saya tidak bisa memnutuskan atau mengomentari, karena calon wakil bupati yang mendaftar juga diserahkan ke DPP. Prinsipnya, PDI-P siap berkoalisi dengan berbagai komponen,'' tegasnya.
Sementara itu beberapa kader dan simpatisan PDI-Perjuangan kembali menyatakan dukungannya terhadap pencalonan BP sebagai bupati lewat PDI-P. "Saat ini satu-satunya figur ideal dari PDI-P adalah BP,'' ujar Anang Agus Kostrad, Ketua PAC Cilongok sekaligus koordinator PAC-PAC.
Menurut dia, kader dan simpatisan PDI-P sudah bulat memenangkan BP sebagai bupati. Sambil menunggu rekomendasi, pihaknya terus mengintensifkan konsolidasi dan komunikasi di jajaran internal. ''Tim politik juga terus melakukan komunikasi politik untuk menjalin koalisi dengan partai-partai lain,'' katanya. (G22,in-27)
Saturday, November 3, 2007
House out to finish political bills in 33 days
Ridwan Max Sijabat, The Jakarta Post, Jakarta
In preparation for the 2009 elections and to ensure all involved parties are sufficiently readied, the House of Representatives has agreed to fast-track discussions around bills for political parties and general elections.
House speaker Agung Laksono presided over a leadership meeting Thursday discussing efforts to bring both bills to a House plenary session for endorsement by the end of this month -- with a view to passing the bills to law within 33 days.
"All faction chairmen are of the same opinion that the two bills will be deliberated either by the special committees or the working committees," Agung told reporters after the meeting, which was attended by all chairmen of House factions and the special committees tasked to deliberate the two bills.
"All committee members have to discipline themselves.
"This is important not only for the sake of the 2009 elections but also for a better democracy in the country."
Agung said the House would start deliberating the remaining bills on presidential elections and on the structure of the People's Consultative Assembly, House, regional representatives, provincial, and regency legislatures in January.
The newly-inaugurated General Elections Commission (KPU) has also asked the House to speed-up the deliberation of the four bills.
The KPU said it needed a legal basis to make preparations for the 2009 general elections, including the registration of eligible voters and the verification of eligible political parties.
Legislators Ferry Mursyidan Baldan and Ganjar Pranowo, who chair the special committee deliberating bills on general elections and the committee for the bills on political parties respectively said they would ask all factions to focus on the crucial issues.
"Political lobbying has begun, but communications with the civil society and experts will be intensified to encourage the factions to seek compromises on the crucial issues," Ganjar said.
Despite the additional allocation of time for the bills' deliberation, Ferry said it was not necessary for the committees to ask for more funds because the current budget had remaining funds.
Ferry declined to reveal the budget allocated for the deliberation of the two bills.
Both factions within the special committees deliberating the bills and the government were divided over issues on administrative requirements for the establishment of new political parties, party ideology and function, the quota for women in all parties, the dispute settlement mechanism and legal sanctions.
Issues around the bill on general elections included electoral and parliamentary thresholds, mapping of electoral districts, the number of seats in the House and provincial and regental legislatures, and voting rights of servicemen and sanctions in election violations.
In preparation for the 2009 elections and to ensure all involved parties are sufficiently readied, the House of Representatives has agreed to fast-track discussions around bills for political parties and general elections.
House speaker Agung Laksono presided over a leadership meeting Thursday discussing efforts to bring both bills to a House plenary session for endorsement by the end of this month -- with a view to passing the bills to law within 33 days.
"All faction chairmen are of the same opinion that the two bills will be deliberated either by the special committees or the working committees," Agung told reporters after the meeting, which was attended by all chairmen of House factions and the special committees tasked to deliberate the two bills.
"All committee members have to discipline themselves.
"This is important not only for the sake of the 2009 elections but also for a better democracy in the country."
Agung said the House would start deliberating the remaining bills on presidential elections and on the structure of the People's Consultative Assembly, House, regional representatives, provincial, and regency legislatures in January.
The newly-inaugurated General Elections Commission (KPU) has also asked the House to speed-up the deliberation of the four bills.
The KPU said it needed a legal basis to make preparations for the 2009 general elections, including the registration of eligible voters and the verification of eligible political parties.
Legislators Ferry Mursyidan Baldan and Ganjar Pranowo, who chair the special committee deliberating bills on general elections and the committee for the bills on political parties respectively said they would ask all factions to focus on the crucial issues.
"Political lobbying has begun, but communications with the civil society and experts will be intensified to encourage the factions to seek compromises on the crucial issues," Ganjar said.
Despite the additional allocation of time for the bills' deliberation, Ferry said it was not necessary for the committees to ask for more funds because the current budget had remaining funds.
Ferry declined to reveal the budget allocated for the deliberation of the two bills.
Both factions within the special committees deliberating the bills and the government were divided over issues on administrative requirements for the establishment of new political parties, party ideology and function, the quota for women in all parties, the dispute settlement mechanism and legal sanctions.
Issues around the bill on general elections included electoral and parliamentary thresholds, mapping of electoral districts, the number of seats in the House and provincial and regental legislatures, and voting rights of servicemen and sanctions in election violations.
Friday, November 2, 2007
New prophet, who cares?
Opinion and Editorial - November 02, 2007
Mohammad Yazid, Jakarta
It must have taken Ahmad Moshaddeq, or "Salam", great courage to proclaim himself the new prophet of Islam in place of the Prophet Muhammad on July 23, 2006, after 40 days and 40 nights of secluded meditation.
Moshaddeq, who founded the Al-Qiyadah Al-Islamiyah school, goes against the basic tenants of Islam, which believes Muhammad was the last prophet and God's messenger. Such belief is the main prerequisite for embracing Islam.
It comes as no surprise that Moshaddeq has sparked a strong reaction, even violence, from Muslims. Although al-Qiyadah recognizes the Holy Koran as its holy book, it abandons a collection of traditions and sayings related to Prophet Muhammad (inkar sunnah) and interprets the Koran in its own way.
Moshaddeq, who has the title of "al-Masih al-Mau'ud", has branded those who refuse to believe in him as infidels.
Departing from Islamic teachings, al-Qiyadah deems praying five times a day, fasting and the pilgrimage to Mecca are not compulsory because Muslims are still in a phase of early development before the establishment of the Khilafah Islamiyah (Islamic empire). The school is located in Gunung Bundar village, Bogor, some 60 kilometers south of Jakarta.
The Indonesian Council of Ulema (MUI) has declared al-Qiyadah heretical.
Since its foundation in 2000, al-Qiyadah has pulled in thousands of followers from Jakarta, Yogyakarta, Central Java, Sumatra, Sulawesi and other towns across the country.
The emergence of groups like al-Qiyadah is a common social phenomenon that has also occurred also in non-Muslim societies and in advanced countries, because human beings naturally tend to seek alternatives when the mainstream gets stuck or is saturated.
In this context, when Islam, which should actually be construed as a religion that promotes rahmatan lil'alamin (a blessing to the entire universe), cannot be concretely translated into the daily lives of Muslims, simple questions will emerge as to why such a notion like "Islam is the religion of peace, tolerance and justice" sounds like a rhetoric.
Widespread corruption, offenses and crime in Indonesia where the majority of population are Muslims who obediently perform their obligatory prayers, practice fasting and have been to Mecca many times, have raised question as to why their religious diligence seems to have no relation to their deeds.
For many Muslims, the MUI's denouncement of this school as heretical will trigger question about the criteria required for heresy. They may regard Muslims who perform their daily prayers but commit graft as being heretics.
Instead of banning the school, it would be better, therefore, to consider the emergence of al-Qiyadah as a correction for Muslims in general, major Islamic organizations such as Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah, and Muslim-based political parties. It's a fact that being a predominantly Muslim country, Indonesia has not seen peace and justice fully upheld.
The history of Islam has witnessed the frequent emergence of fake prophets. In the past such a movement was crushed by use of force, as in the case of Musailamah al Kazzab. But it's no longer appropriate to resort to a war to settle the matter now due to the very different situations and the need to recognize human rights.
It's the personal right of Moshaddeq to declare himself an apostle because the emotional relationship between a human being and his God is a private matter, as long as the spread of the belief neither violates the law nor involves, for example, abduction or other methods that cause social anxiety.
Likewise, it is the right of the MUI to declare al-Qiyadah a heretical school, especially because this decision has been made as a form of moral responsibility to protect Muslims. The problem is, perhaps, whether the decision was made after persuasion had been exhausted.
In the context of pluralism, these differences must be settled by mutual respect not just through a legal approach.
Muslims need to adopt a more mature attitude in responding to the beliefs introduced by Moshaddeq. At the end of the day, time will tell whether his claims are reliable or not.
The public will judge Moshaddeq a liar if he fails to convince others of his teachings.
Especially if in reality al-Qiyadah fails to contribute to the improvement of public morals, the eradication of corruption, crime and poverty, people will not buy Moshaddeq's words.
We need to remember, however, that as long corruption, abuse of power, the gap between the poor and the rich, extreme poverty and injustices still remain, more Moshaddeqs will arise.
The writer is a member of The Jakarta Post's opinion desk. He can be reached at yazid@thejakartapost.com.
Mohammad Yazid, Jakarta
It must have taken Ahmad Moshaddeq, or "Salam", great courage to proclaim himself the new prophet of Islam in place of the Prophet Muhammad on July 23, 2006, after 40 days and 40 nights of secluded meditation.
Moshaddeq, who founded the Al-Qiyadah Al-Islamiyah school, goes against the basic tenants of Islam, which believes Muhammad was the last prophet and God's messenger. Such belief is the main prerequisite for embracing Islam.
It comes as no surprise that Moshaddeq has sparked a strong reaction, even violence, from Muslims. Although al-Qiyadah recognizes the Holy Koran as its holy book, it abandons a collection of traditions and sayings related to Prophet Muhammad (inkar sunnah) and interprets the Koran in its own way.
Moshaddeq, who has the title of "al-Masih al-Mau'ud", has branded those who refuse to believe in him as infidels.
Departing from Islamic teachings, al-Qiyadah deems praying five times a day, fasting and the pilgrimage to Mecca are not compulsory because Muslims are still in a phase of early development before the establishment of the Khilafah Islamiyah (Islamic empire). The school is located in Gunung Bundar village, Bogor, some 60 kilometers south of Jakarta.
The Indonesian Council of Ulema (MUI) has declared al-Qiyadah heretical.
Since its foundation in 2000, al-Qiyadah has pulled in thousands of followers from Jakarta, Yogyakarta, Central Java, Sumatra, Sulawesi and other towns across the country.
The emergence of groups like al-Qiyadah is a common social phenomenon that has also occurred also in non-Muslim societies and in advanced countries, because human beings naturally tend to seek alternatives when the mainstream gets stuck or is saturated.
In this context, when Islam, which should actually be construed as a religion that promotes rahmatan lil'alamin (a blessing to the entire universe), cannot be concretely translated into the daily lives of Muslims, simple questions will emerge as to why such a notion like "Islam is the religion of peace, tolerance and justice" sounds like a rhetoric.
Widespread corruption, offenses and crime in Indonesia where the majority of population are Muslims who obediently perform their obligatory prayers, practice fasting and have been to Mecca many times, have raised question as to why their religious diligence seems to have no relation to their deeds.
For many Muslims, the MUI's denouncement of this school as heretical will trigger question about the criteria required for heresy. They may regard Muslims who perform their daily prayers but commit graft as being heretics.
Instead of banning the school, it would be better, therefore, to consider the emergence of al-Qiyadah as a correction for Muslims in general, major Islamic organizations such as Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah, and Muslim-based political parties. It's a fact that being a predominantly Muslim country, Indonesia has not seen peace and justice fully upheld.
The history of Islam has witnessed the frequent emergence of fake prophets. In the past such a movement was crushed by use of force, as in the case of Musailamah al Kazzab. But it's no longer appropriate to resort to a war to settle the matter now due to the very different situations and the need to recognize human rights.
It's the personal right of Moshaddeq to declare himself an apostle because the emotional relationship between a human being and his God is a private matter, as long as the spread of the belief neither violates the law nor involves, for example, abduction or other methods that cause social anxiety.
Likewise, it is the right of the MUI to declare al-Qiyadah a heretical school, especially because this decision has been made as a form of moral responsibility to protect Muslims. The problem is, perhaps, whether the decision was made after persuasion had been exhausted.
In the context of pluralism, these differences must be settled by mutual respect not just through a legal approach.
Muslims need to adopt a more mature attitude in responding to the beliefs introduced by Moshaddeq. At the end of the day, time will tell whether his claims are reliable or not.
The public will judge Moshaddeq a liar if he fails to convince others of his teachings.
Especially if in reality al-Qiyadah fails to contribute to the improvement of public morals, the eradication of corruption, crime and poverty, people will not buy Moshaddeq's words.
We need to remember, however, that as long corruption, abuse of power, the gap between the poor and the rich, extreme poverty and injustices still remain, more Moshaddeqs will arise.
The writer is a member of The Jakarta Post's opinion desk. He can be reached at yazid@thejakartapost.com.
Amanpour: Radical, moderate Muslims battle for young English minds
POSTED: 4:36 p.m. EST, January 22, 2007 POSTED: 4:36 p.m. EST, January 22, 2007
By Christiane Amanpour
CNN Chief International Correspondent
Editor's note: In our Behind the Scenes series, CNN correspondents share their experiences covering the news and analyze the stories behind events. Christiane Amanpour describes the people she met while making "The War Within."
LONDON, England (CNN) -- When we reported the unprecedented suicide bombings of the London underground trains and buses in 2005, we were shocked beyond words that young British Muslims, born and bred here, would go to that extreme.
We could not understand what would drive them to kill themselves and their fellow citizens.
And so we started to investigate what we call "The War Within."
What struck us most was how deeply the Iraq war has radicalized today's generation of young Muslims in Britain. Whether extreme or mainstream, they are angry about the war, angry that their country so devotedly follows U.S. foreign policy, angry at what they see as a worldwide war against Muslims and Islam.
A man who runs a youth center in a London neighborhood with a large Muslim population said the message of extremism preys on many kids who see no way out of their ethnic ghettos. Those youth, he said, have always had vices -- street crime, drugs, car thefts.
"But then now you've got another threat," Hanif Qadir told me.
"The new threat is radicalism. It's a cause. Every young man wants a cause."
We knew much of the Islamic world feels like this, but we were surprised at the extent of these feelings in Britain. (Audio slide show: Preying on young British Muslims)
The UK was rocked by the attacks of July 7, 2005 and the attempted attacks that failed two weeks later. Since then, Britons have many questions about the role of the Muslim community here.
In our investigation, we found shocking evidence of the bigotry, intolerance and hatred preached by some Muslim fundamentalists in the UK. We met men like Anjem Choudary of the now-banned Al-Mahajiroon extremist group, who denounces democracy and predicts Britain will be ruled by Sharia, Islamic law.
He publicly distances himself from suicide bombings here in the UK, mindful of Britain's tough new anti-terrorism laws, yet we filmed him openly condoning violent Jihad abroad.
"I happen to be in an ideological and political war," Choudary said. "My brothers in al Qaeda and other Mujahedeen are involved in a military campaign." (Watch a call for Islamic law in Britain Video)
And this week, a report in the London Sunday Times says Choudary has been using a false name on a password-protected Web site to incite Muslims to go to Somalia to wage holy war.
Some mosques in Britain, while publicly agreeing to cross-cultural tolerance, in fact sometimes host preachers from both Britain and abroad who rail with hatred against "kafirs" (infidels), against homosexuals, against democracy and even against women.
This hate-speech and the attempt by extremists to recruit young disaffected Muslims on London's deprived streets and even on university campuses is beginning to motivate the "other voices of Islam" to try to seize back their religion, which they say has been hijacked. (Watch moderate Muslims fight back Video)
Extremists and radicals are very adept at playing the media's game. Even though they are a minority, a small number of them can gather on a corner, hold a protest or demonstration and get a massive amount of media attention and air time. That's because today's mostly tabloid media culture in the UK has sensationalized the "Muslim issue" and focuses only on the extremists, rarely finding the facts, context and texture beneath the surface.
We found a deep sense of Islamophobia on the rise here in Britain and across Europe. The European Monitoring Center, which tracks religious and ethnic bias, says Muslims regularly face abuse, threats, attacks and misunderstanding.
And as we discovered talking to a cross section of Muslims around Britain, many of Europe's 13 million Muslims said that since 9/11 they have been made to feel like terrorists. More than ever they feel like second-class citizens in their own countries.
There are incredibly brave Muslims who've been forced to become unofficial activists for tolerance and integration. In Walthamstow -- where two dozen young Muslim men were arrested last summer for allegedly plotting to blow up U.S.-bound planes with liquid explosives -- Qadir, the youth worker, has reached out to teenagers.
His youth center now tries to lead the disaffected and alienated along a different path, urging them to watch out for extremist preachers in their mosques and arranging pool tournaments with the beat cops as one way to forge a closer community bond.
In Birmingham, home to Britain's second-largest Muslim community, a Muslim artist nicknamed "Aerosol Arabic" is trying to be a role model to students and the angry young people in his community. Along with a priest he is doing cross-cultural art projects that build a sense of acceptance and togetherness.
While some Muslim women in the UK are feeling the intense pressure of a chorus of ministerial calls to remove their niqabs, a veil that covers most of the face, we meet one Muslim woman, a comedian, who is trying to promote tolerance through a unique brand of comedy-club humor.
As a small band of Muslim extremists try to promote their agenda at a campus debate at prestigious Trinity College, we traveled to Ireland to hear mainstream Muslims try to win back the public podium. One young Muslim calls the violence and intolerance some extremists promote a mental illness, not an ideology.
While Britain's Scotland Yard and MI5 intelligence service regularly warn of Islamist cells plotting violence -- some 30 potential plots have been identified -- some Muslim preachers, activists and ordinary people are beginning to see that they have to take the responsibility of seizing back their religion from the small band of extremists who have hijacked it.
Increasingly we found mainstream Muslims are realizing that they can no longer be quiet, but they have to stand up to have any hope of winning back the debate from the extremists who dominate it now.
The question is whether they can form a critical mass of voices to finally drown out the growing ranks of extremists.
By Christiane Amanpour
CNN Chief International Correspondent
Editor's note: In our Behind the Scenes series, CNN correspondents share their experiences covering the news and analyze the stories behind events. Christiane Amanpour describes the people she met while making "The War Within."
LONDON, England (CNN) -- When we reported the unprecedented suicide bombings of the London underground trains and buses in 2005, we were shocked beyond words that young British Muslims, born and bred here, would go to that extreme.
We could not understand what would drive them to kill themselves and their fellow citizens.
And so we started to investigate what we call "The War Within."
What struck us most was how deeply the Iraq war has radicalized today's generation of young Muslims in Britain. Whether extreme or mainstream, they are angry about the war, angry that their country so devotedly follows U.S. foreign policy, angry at what they see as a worldwide war against Muslims and Islam.
A man who runs a youth center in a London neighborhood with a large Muslim population said the message of extremism preys on many kids who see no way out of their ethnic ghettos. Those youth, he said, have always had vices -- street crime, drugs, car thefts.
"But then now you've got another threat," Hanif Qadir told me.
"The new threat is radicalism. It's a cause. Every young man wants a cause."
We knew much of the Islamic world feels like this, but we were surprised at the extent of these feelings in Britain. (Audio slide show: Preying on young British Muslims)
The UK was rocked by the attacks of July 7, 2005 and the attempted attacks that failed two weeks later. Since then, Britons have many questions about the role of the Muslim community here.
In our investigation, we found shocking evidence of the bigotry, intolerance and hatred preached by some Muslim fundamentalists in the UK. We met men like Anjem Choudary of the now-banned Al-Mahajiroon extremist group, who denounces democracy and predicts Britain will be ruled by Sharia, Islamic law.
He publicly distances himself from suicide bombings here in the UK, mindful of Britain's tough new anti-terrorism laws, yet we filmed him openly condoning violent Jihad abroad.
"I happen to be in an ideological and political war," Choudary said. "My brothers in al Qaeda and other Mujahedeen are involved in a military campaign." (Watch a call for Islamic law in Britain Video)
And this week, a report in the London Sunday Times says Choudary has been using a false name on a password-protected Web site to incite Muslims to go to Somalia to wage holy war.
Some mosques in Britain, while publicly agreeing to cross-cultural tolerance, in fact sometimes host preachers from both Britain and abroad who rail with hatred against "kafirs" (infidels), against homosexuals, against democracy and even against women.
This hate-speech and the attempt by extremists to recruit young disaffected Muslims on London's deprived streets and even on university campuses is beginning to motivate the "other voices of Islam" to try to seize back their religion, which they say has been hijacked. (Watch moderate Muslims fight back Video)
Extremists and radicals are very adept at playing the media's game. Even though they are a minority, a small number of them can gather on a corner, hold a protest or demonstration and get a massive amount of media attention and air time. That's because today's mostly tabloid media culture in the UK has sensationalized the "Muslim issue" and focuses only on the extremists, rarely finding the facts, context and texture beneath the surface.
We found a deep sense of Islamophobia on the rise here in Britain and across Europe. The European Monitoring Center, which tracks religious and ethnic bias, says Muslims regularly face abuse, threats, attacks and misunderstanding.
And as we discovered talking to a cross section of Muslims around Britain, many of Europe's 13 million Muslims said that since 9/11 they have been made to feel like terrorists. More than ever they feel like second-class citizens in their own countries.
There are incredibly brave Muslims who've been forced to become unofficial activists for tolerance and integration. In Walthamstow -- where two dozen young Muslim men were arrested last summer for allegedly plotting to blow up U.S.-bound planes with liquid explosives -- Qadir, the youth worker, has reached out to teenagers.
His youth center now tries to lead the disaffected and alienated along a different path, urging them to watch out for extremist preachers in their mosques and arranging pool tournaments with the beat cops as one way to forge a closer community bond.
In Birmingham, home to Britain's second-largest Muslim community, a Muslim artist nicknamed "Aerosol Arabic" is trying to be a role model to students and the angry young people in his community. Along with a priest he is doing cross-cultural art projects that build a sense of acceptance and togetherness.
While some Muslim women in the UK are feeling the intense pressure of a chorus of ministerial calls to remove their niqabs, a veil that covers most of the face, we meet one Muslim woman, a comedian, who is trying to promote tolerance through a unique brand of comedy-club humor.
As a small band of Muslim extremists try to promote their agenda at a campus debate at prestigious Trinity College, we traveled to Ireland to hear mainstream Muslims try to win back the public podium. One young Muslim calls the violence and intolerance some extremists promote a mental illness, not an ideology.
While Britain's Scotland Yard and MI5 intelligence service regularly warn of Islamist cells plotting violence -- some 30 potential plots have been identified -- some Muslim preachers, activists and ordinary people are beginning to see that they have to take the responsibility of seizing back their religion from the small band of extremists who have hijacked it.
Increasingly we found mainstream Muslims are realizing that they can no longer be quiet, but they have to stand up to have any hope of winning back the debate from the extremists who dominate it now.
The question is whether they can form a critical mass of voices to finally drown out the growing ranks of extremists.
The mind-boggling game of trying people for their beliefs
Muhammad Nafik and Pandaya, The Jakarta Post, Jakarta
The appalling scenes in the media the other day were depressingly familiar. An angry mob tore down the building where self-proclaimed prophet Ahmad Moshaddeq, leader of the al-Qiyadah al-Islamiyah sect that purist Muslims regard as heretical, baptized his followers in Bogor, West Java.
Some of the people in the mob were wearing white haj caps, a form of attire associated with piety. It was a good thing that Moshaddeq was in police custody and thus safe from the marauding crowd, which wanted to punish him for allegedly blaspheming against Islam.
The subsequent drama in the life of the "prophet" claiming to have been assigned by God to perfect Prophet Muhammad's teaching is predictable. After being tried by the mob (and the press), he is likely to be taken to court and convicted of "dishonoring religion" based on bizarre legal reasoning.
Lia Aminuddin was sentenced to two years in prison last year for a similar "offense", spreading religious beliefs she claimed were revealed to her by God through the angel Gabriel. Like Moshaddeq, she was harassed by an unamused mob, arrested by police and taken to court. Still defiant, Lia was released from jail on Tuesday, the very day Moshaddeq turned himself in to the police.
Lia is only one of several people who have been convicted and put behind bars for their religious beliefs -- a worrying trend in Indonesia's legal development.
The accused are usually themselves the victims of illegal acts. Lia Aminuddin's home in Central Jakarta was invaded by a mob, who threatened to forcibly evict her unless the police did so for them. None of them were ever charged with trespassing.
The same tragedy also befell Ahmadiyah, another controversial Islamic sect, which the Indonesian Ulema Council has also declared deviant. Like al-Qiyadah, Ahmadiyah challenges the mainstream belief that Muhammad is God's last prophet.
A mob led by the radical Islam Defenders Front attacked Ahmadiyah's headquarters in Parung, Bogor, and expelled its followers in July 2005. On Lombok Island near Bali, evicted Ahmadiyah members live in misery in refugee camps.
Also in 2005, boxer-turned-Islamic-teacher Muhammad Yusman Roy was jailed for two years in Malang, East Java, for promoting prayers in the Indonesian language instead of Arabic.
It's an irony that such incidents have happened in Indonesia, the world's largest Muslim democracy, where moderation is a tradition.
In Indonesia, religious conviction and performing religious duties are basic rights guaranteed by the 1945 Constitution. Islam also recognizes the freedom of religion. However, rising fundamentalism is obviously threatening it all.
Police and prosecutors will usually accuse the defendant of disturbing public order and disrespecting religion.
The sort of evidence collected from witnesses and the plaintiffs are inevitably more ideological than the materials used in a regular court of justice.
Instead of hearing from only the plaintiffs, the prosecutor should have summoned the angel Gabriel to testify in court. Only he could say if Lia Aminuddin was lying about the divine revelation she believes she must convey to the world.
In the case of Moshaddeq -- if he is eventually tried -- the court should summon God, whom he says named him the most perfect prophet during 40 days of asceticism on a quiet hill.
Lia's conviction and imprisonment have undoubtedly set a very bad precedent in the history of the Indonesian judiciary: A citizen brought to court simply because her faith is different from that of others.
By the same logic, how many Protestants in Indonesia should have to spend the rest of their lives in prison because they are "divided" into about 300 denominations? And which denomination(s) do law enforcers think have the right to dismiss others as "misguided"?
And eventually, if the huge variety of Buddhists do the same, Indonesian prisons will be crammed with the religious -- if angry mobs are given whatever they want and law enforcers use the Lia Aminuddin case as a yardstick.
Religious leaders should be reminded that it is God's -- not their -- prerogative to judge the rightness of man's service. Everyone's basic religious obligation is to practice what they believe is right.
If you think your brethren are lost, show them the way instead of sending them to jail.
The writers can be reached at nafik@thejakartapost.com and pandaya@thejakartapost.com.
printer friendly
The appalling scenes in the media the other day were depressingly familiar. An angry mob tore down the building where self-proclaimed prophet Ahmad Moshaddeq, leader of the al-Qiyadah al-Islamiyah sect that purist Muslims regard as heretical, baptized his followers in Bogor, West Java.
Some of the people in the mob were wearing white haj caps, a form of attire associated with piety. It was a good thing that Moshaddeq was in police custody and thus safe from the marauding crowd, which wanted to punish him for allegedly blaspheming against Islam.
The subsequent drama in the life of the "prophet" claiming to have been assigned by God to perfect Prophet Muhammad's teaching is predictable. After being tried by the mob (and the press), he is likely to be taken to court and convicted of "dishonoring religion" based on bizarre legal reasoning.
Lia Aminuddin was sentenced to two years in prison last year for a similar "offense", spreading religious beliefs she claimed were revealed to her by God through the angel Gabriel. Like Moshaddeq, she was harassed by an unamused mob, arrested by police and taken to court. Still defiant, Lia was released from jail on Tuesday, the very day Moshaddeq turned himself in to the police.
Lia is only one of several people who have been convicted and put behind bars for their religious beliefs -- a worrying trend in Indonesia's legal development.
The accused are usually themselves the victims of illegal acts. Lia Aminuddin's home in Central Jakarta was invaded by a mob, who threatened to forcibly evict her unless the police did so for them. None of them were ever charged with trespassing.
The same tragedy also befell Ahmadiyah, another controversial Islamic sect, which the Indonesian Ulema Council has also declared deviant. Like al-Qiyadah, Ahmadiyah challenges the mainstream belief that Muhammad is God's last prophet.
A mob led by the radical Islam Defenders Front attacked Ahmadiyah's headquarters in Parung, Bogor, and expelled its followers in July 2005. On Lombok Island near Bali, evicted Ahmadiyah members live in misery in refugee camps.
Also in 2005, boxer-turned-Islamic-teacher Muhammad Yusman Roy was jailed for two years in Malang, East Java, for promoting prayers in the Indonesian language instead of Arabic.
It's an irony that such incidents have happened in Indonesia, the world's largest Muslim democracy, where moderation is a tradition.
In Indonesia, religious conviction and performing religious duties are basic rights guaranteed by the 1945 Constitution. Islam also recognizes the freedom of religion. However, rising fundamentalism is obviously threatening it all.
Police and prosecutors will usually accuse the defendant of disturbing public order and disrespecting religion.
The sort of evidence collected from witnesses and the plaintiffs are inevitably more ideological than the materials used in a regular court of justice.
Instead of hearing from only the plaintiffs, the prosecutor should have summoned the angel Gabriel to testify in court. Only he could say if Lia Aminuddin was lying about the divine revelation she believes she must convey to the world.
In the case of Moshaddeq -- if he is eventually tried -- the court should summon God, whom he says named him the most perfect prophet during 40 days of asceticism on a quiet hill.
Lia's conviction and imprisonment have undoubtedly set a very bad precedent in the history of the Indonesian judiciary: A citizen brought to court simply because her faith is different from that of others.
By the same logic, how many Protestants in Indonesia should have to spend the rest of their lives in prison because they are "divided" into about 300 denominations? And which denomination(s) do law enforcers think have the right to dismiss others as "misguided"?
And eventually, if the huge variety of Buddhists do the same, Indonesian prisons will be crammed with the religious -- if angry mobs are given whatever they want and law enforcers use the Lia Aminuddin case as a yardstick.
Religious leaders should be reminded that it is God's -- not their -- prerogative to judge the rightness of man's service. Everyone's basic religious obligation is to practice what they believe is right.
If you think your brethren are lost, show them the way instead of sending them to jail.
The writers can be reached at nafik@thejakartapost.com and pandaya@thejakartapost.com.
printer friendly
NGOs, rights body differ on Al Qiyadah
The Jakarta Post, Jakarta
A coalition of NGOs and the National Commission on Human Rights expressed different opinions Thursday about the al-Qiyadah sect, which has been described as "misguided" and prohibited in Jakarta by the Provincial Prosecutor's Office and nationally by the Indonesia Ulema Council.
Uli Parulian Sihombing of the Coalition for Freedom of Religion said the provincial prosecutors and the police should stay neutral and facilitate an open dialog between the sect and Muslim organizations protesting against its existence.
"A gentlemen's agreement or a fair compromise" between the various religious organizations was expected to come as a result of the dialog, Uli said.
"The police can not just arrest the sect leaders and label the sect misguided just because a major Muslim organization tells them to do so," Uli told a press conference held at the Wahid Institute.
"It is not fair for any minority sect like al-Qiyadah to be singled out. At least give them a chance to defend themselves through dialog."
He said the Jakarta Prosecutor's Office had violated the 2005 Ratification of Civil and Political Rights Conventions Law by arresting sect members and banning the organization. The article honors the freedom to choose ones religion and beliefs.
The Jakarta Prosecutor's Office used a 1965 presidential decree that allows the office, on behalf of the government, to ban religious organizations that distort or misrepresent the teachings of existing religions.
An Attorney General Office's spokesman, Thomson Siagian, said that the central government planned to discuss whether it would declare al-Qiyadah a "misguided sect" nationally on Nov. 7.
Among those who agree with the sect's banning is chairman of the National Commission on Human Rights, Ifdal Kasim, who said the government should ban the sect as its beliefs disrupted the rights of others.
"The government should notice the fact that there are groups in the community who get irritated with the sect's way of spreading its teachings and therefore it is right that the government intervene immediately," he was quoted as saying by detik.com newsportal.
Al-Qiyadah al-Islamiyah was founded by Abdussalam, also known as Ahmad Moshaddeq, in 2000 in Gunung Sari, Bogor. Ahmad declared himself a new prophet, replacing Prophet Muhammad, on July 3.
Not only did he inaugurated himself as the new prophet, but he changed several religious teachings originating from Islam, such as the core creed, which acknowledges Muhammad as the final prophet, and the obligation to pray five times daily.
As many as 41,000 people across nine major cities in the country are believed to be members of the sect.
Ahmad is being held at Jakarta Police Headquarters and could be charged under Article 156 A of the Criminal Code on blasphemy, which carries a maximum penalty of five years in prison.
Separately in Bekasi, three al-Qiyadah followers gave themselves up to Bekasi Police on Thursday, saying they were afraid for their lives after the arrest of their leader.
The three, Ricky Septo Nugroho, Rahmat Hudiana and Rahman, said they joined the sect two years ago.
Bekasi Police chief Adj. Sr. Comr. Guntur Laope said he expected other al-Qiyadah members to give themselves up to the police as soon as possible in order to clarify their status. (dic/adt)
A coalition of NGOs and the National Commission on Human Rights expressed different opinions Thursday about the al-Qiyadah sect, which has been described as "misguided" and prohibited in Jakarta by the Provincial Prosecutor's Office and nationally by the Indonesia Ulema Council.
Uli Parulian Sihombing of the Coalition for Freedom of Religion said the provincial prosecutors and the police should stay neutral and facilitate an open dialog between the sect and Muslim organizations protesting against its existence.
"A gentlemen's agreement or a fair compromise" between the various religious organizations was expected to come as a result of the dialog, Uli said.
"The police can not just arrest the sect leaders and label the sect misguided just because a major Muslim organization tells them to do so," Uli told a press conference held at the Wahid Institute.
"It is not fair for any minority sect like al-Qiyadah to be singled out. At least give them a chance to defend themselves through dialog."
He said the Jakarta Prosecutor's Office had violated the 2005 Ratification of Civil and Political Rights Conventions Law by arresting sect members and banning the organization. The article honors the freedom to choose ones religion and beliefs.
The Jakarta Prosecutor's Office used a 1965 presidential decree that allows the office, on behalf of the government, to ban religious organizations that distort or misrepresent the teachings of existing religions.
An Attorney General Office's spokesman, Thomson Siagian, said that the central government planned to discuss whether it would declare al-Qiyadah a "misguided sect" nationally on Nov. 7.
Among those who agree with the sect's banning is chairman of the National Commission on Human Rights, Ifdal Kasim, who said the government should ban the sect as its beliefs disrupted the rights of others.
"The government should notice the fact that there are groups in the community who get irritated with the sect's way of spreading its teachings and therefore it is right that the government intervene immediately," he was quoted as saying by detik.com newsportal.
Al-Qiyadah al-Islamiyah was founded by Abdussalam, also known as Ahmad Moshaddeq, in 2000 in Gunung Sari, Bogor. Ahmad declared himself a new prophet, replacing Prophet Muhammad, on July 3.
Not only did he inaugurated himself as the new prophet, but he changed several religious teachings originating from Islam, such as the core creed, which acknowledges Muhammad as the final prophet, and the obligation to pray five times daily.
As many as 41,000 people across nine major cities in the country are believed to be members of the sect.
Ahmad is being held at Jakarta Police Headquarters and could be charged under Article 156 A of the Criminal Code on blasphemy, which carries a maximum penalty of five years in prison.
Separately in Bekasi, three al-Qiyadah followers gave themselves up to Bekasi Police on Thursday, saying they were afraid for their lives after the arrest of their leader.
The three, Ricky Septo Nugroho, Rahmat Hudiana and Rahman, said they joined the sect two years ago.
Bekasi Police chief Adj. Sr. Comr. Guntur Laope said he expected other al-Qiyadah members to give themselves up to the police as soon as possible in order to clarify their status. (dic/adt)
Penganut Ajaran Al Qiyadah Ramai-ramai Serahkan Diri
* Penyebar di Semarang Mahasiswa Kedokteran Undip
SM/ Yusuf Gunawan, Fahmi ZM SERAHKAN DIRI: Belasan pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah wilayah Solo dan sekitarnya yang menyerahkan diri dikawal petugas menuju ruang pemeriksaan Polwil Surakarta, Jumat (2/11). Di Mapolwiltabes Semarang (inset), 15 pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah datang minta perlindungan.(30)
SEMARANG - Para penganut aliran Al Qiyadah Al Islamiyah, baik pengurus maupun anggota biasa di berbagai kota di Jateng, ramai-ramai menyerahkan diri. Di Semarang, 23 penganut ajaran itu yang sebagian besar mahasiswa dan pelajar SLTA, mendatangi Mapolwiltabes Semarang dan Polres Semarang Selatan, Jumat (2/11) pagi.
Mereka datang secara berkelompok untuk meminta perlindungan. Bahkan, ada penganut di Semarang yang masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ekonomi Undip, serta Unnes.
Rencananya, hari ini seluruh pengikut ajaran sesat pimpinan Ahmad Mushaddeq itu akan dikumpulkan dan diberi pembinaan oleh MUI, Depag, Kejari, Kesbanglimas, dan kepolisian, di Mapolwiltabes Semarang.
Mereka adalah AHP (Unnes), MJ (FK Undip), DK, BSS, Ag K, AH, RKA, AS, WP, OSS (FE Undip), I, R, AM, YA, ZM, dan Se (diamankan Polwiltabes Semarang), serta AK, YA, MS, FP, HS, SS, RM, FA (diamankan di Polres Semarang Selatan). Usia mereka rata-rata antara 17 tahun hingga 23 tahun.
Dari ke-23 pengikut itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa daftar nama-nama pengikut Al Qiyadah di Semarang, tiga buku ajaran keyakinan aliran tersebut, yakni "Ruhul Qudus yang Turun Kepada Al Masih Al Muw'ud", "Ummah Perjanjian", dan "Tafsir Ta'wil Alquran".
Kasat Reskrim Polwiltabes Semarang AKBP Agus Rohmat SIK SH MHum, mengungkapkan, penanganan kasus ajaran sesat tersebut juga melibatkan Depag, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kejari Semarang.
Menurut AHP, ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah kali pertama masuk ke Semarang tahun 2000. Ketika itu, dia dikenalkan seseorang yang mengaku salah satu orang penting pemimpin ajaran tersebut di Yogyakarta. Dia dan MJ mendapat tugas menyebarkan ajaran itu ke kalangan mahasiswa dan pelajar karena dipandang lebih mudah untuk menyosialisasikan ajaran tersebut.
"Anggota Al Qiyadah di Semarang berjumlah 589 orang. Kami mengembangkan ajaran ini dengan diskusi dan belajar berkelompok," tutur AHP kepada polisi.
Digeledah
Polresta Semarang Selatan kemarin meminta keterangan delapan orang yang selama ini menjadi anggota Al Qiyadah. Kepada Kapolresta Semarang Selatan AKBP Drs Imran Yunus MH, kedelapan orang itu mengaku sudah tidak aktif lagi dalam pengajian di rumah Jl Kinibalu Timur No 65 Kelurahan Tandang, Tembalang.
Kemarin, sekitar pukul 09:00, dipimpin Kasat Reskrim AKP Khundori SH, sejumlah polisi menggelandang AK ke rumah Jl Kinibalu. Disaksikan Ketua RT 5 RW 3, Kusrin, dan sejumlah warga, polisi membongkar paksa pintu gerbang dan pintu utama rumah berlantai dua tersebut.
Polisi menggeledah isi rumah dan menyita setumpuk dokumen, dua handphone, sejumlah lembar ijazah, kitab suci, beberapa keping VCD, dan wireless yang biasa digunakan untuk berdakwah. Salah satu dokumen yang diamankan berisikan daftar perolehan nilai tes Qiyadah Buruj Jazirah.
Solo dan Slawi
Pengurus dan anggota Al Qiyadah yang ada di wilayah Surakarta, kemarin, juga menyerahkan diri ke Polwil Surakarta. Tujuh belas penganut aliran itu meminta perlindungan kepada aparat penegak hukum.
Menurut Kapolwil Kombes Pol Yotje Mende, sebelumnya mereka diancam atau diteror kelompok tertentu. Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Tegal. Lima orang yang diduga pengikut Al Qiyadah, kemarin, menyerahkan diri ke Mapolres Tegal.
Di Surabaya dan sekitarnya, 21 anggota jamaah Al Qiyadah juga diperiksa Direktorat Reskrim Polda Jatim, Jumat (2/11). Sebelum diperiksa, jamaah itu datang sendiri ke Mapolda.(H21,H40,D12,H23,H3,G11,G14-
SM/ Yusuf Gunawan, Fahmi ZM SERAHKAN DIRI: Belasan pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah wilayah Solo dan sekitarnya yang menyerahkan diri dikawal petugas menuju ruang pemeriksaan Polwil Surakarta, Jumat (2/11). Di Mapolwiltabes Semarang (inset), 15 pengikut Al Qiyadah Al Islamiyah datang minta perlindungan.(30)
SEMARANG - Para penganut aliran Al Qiyadah Al Islamiyah, baik pengurus maupun anggota biasa di berbagai kota di Jateng, ramai-ramai menyerahkan diri. Di Semarang, 23 penganut ajaran itu yang sebagian besar mahasiswa dan pelajar SLTA, mendatangi Mapolwiltabes Semarang dan Polres Semarang Selatan, Jumat (2/11) pagi.
Mereka datang secara berkelompok untuk meminta perlindungan. Bahkan, ada penganut di Semarang yang masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ekonomi Undip, serta Unnes.
Rencananya, hari ini seluruh pengikut ajaran sesat pimpinan Ahmad Mushaddeq itu akan dikumpulkan dan diberi pembinaan oleh MUI, Depag, Kejari, Kesbanglimas, dan kepolisian, di Mapolwiltabes Semarang.
Mereka adalah AHP (Unnes), MJ (FK Undip), DK, BSS, Ag K, AH, RKA, AS, WP, OSS (FE Undip), I, R, AM, YA, ZM, dan Se (diamankan Polwiltabes Semarang), serta AK, YA, MS, FP, HS, SS, RM, FA (diamankan di Polres Semarang Selatan). Usia mereka rata-rata antara 17 tahun hingga 23 tahun.
Dari ke-23 pengikut itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa daftar nama-nama pengikut Al Qiyadah di Semarang, tiga buku ajaran keyakinan aliran tersebut, yakni "Ruhul Qudus yang Turun Kepada Al Masih Al Muw'ud", "Ummah Perjanjian", dan "Tafsir Ta'wil Alquran".
Kasat Reskrim Polwiltabes Semarang AKBP Agus Rohmat SIK SH MHum, mengungkapkan, penanganan kasus ajaran sesat tersebut juga melibatkan Depag, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kejari Semarang.
Menurut AHP, ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah kali pertama masuk ke Semarang tahun 2000. Ketika itu, dia dikenalkan seseorang yang mengaku salah satu orang penting pemimpin ajaran tersebut di Yogyakarta. Dia dan MJ mendapat tugas menyebarkan ajaran itu ke kalangan mahasiswa dan pelajar karena dipandang lebih mudah untuk menyosialisasikan ajaran tersebut.
"Anggota Al Qiyadah di Semarang berjumlah 589 orang. Kami mengembangkan ajaran ini dengan diskusi dan belajar berkelompok," tutur AHP kepada polisi.
Digeledah
Polresta Semarang Selatan kemarin meminta keterangan delapan orang yang selama ini menjadi anggota Al Qiyadah. Kepada Kapolresta Semarang Selatan AKBP Drs Imran Yunus MH, kedelapan orang itu mengaku sudah tidak aktif lagi dalam pengajian di rumah Jl Kinibalu Timur No 65 Kelurahan Tandang, Tembalang.
Kemarin, sekitar pukul 09:00, dipimpin Kasat Reskrim AKP Khundori SH, sejumlah polisi menggelandang AK ke rumah Jl Kinibalu. Disaksikan Ketua RT 5 RW 3, Kusrin, dan sejumlah warga, polisi membongkar paksa pintu gerbang dan pintu utama rumah berlantai dua tersebut.
Polisi menggeledah isi rumah dan menyita setumpuk dokumen, dua handphone, sejumlah lembar ijazah, kitab suci, beberapa keping VCD, dan wireless yang biasa digunakan untuk berdakwah. Salah satu dokumen yang diamankan berisikan daftar perolehan nilai tes Qiyadah Buruj Jazirah.
Solo dan Slawi
Pengurus dan anggota Al Qiyadah yang ada di wilayah Surakarta, kemarin, juga menyerahkan diri ke Polwil Surakarta. Tujuh belas penganut aliran itu meminta perlindungan kepada aparat penegak hukum.
Menurut Kapolwil Kombes Pol Yotje Mende, sebelumnya mereka diancam atau diteror kelompok tertentu. Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Tegal. Lima orang yang diduga pengikut Al Qiyadah, kemarin, menyerahkan diri ke Mapolres Tegal.
Di Surabaya dan sekitarnya, 21 anggota jamaah Al Qiyadah juga diperiksa Direktorat Reskrim Polda Jatim, Jumat (2/11). Sebelum diperiksa, jamaah itu datang sendiri ke Mapolda.(H21,H40,D12,H23,H3,G11,G14-
Tuesday, October 30, 2007
LIA EDEN
Lia Aminuddin atau lebih dikenal sebagai Lia Eden (lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 21 Agustus 1947) adalah pemimpin kelompok kepercayaan bernama Kaum Eden yang kontroversial.
Ibunya bernama Zainab, dan bapaknya bernama Abdul Ghaffar Gustaman, seorang pedagang dan pengkhutbah Islam aliran Muhammadiyah.
Pada umur 19 tahun, Lia menikah dengan Aminuddin Day, seorang dosen di Universitas Indonesia dan dikaruniai empat orang anak.
Pada awalnya dia adalah seorang ibu rumah tangga yang menempuh pendidikan hanya sampai jenjang SMA dan sebelumnya mempunyai profesi sebagai perangkai bunga bahkan pernah mempunyai acara tampilan khusus mengenai merangkai bunga di TVRI.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Pengakuan bertemu dengan Malaikat Jibril
* 2 Pencetus agama baru
* 3 Sumber
* 4 Pranala luar
[sunting] Pengakuan bertemu dengan Malaikat Jibril
Menurut Lia, peristiwa ajaibnya yang pertama adalah sewaktu dia melihat sebuah bola bercahaya kuning berputar di udara dan lenyap sewaktu baru saja ada di atas kepalanya. Hal ini terjadi sewaktu dia sedang bersantai dengan kakak mertuanya di serambi rumahnya di Senen pada 1974.
Menurutnya lagi, peristiwa ajaib kedua yang telah megubah prinsip hidupnya berlaku pada malam 27 Oktober 1995 kala dia sedang sholat. Pada masa itu, dia telah merasakan kehadiran pemimpin rohaninya, Habib al-Huda yang mengaku dirinya sebagai Jibril pada waktu itu.
Setelah itu Lia Eden mengaku dia menerima bimbingan Malaikat Jibril secara terus menerus sejak 1997 hingga kini.
Selama dalam proses pembimbingan itu, ia mengatakan bahwa Malaikat Jibril menyucikan dan mendidik Lia Eden melalui ujian-ujian sehari-hari yang sangat berat, termasuk pengakuan-pengakuan kontroversial yang harus dinyatakannya kepada masyarakat atas perintah Jibril.
Proses penyucian itu menurut ia sangat berat dan tak pernah berhenti hingga kemudian Tuhan memberinya nama Lia Eden sebagai pengganti namanya yang lama.
Di dalam penyuciannya, ia mengatakan bawa Tuhan menyatakan Lia Eden sebagai pasangan Jibril sebagaimana ditulis di dalam kitab-kitab suci sebelumnya. Dan ia mengatakan bahwa dialah yang dinyatakan Tuhan sebagai sosok surgawi-Nya di dunia.
[sunting] Pencetus agama baru
Selain menganggap dirinya sebagai menyebarkan wahyu Tuhan dengan perantaraan Jibril, dia juga menganggap dirinya memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Dia juga telah mengarang lagu, syair dan juga buku sebanyak 232 halaman berjudul, "Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir" yang ditulis dalam waktu 29 hari.
Pada 1998, Lia menyebut dirinya Imam Mahdi yang muncul di dunia sebelum hari kiamat untuk membawa keamanan dan keadilan di dunia. Selain itu, dia juga memanggil dirinya Bunda Maria, ibu dari Yesus Kristus. Lia juga mengatakan bahwa anaknya, Ahmad Mukti, adalah Yesus Kristus.
Agama yang dibawa oleh Lia ini berhasil mendapat kurang lebih 100 penganut pada awal diajarkannya. Penganut agama ini terdiri dari para pakar budaya, golongan cendekiawan, artis musik, drama dan juga pelajar. Mereka semua dibaptis sebagai pengikut agama Salamullah. Karena Lia merupakan seorang penulis dan pendakwah yang handal, maka ia bisa meyakinkan orang mengenai kebenaran dakwahnya.
Pada bulan Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang perkumpulan Salamullah ini karena ajarannya dianggap telah menyelewengkan kebenaran mengenai ajaran Islam. Kumpulan ini lalu membalas balik dengan mengeluarkan "Undang-undang Jibril" (Gabriel's edict) yang mengutuk MUI karena menganggap MUI berlaku tidak adil dan telah menghakimi mereka dengan sewenang-wenang.
Kumpulan Salamullah ini juga terkenal karena serangannya terhadap kepercayaan masyarakat Jawa, mengenai mitos Nyi Roro Kidul yang didewakan sebagai Ratu Laut Selatan. Pada tahun 2000, agama Salamullah ini diresmikan oleh pengikut-pengikutnya sebagai sebuah agama baru. Agama Salamullah mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir tetapi juga mempercayai bahwa pembawa kepercayaan yang lain seperti Buddha Gautama, Yesus Kristus, dan Kwan Im, dewi pembawa rahmat yang disembah orang Tionghoa, akan muncul kembali di dunia.
Sejak 2003, kumpulan Salamullah ini memegang kepercayaan bahwa setiap agama adalah benar adanya. Kumpulan yang diketuai Lia Eden ini kini dikenal sebagai Kaum Eden.
Ibunya bernama Zainab, dan bapaknya bernama Abdul Ghaffar Gustaman, seorang pedagang dan pengkhutbah Islam aliran Muhammadiyah.
Pada umur 19 tahun, Lia menikah dengan Aminuddin Day, seorang dosen di Universitas Indonesia dan dikaruniai empat orang anak.
Pada awalnya dia adalah seorang ibu rumah tangga yang menempuh pendidikan hanya sampai jenjang SMA dan sebelumnya mempunyai profesi sebagai perangkai bunga bahkan pernah mempunyai acara tampilan khusus mengenai merangkai bunga di TVRI.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Pengakuan bertemu dengan Malaikat Jibril
* 2 Pencetus agama baru
* 3 Sumber
* 4 Pranala luar
[sunting] Pengakuan bertemu dengan Malaikat Jibril
Menurut Lia, peristiwa ajaibnya yang pertama adalah sewaktu dia melihat sebuah bola bercahaya kuning berputar di udara dan lenyap sewaktu baru saja ada di atas kepalanya. Hal ini terjadi sewaktu dia sedang bersantai dengan kakak mertuanya di serambi rumahnya di Senen pada 1974.
Menurutnya lagi, peristiwa ajaib kedua yang telah megubah prinsip hidupnya berlaku pada malam 27 Oktober 1995 kala dia sedang sholat. Pada masa itu, dia telah merasakan kehadiran pemimpin rohaninya, Habib al-Huda yang mengaku dirinya sebagai Jibril pada waktu itu.
Setelah itu Lia Eden mengaku dia menerima bimbingan Malaikat Jibril secara terus menerus sejak 1997 hingga kini.
Selama dalam proses pembimbingan itu, ia mengatakan bahwa Malaikat Jibril menyucikan dan mendidik Lia Eden melalui ujian-ujian sehari-hari yang sangat berat, termasuk pengakuan-pengakuan kontroversial yang harus dinyatakannya kepada masyarakat atas perintah Jibril.
Proses penyucian itu menurut ia sangat berat dan tak pernah berhenti hingga kemudian Tuhan memberinya nama Lia Eden sebagai pengganti namanya yang lama.
Di dalam penyuciannya, ia mengatakan bawa Tuhan menyatakan Lia Eden sebagai pasangan Jibril sebagaimana ditulis di dalam kitab-kitab suci sebelumnya. Dan ia mengatakan bahwa dialah yang dinyatakan Tuhan sebagai sosok surgawi-Nya di dunia.
[sunting] Pencetus agama baru
Selain menganggap dirinya sebagai menyebarkan wahyu Tuhan dengan perantaraan Jibril, dia juga menganggap dirinya memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Dia juga telah mengarang lagu, syair dan juga buku sebanyak 232 halaman berjudul, "Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir" yang ditulis dalam waktu 29 hari.
Pada 1998, Lia menyebut dirinya Imam Mahdi yang muncul di dunia sebelum hari kiamat untuk membawa keamanan dan keadilan di dunia. Selain itu, dia juga memanggil dirinya Bunda Maria, ibu dari Yesus Kristus. Lia juga mengatakan bahwa anaknya, Ahmad Mukti, adalah Yesus Kristus.
Agama yang dibawa oleh Lia ini berhasil mendapat kurang lebih 100 penganut pada awal diajarkannya. Penganut agama ini terdiri dari para pakar budaya, golongan cendekiawan, artis musik, drama dan juga pelajar. Mereka semua dibaptis sebagai pengikut agama Salamullah. Karena Lia merupakan seorang penulis dan pendakwah yang handal, maka ia bisa meyakinkan orang mengenai kebenaran dakwahnya.
Pada bulan Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang perkumpulan Salamullah ini karena ajarannya dianggap telah menyelewengkan kebenaran mengenai ajaran Islam. Kumpulan ini lalu membalas balik dengan mengeluarkan "Undang-undang Jibril" (Gabriel's edict) yang mengutuk MUI karena menganggap MUI berlaku tidak adil dan telah menghakimi mereka dengan sewenang-wenang.
Kumpulan Salamullah ini juga terkenal karena serangannya terhadap kepercayaan masyarakat Jawa, mengenai mitos Nyi Roro Kidul yang didewakan sebagai Ratu Laut Selatan. Pada tahun 2000, agama Salamullah ini diresmikan oleh pengikut-pengikutnya sebagai sebuah agama baru. Agama Salamullah mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir tetapi juga mempercayai bahwa pembawa kepercayaan yang lain seperti Buddha Gautama, Yesus Kristus, dan Kwan Im, dewi pembawa rahmat yang disembah orang Tionghoa, akan muncul kembali di dunia.
Sejak 2003, kumpulan Salamullah ini memegang kepercayaan bahwa setiap agama adalah benar adanya. Kumpulan yang diketuai Lia Eden ini kini dikenal sebagai Kaum Eden.
Kelompok Lia Eden Ancam Terjadinya Gempa
Lia Eden (GATRA/Edward Luhukay)Jakarta, 21 Juni 2006 15:28
Pengikut Lia Aminuddin alias Lia Eden, terdakwa kasus penodaan agama, mengancam akan kembali terjadi gempa bumi di Indonesia apabila ia tidak dibebaskan.
Ancaman tersebut disampaikan oleh para pengikut komunitas Tahta Suci Kerajaan Eden, kelompok spiritual yang dipimpin Lia, melalui spanduk yang bertuliskan "Jibril bebaskan Lia Eden atau gempa" yang diusung mereka di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu.
Pada sidang pekan sebelumnya, Lia juga pernah menyebarkan surat yang menyatakan bahwa bencana yang terjadi di Pulau Jawa seperti gempa Yogyakarta, Gunung Merapi, dan lumpur panas di Sidoarjo terjadi akibat persidangan atas dirinya.
Lia juga pernah mengatakan bahwa murka Tuhan akan turun karena persidangan terhadap dirinya terus berjalan, padahal ia telah menolak untuk disidangkan.
Agenda persidangan pada Rabu, seharusnya mendengarkan tuntutan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, karena JPU Edy Saputra mengatakan tuntutan belum siap, maka ketua majelis hakim Lief Sufidjullah menunda pembacaan tuntutan hingga Jumat, 23 Juni 2006.
Lia sendiri menolak untuk berkomentar ketika ditanya tentang ancamannya tersebut maupun tentang penundaan pembacaan tuntutannya.
Pada dakwaan primer, Lia dijerat pasal 156a KUHP jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dalam pasal tersebut disebutkan barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dapat dipidana maksimal lima tahun penjara.
Lia yang sempat terkenal sebagai perangkai bunga kering pada era 1980-an itu mengaku sebagai malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran baru.
Kegiatan komunitas tersebut berpusat di kediaman Lia di Jalan Mahoni 30, Bungur, Jakarta Pusat. Pada 28 Desember 2005, Lia dan 47 pengikutnya diangkut paksa oleh kepolisian Polda Metro Jaya karena penduduk sekitarnya protes dan merasa terganggu oleh kegiatan komunitas Eden.
Sejak saat itu, Lia meringkuk di tahanan Polda Metro Jaya dan kemudian dipindahkan ke Rutan khusus perempuan di Pondok Bambu, sedangkan para pengikutnya dibebaskan.
Selain mengaku sebagai Malaikat Jibril, Lia juga pernah mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi dan Bunda Maria. Lia bahkan mengatakan anaknya yang bernama Ahmad Mukti adalah Yesus Kristus.
Pada Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan karya-karya tulisan yang dihasilkan Lia sebagai produk aliran sesat karena menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. [TMA, Ant]
Pengikut Lia Aminuddin alias Lia Eden, terdakwa kasus penodaan agama, mengancam akan kembali terjadi gempa bumi di Indonesia apabila ia tidak dibebaskan.
Ancaman tersebut disampaikan oleh para pengikut komunitas Tahta Suci Kerajaan Eden, kelompok spiritual yang dipimpin Lia, melalui spanduk yang bertuliskan "Jibril bebaskan Lia Eden atau gempa" yang diusung mereka di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu.
Pada sidang pekan sebelumnya, Lia juga pernah menyebarkan surat yang menyatakan bahwa bencana yang terjadi di Pulau Jawa seperti gempa Yogyakarta, Gunung Merapi, dan lumpur panas di Sidoarjo terjadi akibat persidangan atas dirinya.
Lia juga pernah mengatakan bahwa murka Tuhan akan turun karena persidangan terhadap dirinya terus berjalan, padahal ia telah menolak untuk disidangkan.
Agenda persidangan pada Rabu, seharusnya mendengarkan tuntutan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, karena JPU Edy Saputra mengatakan tuntutan belum siap, maka ketua majelis hakim Lief Sufidjullah menunda pembacaan tuntutan hingga Jumat, 23 Juni 2006.
Lia sendiri menolak untuk berkomentar ketika ditanya tentang ancamannya tersebut maupun tentang penundaan pembacaan tuntutannya.
Pada dakwaan primer, Lia dijerat pasal 156a KUHP jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dalam pasal tersebut disebutkan barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dapat dipidana maksimal lima tahun penjara.
Lia yang sempat terkenal sebagai perangkai bunga kering pada era 1980-an itu mengaku sebagai malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran baru.
Kegiatan komunitas tersebut berpusat di kediaman Lia di Jalan Mahoni 30, Bungur, Jakarta Pusat. Pada 28 Desember 2005, Lia dan 47 pengikutnya diangkut paksa oleh kepolisian Polda Metro Jaya karena penduduk sekitarnya protes dan merasa terganggu oleh kegiatan komunitas Eden.
Sejak saat itu, Lia meringkuk di tahanan Polda Metro Jaya dan kemudian dipindahkan ke Rutan khusus perempuan di Pondok Bambu, sedangkan para pengikutnya dibebaskan.
Selain mengaku sebagai Malaikat Jibril, Lia juga pernah mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi dan Bunda Maria. Lia bahkan mengatakan anaknya yang bernama Ahmad Mukti adalah Yesus Kristus.
Pada Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan karya-karya tulisan yang dihasilkan Lia sebagai produk aliran sesat karena menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. [TMA, Ant]
Subscribe to:
Posts (Atom)