Sunday, November 4, 2007

Calon Kuat Berpotensi Diganjal

SUARA MERDEKA

Senin, 05 Nopember 2007


PURWOKERTO-Calon bupati yang kuat berpotensi diadang dan diganjal oleh calon serta partai lain yang tidak mengusung agar tak mendapat kendaraan politik. Caranya dengan membangun opini, memecah belah dukungan khususnya dari partai yang bersimpati, serta memotong akses untuk mendapat rekomendasi dari DPP partai yang akan mengusung.

''Itu dialami oleh Bambang Priyono (BP) yang akan maju dalam pemilihan bupati Banyumas 10 Februari 2008,'' kata Ari Junaedi SH MSi, Direktur Lembaga Kajian Pilkada dan Demokrasi di Indonesia AFEED. Ia mengemukakan hal itu dalam diskusi terbatas dengan kalangan media di RM Ciptarasa bertema ''Sosok Ideal Pemimpin Banyumas'', kemarin.

Pembicara lainnya Toto Sugito SSos MSi, dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed dan dimoderatori oleh Drs Eki Baihaki MSi. ''Ganjal-mengganjal itu biasa dalam proses politik. Sebab, calon potensial dianggap sebagai ancaman,'' kata mantan jurnalis itu.

Tim AFEED turun ke Banyumas untuk melakukan kajian, penelitian, menyerap informasi, dan berdialog dengan berbagai kalangan. Itu akan diperdalam dalam jajak pendapat Desember mendatang. Dari penyerapan yang dilakukan, dua calon bupati BP dan Singgih Wiranto (SW) dinilai akan bertarung seru. ''SW populer secara visual (gambar), BP populer secara realitas (dukungan). Mardjoko saya lihat belum berpotensi kuat menyaingi,'' jelasnya.

Menjual

Di jalan-jalan gambar SW dan pasangannya paling banyak, tetapi saat ia bertanya kepada tukang becak, pedagang, masyarakat umum, dan partai, nama BP paling banyak disebut. Khusus BP, yang paling menarik adalah calon wakil bupati (R-2) yang akan berpasangan dengannya. Rebutan deklarasi pasangannya menunjukkan nama BP ''menjual''.

Menurut dia, BP berpeluang paling besar memperoleh rekomendasi dari DPP PDI-P. Pasalnya, sudah lama disosialisasikan dan arus bawah kuat mendukung. Sebagai partai besar, PDI-P tak mungkin mengabaikan arus bawah. Apalagi pertarungan pilkada juga menentukan proses politik selanjutnya, yakni pemilu legislatif dan pemilihan presiden. ''Tidak mungkin BP meninggalkan kendaraan yang lebih besar (PDI-P), apalagi ia kader partai tersebut,'' tuturnya.

Ia menilai sikap politik yang diambil BP dengan mengambangkan keputusan merupakan bagian dari strategi. BP tengah melakukan kalkulasi kekuatan dukungan. ''Beberapa hari ke depan konstelasi politik akan berubah cepat. Apalagi kalau rekomendasi DPP PDI-P sudah turun,'' tandasnya.

Koalisi PDI-P dengan Partai Demokrat, kata dia, sulit terjadi. Fatsun politiknya sulit disatukan dan itu sudah dimulai dari pusat. Kalau sekarang ada tarik-ulur antara Partai Demokrat selaku pelopor koalisi bersama PPP dan PKS dengan PDI-P memperebutkan BP, itu gambaran realitas politik nasional yang menyebar ke daerah. (G22,in-27)

No comments: