Tuesday, February 3, 2009

Ghazwul Fikri

Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan sesuatu
kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya
ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, "Saya punya
permainan...

Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada
penghapus.Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur.!", jika saya
angkat penghapus ini, maka berserulah "Penghapus!"

Murid munidnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian
mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata,

"Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah
"Penghapusl" ,
jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!".

Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tantu saja munid-munid kerepotan dan
kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa
beradaptasi dan tidak lagi sulit. Selang beberapa saat, permainan berhentL
Sang guru tersenyum kepada murid-munidnya.

"Anak-anak, begituah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathi!
itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh musuh
kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dan
yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sulit
bagi kita menenima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan
cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat pun kalian terbiasa dengan
hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah
berhenti membalik nilai".

"Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, zina tidak lagi jadi persoalan,
pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu
hiburan, berjilbab tapi telanjang jadi mode, materialistis dan permisive
kini menjadi suatu gaya hidup pilihan,dan lain lain."

"Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadani, kallan sedikit demi sedikit
menerimanya. Paham?" tanya thu Guru kepada murid-munidnya. "Paham buu..."

"Baik permainan kedua..."

Begitu Bu Guru melanjutkan. "Bu Guru punya Quran, Ibu letakkan di tengah
karpet. Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah,
bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa menginjak
karpet?"

Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan
lain-lain. Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya,
dan ambil Qur'annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet.

"Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. . Musuh-musuh islam
tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan. .. Karena tentu
kalian akan menolaknya mentah-mentah. Preman pun tak akan rela kalau Islam
dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan
dari pinggir, sehingga
kalian tidak sadar."

"Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah
pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah
yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau
membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan
dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan
dulu, lemari disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan" .

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam
terang-terangan, tapi I a akan perlahan-lahan mencopot kalian. Mulai dan
perangai kalian, cara hidup kalian, mode! pakaian kalian, dan lain-lain,
sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam
dan mengikuti cara yg mereka... Dan itulah yang mereka inginkan."

"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikni (Perang Pemikiran). Dan inilah yang
dijalankan oleh musuh musuh kalian... Paham ànak-anak?" "Paham buu'

"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu?"
tanya mereka.

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib,
Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi."

"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar,
akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan
bangkit serentak, baru mereka akan sadar."

Paham anak-anak?" "Paham Buu.."

"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan marl kita berdoa
dahulu sebelum pulang..."

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat
belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

No comments: