Senin, 01 Oktober 2007 | NASIONAL |
JAKARTA - (SM)Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fachry Ali menyatakan, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dinilai lebih cocok menjadi calon presiden (capres), bahkan lebih memiliki peluang pada Pilpres 2009 mendatang. "Kalau capres masih belum. Sebab hipotesis saya tokoh muda pasnya jadi cawapres," ujar Fachry di Jakarta kemarin. Dia mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan Din Syamsuddin di Surabaya yang mengatakan siap jika ada partai yang mencalonkan dirinya untuk menjadi capres atau cawapres. Meski menyatakan siap, Ketua PP Muhammadiyah itu mengingatkan keputusan untuk maju dalam Pilpres 2009 ini harus sudah mendapatkan ijin dari pengurus pusat maupun daerah Muhammadiyah seluruh Indonesia. "Terserah Muhammdiyah. Saya ini committed kepada Muhammadiyah untuk menjadi ketua hingga 2010," katanya. Dikatakan, apabila pimpinan Muhammadiyah tidak setuju, maka dirinya taat. "Tapi apabila semua pimpinan Muhammadiyah bilang setuju, maka dirinya akan mengukur diri," kata Din di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Sabtu (29/9/2007) lalu. Menurut Din, yang akan diukur bukan bisa atau tidak bisa, bukan soal kualitas pribadi. "Rasa-rasanya sih, bisa jadi presiden atau wakil presiden." Tapi, lanjutnya, hal yang akan diukur adalah peluang bisa menang atau tidak. Dirinya tidak mau bertarung dalam Pilpres 2009 tapi kemudian kalah. "Saya tidak mau tim sukses saya kemudian menjadi tim kalah." Inflasi Menanggapi hal itu, Fachry mengatakan, saat ini ada inflasi tokoh muda yang punya kapasitas untuk menjadi cawapres. Kehadiran Din, Hidayat Nurwahid, Jimly Asshiddiqie, dan yang lain akan menutupi hal itu. Dikatakan, agar pencalonan Din Syamsuddin sukses maka perlu didukung oleh partai besar. Apalagi selama ini yang bersangkutan juga disebut-sebut dilirik oleh PDI-P untuk dijadikan cawapres. "Jika Din dijadikan cawapres dari partai di luar, maka PAN akan kena implikasinya." Lebih lanjut Fachry mengatakan, jika ingin sukses, Din dan pasangannya harus meniru duet Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla, yang merupakan model ideal. Di sini siapa yang akan berpasangan dengannya sangat penting. "Sebab dalam pemilihan seperti ini ketokohan pribadi yang penting, lalu pasangan, baru partainya."(di-49) |
No comments:
Post a Comment