PERGI ke sekolah bagi remaja merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sayang, kenyataannya banyak remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos.
Perilaku yang dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam, tetapi mereka tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja mulai tingkat pendidikan SMP.
Salah satu penyebabnya terkait dengan masalah kenakalan remaja secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku yang tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku membolos tersebut.
Karena berbagai sebab
Faktor pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja ini dapat dikelompokkan menjadi 3, faktor sekolah, personal, serta keluarga. Faktor sekolah yang berisiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
Sedangkan faktor keluarga meliputi pola asuh orang tua atau kurangnya partisipasi orang tua dalam pendidikan anak (Kearney, 2001). Ketiga faktor tersebut dapat muncul secara terpisah atau berkaitan satu sama lain. Pemahaman terhadap sumber penyebab utama sangat penting untuk mengatasi masalah ini.
Sekolah penyebab
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya.
Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba-coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi-sangsi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas-tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa-siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi.
Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Wednesday, February 18, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Salam,
P. Johar, sy bermaksud meneliti hubungan pengajaran guru & fasilitas sekolah mempengaruhi siswa SMK membolos Nah selagi browse tinjauan pustaka, saya nemu artikel yg menarik ini. Mohon ijin meng-copy untuk dibaca di rumah :)
Trims..
faktornya kurang 1 lagi pak. yaitu semacam ancaman dari guru yang memberatkan siswa hanya karena membolos sekali, sehingga siswa tersebut menghindarinya dengan cara melanjutkan aksi bolosnya tsb...
kebetulan saya siswa yang suka membolos sampai berminggu-minggu, terima kasih...
ada 3 hal yang sudah kami perbaiki tapi masih saja ada anak yang suka membolos dengan alasan :ayah saya pengusaha dan sekolahnya aja ga sampe smp,tapi bisa kaya.Susah juga ya komponen yang demikian di atasi.bagaimana kalo kita kerja sama membuat rambu-rambu agar siswa mulai betah di sekolah,mau kan demi kebaikan anak-anak didik kita.
ijin copas pak djohar, tks
Post a Comment