Tuesday, September 25, 2007

Pendidikan Tanggung Jawab Bersama


"

Advertisement
Menu Utama arrow Pendidikan di Indonesia arrow Opini arrow Pendidikan Tanggung Jawab Bersama

Friday, 05 May 2006

Jakarta (Media Indonesia: 05/05/06) Berbagai bentuk kegiatan dilakukan dalam memeriahkan Hari Pendidikan Nasional, baik oleh sekolah, lembaga swadaya masyarakat peduli pendidikan, maupun instansi pendidikan formal dan nonformal. Momentum tersebut, sekaligus bisa kita jadikan sebagai refleksi untuk memperbincangkan kembali fenomena pendidikan di Indonesia, terutama dari sisi sistem penyelenggaraan pendidikan, mutu dan kualitas pendidikan, anggaran, kesejahteraan guru dan lain-lain.

Pendidikan memiliki peranan penting dalam menjaga keberlangsungan pembangunan di Indonesia, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.

Persoalan pendidikan yang sering muncul di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah belum adanya pemahaman secara komprehensif yang kemudian diikuti dengan langkah-langkah yang berkesinambungan yang berkaitan dengan peran pendidikan.

Sebagaimana telah sama-sama dimaklumi bahwa peran pendidikan (formal) tidak sebatas memberikan pengetahuan dan keahlian kepada tiap individu untuk dapat bekerja sebagai agen perubahan ekonomi yang baik bagi masyarakat.

Pendidikan juga menanamkan tata nilai yang serbaluhur atau akhlak mulia, norma-norma, cita-cita, tingkah laku dan aspirasi, selalu berkaitan--baik secara langsung maupun tidak langsung--dengan kepentingan pembangunan bangsa yang bersangkutan, khususnya pembangunan SDM.
Melihat urgensi dan kompleksnya pendidikan tersebut, maka maju mundurnya pendidikan tidak bisa hanya diletakkan pada pundak pemerintah semata.

Semua stake holders pendidikan, baik dari sisi software (kurikulum dan sistem pendidikan) maupun hardware-nya (peserta didik, guru, orang tua, pemerintah, lingkungan, infrastruktur pendidikan, keluarga dan lain-lain) harus turut andil dalam proses keberlangsungan pendidikan.

Dari sisi software, upaya untuk mengakomodasikan kurikulum pendidikan yang berbasis lokal telah dicoba oleh pemerintah, kurang lebih telah diterapkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini dilakukan dengan mengakomodasi aspek budaya yang menjadi identitas kultural dan indigenous people-nya dalam kurikulum pendidikan.

Diundangkannya UU Sisdiknas menjadi instrumen penting dalam paradigma baru sistem pendidikan nasional, baik dari sisi penyelenggaraan maupun tenaga pendidik. UU Sisdiknas dengan tegas telah mengamanatkan bahwa paradigma baru pendidikan nasional antara lain bahwa tujuan dasar pendidikan tidak lagi sebatas mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga terselenggaranya pendidikan secara demokratis yang menempatkan peran serta masyarakat dalam proses pendidikan di Indonesia.

Dengan demikian, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Berbagai peran dari stake holder pendidikan antara lain adalah, pertama, peserta didik. Peserta didik sering disebut sebagai objek dari pendidikan. Dalam konteks pendidikan kategorisasi murid lebih didasarkan pada usia. Artinya, pengelompokan anak didik menurut umur yang didasarkan pada tiga premis, yaitu anak hadir di sekolah, anak belajar di sekolah, dan anak diajar di sekolah.

Ketiga premis inilah yang kemudian menjadi basis dalam sistem pengajaran. Keaktifan dan kreativitas anak didik di sini amat dituntut mampu berprestasi dengan kompetensi yang dimilikinya.

Meskipun demikian, dalam pengelompokan tersebut, heterogenitas tetap tidak bisa dinafikan, sehingga pluralitas tetap menjadi prinsip utama dalam pengelompokan, baik pluralitas yang berdasarkan pada agama, suku, etnik, kemampuan ekonomi maupun latar belakang keluarga. Hal inilah yang akan menjadi nilai lebih sekaligus pertaruhan dari kualitas pendidikan itu sendiri.

Kedua, guru. Peran serta guru tidak bisa dilepaskan dari upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Termasuk dalam proses pembelajaran di sekolah, sosok guru adalah sebagai sosok moralis--penganti orang tua--dan guru sebagai ahli terapi khususnya untuk membantu atau membimbing peserta didik untuk menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi sesuai perkembangan anak didik.

Mengingat kompleks dan beratnya peran guru, maka memberikan jaminan kesejahteraan dan kebebasan berimprovisasi dalam pendekatan pengajaran menjadi amat mutlak. Untuk itulah, keberadaan UU Guru dan Dosen menjadi bagian integral dari upaya pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, melalui pengakuan atas eksistensi guru selaku tenaga pendidik.

Ketentuan mengenai sertifikasi dan kompetensi guru selaku tenaga pendidik, membawa implikasi adanya tanggung jawab negara (baca, pemerintah) untuk meningkatkan kesejahteraan guru.

Demikian halnya dengan pengangkatan guru honorer yang tetap harus diperjuangkan oleh pemerintah dan DPR. Ketiga, orang tua dan keluarga. Tidak semua waktu anak didik dihabiskan di sekolah, bahkan keberadaannya di sekolah adalah sebagian kecil dari seluruh waktu yang dimilikinya, maka peranan orang tua menjadi penting, khususnya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dan perilaku anak di luar sekolah.

Dalam lingkungan keluarga inilah anak belajar berbicara, berpikir, merasakan, mencinta, bermain, menghormati, berperilaku dan berakhlak termasuk penyembuhan diri, tanpa campur tangan guru. Bahkan agama menempatkan orang tua sebagai penanggung jawab pertama dan utama pendidikan anak.

Keempat, masyarakat. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, bahwa terselenggaranya pendidikan harus dilakukan secara demokratis dengan menempatkan peran serta masyarakat dalam semua proses pendidikan. Peran serta masyarakat ini dapat diwujudkan dengan upaya pengawasan, penciptaan suasana yang kondusif bagi pendidikan, serta menghadirkan keteraturan sosial di masyarakat dengan memberikan ruang bagi anak didik untuk belajar atas apa yang dilihat dan dirasakannya dalam berinteraksi sosial di masyarakat.

Masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi langsung memberikan pemikiran tentang bagaimana seharusnya dan ke mana anak didik akan dibawa (sistem). Bagaimana melaksanakan sistem yang telah dibangun itu agar efektif dan menjawab kebutuhan pembangunan. Juga masyarakat berkontribusi dalam mewujudkan berbagai sarana dan prasarana yang diperlukan.
Kelima, pemerintah.

Selaku institusi yang bertanggung jawab terhadap regulasi, pemerintah harus mampu menjamin keberlangsungan pendidikan dalam kesinambungan peran dan sinergi dengan peran tiap-tiap stake holder pendidikan. Peran regulasi ini hendaknya diwujudkan antara lain dengan menyelesaikan tugas penyusunan berbagai peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No 20/2003 tentang Sisdiknas dan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Regulasi-regulasi tersebut hadir sebagai payung hukum sekaligus jaminan atas penyelenggaraan pendidikan, dengan tidak mengesampingkan aspek pluralisme, daerah rawan konflik serta potensi antardaerah yang berbeda. Dalam proses inilah, pemetaan potensi, permasalahan, dan basis-basis tradisi dari pendidikan menjadi kata kunci dalam setiap regulasi yang akan dikeluarkan.

Konsekuensi dari peran tersebut, pemerintah harus merealisasi anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi yang menetapkan besaran anggaran 20% dari APBN dan APBD tidak termasuk gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan (UU Sisdiknas). Dalam kesinambungan peran dari semua stake horder yang didasari berbagai aturan yang disusun, maka harapan untuk menemukan hakikat pembangunan SDM--mutu, kualitas, dan akhlak mulia kemungkinan besar akan lebih mudah untuk dicapai.

Karena bagaimanapun, pendidikan sekarang tidak bisa lagi kembali kepada bentuk-bentuk kegiatan belajar-mengajar tradisional masa lalu. Masyarakat tradisional lebih menyerupai serangkaian lingkaran konsentris struktur makna. Sedangkan manusia modern, harus tetap belajar bagaimana menemukan makna dan hakikat insaninya dalam banyak struktur makna dengan beragam peran.

Dalam esensi itulah, pendidikan menempati ruang yang amat penting bagi proses pembangunan di berbagai bidang. Kita mencatat laporan PBB tahun 1997 (Report on The World Social Situation 1997) yang menyebutkan, pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial maupun ekonomi. Semoga.

Oleh: Ahmad Darodji, anggota Komisi X DPR RI


No comments: