Monday, September 17, 2007

Perspektif Historis Puasa

Oleh HM Muchoyyar HS



PUASA yang juga dikenal dengan sebutan ''siam atau saum'' berasal dari bahasa Arab. Secara lughowi, saum (puasa) berarti berpantang atau menahan diri dari sesuatu. Berpantang bicara atau tidak bicara dengan orang lain pun disebut puasa dalam pengertian kebahasaan.

Seperti kisah Mariam binti Imran yang terdapat dalam Alquran surat Maryam ayat 26. ''Maka katakanlah (hai Maryam) sesungguhnya aku telah bernadar puasa untuk Tuhan yang maha pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusia pun pada hari ini.''

Allah SWT mengisahkan Maryam dengan penuh keajaiban, yaitu Allah menciptakan daripadanya seorang putra tanpa seorang ayah. Kisah ini dimulai dengan kedatangan malaikat Jibril dalam bentuk seorang laki-laki yang rupawan untuk memberitahukan kepada Maryam bahwa ia akan melahirkan seorang putra tanpa ayah.

Anak laki-laki yang akan lahir itu akan menjadi manusia suci dari segala macam noda dan celaan serta akan menjadi seorang nabi. Maryam sangat kaget dan seluruh badannya lemas lunglai mendengar berita langit tersebut. Dengan penuh keheranan dia berkata, ''Bagaimana aku akan mendapat anak laki-laki walaupun tidak bersuami ataupun tidak mengadakan hubungan seksual dengan laki-laki.''

Karena demikian itu adalah kehendak Allah SWT dan itu adalah mudah bagi Allah. Lalu, Jibril meniupkan Nabi Isa AS ke dalam lengan baju Maryam sehingga dia mengandung, kemudian Maryam mengasingkan diri dengan kandungannya ke suatu tempat yang jauh menghindari tuduhan dan cemoohan dari orang-orang bani Israil.

Ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat yang berada di sebelah timur Baitul Magdis untuk mendapatkan ketenangan dalam beribadah kepada Tuhannya. Maka, inilah sebabnya kaum Nasrani menjadikan tempat kelahiran Isa AS sebagai kiblat mereka. Jika kamu (Maryam) melihat manusia dan menanyakan tentang persoalanmu dan anakmu, maka isyaratkanlah kepada mereka bahwa engkau ''Maryam'' bernadar atas nama Tuhan untuk berpuasa, tidak akan berbicara kepada orang lain, dan tanyakanlah hal itu kepada bayi yang baru lahir untuk berbicara atas namaku dan menerangkan kejadian yang sebenarnya''. (Alquran Maryam: 26).

Puasa adalah salah satu bentuk ibadah dalam Islam, yang berarti menahan diri dari segala sahwat perut serta farji (kemaluan) dan dari segala sesuatu yang masuk dalam kerongkongan baik makanan, minuman, obat-obatan, dan semacamnya pada waktu tertentu, yang dilakukan oleh orang muslim berakal secara ikhlas dan penuh keyakinan.

Ramadan adalah bulan ke-9 dari tahun Hijriah. Menurut pengertian bahasa, Ramadan berarti amat panas. Nama ini diberikan oleh orang Arab pada bulan ke-9 karena pada bulan tersebut padang pasir sangat panas oleh terik matahari. Maka, bulan tersebut diberi nama dengan Ramadan dan diwajibkan puasa pada bulan itu (bulan puasa Ramadan).

Ibadah puasa terdapat hampir di seluruh agama baik agama samawi ataupun agama bumi (agama budaya). Karena itu ibadah puasa sudah dikenal oleh umat-umat agama terdahulu dan juga diketahui di kalangan orang-orang agama budaya dahulu kala (lihat Alquran Al Baqarah ayat 193).

Sejarah agama-agama di dunia telah membuktikan kebenaran firman Allah tersebut. Dari bukti sejarah ini tampaklah bahwa usia puasa telah begitu lanjut, hampir seusia dengan umat manusia. Dalam ensiklopedia berita nikah disebutkan, hanya agama konghucu sajalah yang tidak mengenal aturan puasa.

Sedangkan pada agama zaratusra yang sering disebut tidak mengenal aturan puasa, tercantum pula suruhan kepada para pendetanya untuk melakukan puasa paling tidak lima tahun sekali. Di agama nasrani, walaupun kini dianggap tidak terlalu begitu penting melakukan ibadah puasa, tercatat bahwa Yesus Kristus bukan saja menjalankan puasa 40 hari tapi juga berpuasa pada hari penebusan.

Disamping itu, Yesus Kristus memerintah kepada anak muridnya (hawariun) untuk berpuasa (lihat Injil Matius 6: 16/16). Di agama Yahudi kewajiban puasa tercantum jelas dalam kitab Taurad yang dikenal dengan puasa as sura (hari ke-10 dari bulan ke-7).

Aturan puasa adalah aturan Ilahiyah yang bersifat universal bukan rekayasa Nabi Muhammad SAW dan telah dilaksanakan oleh berbagai bangsa dan umat sejak dahulu kala. Yang membedakannya hanyalah pada segi tekanan bentuk dan motif pelaksanaannya.

Pada umumnya puasa dalam agama-agama terdahulu dilakukan sebagai tanda berkabung, mendapat musibah, kemalangan dan duka cita. Karena itu, mereka berpuasa pada saat menerima musibah tersebut. Hal itu tampak misalnya di agama Yahudi, dimana Nabi Daud AS menjalankan puasa 7 hari pada waktu putranya yang masih sakit (Kitab Sumuel II, 12: 16, 8) dan juga disebut dalam kitab Sumuel I: 31-13, melaksanakan puasa dalam acara berkabung.

Nabi Musa melaksanakan puasa selama 40 hari sebagai persiapan untuk menerima wahyu di bukit Turisina Mesir. Juga pernyataan Yesus Kristus yang menyatakan bahwa murid-murid beliau akan selalu atau kerap kali melakukan puasa setelah beliau wafat (Matius 5: 33-35).

Islam membawa ajaran atau konsep baru tentang puasa. Puasa bukan pertanda duka cita, kemalangan dan berkabung atau bukan pula bentuk pereda kemurkaan Tuhan serta berharap kasih sayangnya. Puasa dalam Islam mempunyai makna yang mulia dan nilai yang tinggi khususnya puasa Ramadan. Puasa ini sekali sebulan penuh dalam setahun. Tidak pandang bulu apakah orang itu dalam berkabung atau Tuhan sedang memberikan cobaan dan tidak pandang kaya atau miskin atau berpangkat. Semua hamba Allah yang beriman wajib melaksanakan puasa Ramadan.

Puasa dijalankan sebagai suatu ibadah kepada Allah untuk mencapai derajat Muttaqin (rohani yang tinggi dan berkualitas). Puasa dalam Islam merupakan arena dan metoda untuk melatih disiplin tingkat tinggi bagi jasmani, rohani, dan akhlak manusia. Akhirnya, manusia akan menjadi makhluk yang terbaik berkualitas, penuh amanah, dan rasa tanggung jawab serta sabar dalam menghadapi problema di dunia ini. (46)

- Prof Dr HM Muchoyyar HS MA, dosen IAIN Walisongo Semarang

No comments: