Dalam tulisan sebelumnya, saya menjelaskan bahwa menulis dapat memberikan kekayaan materi.. Nah sekarang kita bahas sebuah kekayaan yang tidak terhitung nilainya. Ini yang saya sebut dengan berkah menulis.
Kita hidup di dunia ini sangat singkat. JIka kita memakai standar usia nabi Muhammad Saw., maka umur kita hanya 63 tahun. Kalau kita bagi hidup kita menjadi tiga bagian: 20 tahun pertama untuk konsentrasi belajar atau menuntut ilmu, 20 tahun kedua untuk mengamalkan ilmu dengan berkarya dan berkeluarga, maka hanya 20 tahun untuk berbagi kepada masyarakat. Berarti betapa singkatnya hidup kita untuk berbuat baik kepada manusia?
Namun ternyata berkah hidup kita tidak terukur dari seberapa panjang usia kita, melainkan apa dan mengapa kita melakukan sesuatu. Meskipun umur kita pendek, jika kita beramal sholeh dan semata-mata karena Allah swt. hanya 6 hari, maka itu jauh lebih baik dari 60 tahun tapi selalu maksiat.
Sekali lagi, ukuran keberkahan hidup kita, bukan dari limit waktu yang ada, tapi sejauhmana kita mengisi waktu yang ada untuk memberikan yang terbaik bagi makhluk Allah Swt... Bisa jadi, dari segi usia seorang hampir 90 tahun, namun dari segi amaliah lebih berbobot orang lain yang berusia 30 tahun. Mengapa demikian?
Sebab orang pertama, berbuat hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan, yang kedua, selain untuk dirinya sendiri, juga bermanfaat bagi orang yang lain. Dan salah satu cara meraih keberkahan hidup adalah menulis. Sebab, dengan tulisan, kita bisa berbagi dengan banyak orang, sehingga kita menjadi buah tutur yang baik generasi selanjutnya.
Ingin menjadi buah tutur yang baik, jauh berbeda dengan ingin dipuji. Ingin menjadi buah tutur yang baik, berusaha semaksimal mungkin berbuat baik dan berharap agar orang lain terinspirasi untuk berbuat baik pula. Sedangkan ingin dipuji manusia, lebih kepada kepuasan nafsu dan tidak ada niat mengajak orang lain berbuat baik, melainkan hanya ingin dikatakan sebagai orang baik.
Oleh sebab itu, dalam Al-Quran permohonan menjadi buah tutur yang baik disebutkan setelah menjadi "ahli hikmah" dan menjadi "orang sholeh". Sebab, ahli hikmah dan orang sholeh, tidak mau berbuat riya dan sum'ah, melainkan mereka ingin orang lain mengambil pelajaran dari hidupnya. Ini terungkap dari permohonan nabi Ibrahim as., berikut ini:
“Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukan aku dalam golongan orang sholeh, dan jadikan aku buah tutur yang baik bagi generasi yang datang kemudian” (Qs. Asy-Syu’ara [26]: 83-84)
Sedikit saya bercerita, sewaktu saya mengetahui bahwa buku saya Quranic Quotient: Menggali & Melejitkan Potensi Diri Melalui Al-Quran terjual 3000 eksemplar, yang terbetik dalam benak saya, bukan royalti. Malahan dalam hati saya bertanya, “Seberapa banyak orang yang mendapat hidayah ketika membaca buku saya?” Kalau buku saya telah terjual sebanyak 3000 eksemplar, berarti ada 3000 orang yang membeli. Dan setiap pembeli memiliki ortu dan dua orang adik, dan mereka membaca semua, berarti yang telah membaca karya saya tersebut, 5 orang kali 3000 eksemplar, berarti sebanyak 15.000 orang.
Dan ternyata yang merasa terketuk hatinya untuk membaca Al-Quran setelah buku saya itu ada 10%, maka ada 1500 orang. Dan menurut keterangan Nabi, bahwa jika kita mengajak orang lain berbuat baik, maka kita akan mendapatkan pahala seperti yang diterima oleh orang lain itu, tanpa mengurangi pahala mereka. Kita ambil contoh, masing-masing mereka membaca Al-Quran khatam satu kali. Berarti kita mendapatkan pahala membaca Al-Quran 1500 kali. Nah, kalau saya baca sendiri Al-Quran, berapa lama waktu yang harus saya pergunakan untuk mengkhatam Al-Quran 1500 kali?
Sebagai penulis Quranic Quotient, saya sangat bahagia, ketika membaca e-mail atau SMS dari pembaca yang bercerita bahwa buku saya telah merubah hidup mereka, dari yang tidak mau membaca Al-Quran, akhirnya rajin membaca, mempelajari, dan berusaha mengamalkan isi Al-Quran.
Itu baru dari segi nilai ukhrawinya. Lantas, manakala dari 1500 orang itu tetap mengingat dan mengenang kita, meskipun kita telah meninggal; kita menjadi buah tutur yang baik bagi generasi kemudian, bukankah ini adalah sebuah berkah?
Nah, jika Anda menginginkan seperti permintaan nabi Ibrahim as., menjadi buah tutur yang baik bagi generasi kemudian, maka cepat-cepatlah menulis, sebelum kematian menjemput Anda!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment