Sunday, November 23, 2008

OTOKRITIK GERAKAN DAKWAH MUHAMMADIYAH

Posted on March 15th, 2008 in 02 Sajian Utama by redaksi
Sejak mula berdirinya, Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi dakwah. Dalam statuta awal berdirinya, tujuan Muhammadiyah juga ditegaskan untuk menyebarluaskan agama Islam di seluruh tanah air. Anak panah-anak panah Muhammadiyah telah banyak disebarkan untuk mewartakan kebenaran Islam yang sejati, kebenaran Islam yang belum tercemar dengan kepentingan pragmatis para elitnya. Dengan demikian, kebenaran Islam itu dapat diwartakan dengan bahasa yang jernih, baik, dan indah serta mudah mempesona pendengarnya.
Visi ke depan berjangka panjang yang dimiliki para pimpinan
generasi awal serta kesediaan mereka membuka diri secara
cerdas pada perkembangan peradaban dunia menjadikan Muhammadiyah lebih dikenal sebagai organisasi dakwah Islam yang berkemajuan. Kreativitas dakwahnya cukup tinggi, kemampuannya menyerap kebutuhan dasar umat ditambah kemampuannya untuk merumuskan dalam strategi dakwah pun juga sangat tinggi. Inilah yang menyebabkan, pada periode awal banyak kalangan berbondong-bondong ingin belajar Islam pada Muhammadiyah, kemudian mereka menjadi kader Persyarikatan yang tangguh.
Salah satu ciri Islam berkemajuan yang dilekatkan kepada Muhammadiyah adalah sangat menghargai dunia keilmuan. Semua warga Muhammadiyah didorong untuk mencari ilmu setinggi mungkin untuk menghindari taklid dan pembodohan. Para da’i Muhammadiyah dikenal sangat senang berdialog dengan semua kalangan. Tokoh Kristen, Katolik, Ahmadiyah, Abangan, bahkan, tokoh komunis semua diajak berdialog untuk mendapatkan pengetahuan tambahan. Dengan penuh percaya diri para da’i itu bisa berkomunikasi secara santun membicarakan tema-tema kehidupan yang berbobot dan ilmiah.
Menurut penelitian A. Munir Mulkhan, kongres-kongres resmi Muhammadiyah dulu sering menghadirkan tokoh-tokoh multi aliran untuk memberikan ceramah. Perbedaan bukan merupakan hambatan bagi Muhammadiyah untuk terus membuka diri dan menimba ilmu dari kelompok lain. Rumah sakit Muhammadiyah di Surabaya juga dibantu oleh para dokter Eropa beragama Kristen dan juga disumbang harta oleh para penganut agama lain.
Masalahnya, saat ini dakwah Muhammadiyah dapat dikatakan sedang berada di persimpangan jalan. Para da’inya lebih suka berdakwah di dalam komunitas sendiri bahkan banyak yang disindir sebagai ‘ahli hujat wa fitnah’ tanpa tabayyun. Suka menista dan menyebarkan kabar buruk teman seperjuangan tanpa dirunut dulu kesahihannya. Di samping itu, mereka juga banyak yang tidak mau lagi mendengar dari banyak sumber, mereka hanya mau mendengar dari satu sumber. Kemudian dengan mudah mereka menyimpulkan bahwa kelompok manusia itu terbagi minhum dan minna. Para da’i kita banyak yang kekurangan ilmu dan kurang terbuka terhadap perkembangan, juga ditengarai banyak yang kurang pergaulan dengan kalangan yang luas.
Salah satu materi Kolokium Nasional Pemikiran Islam yang diadakan Al-Maun Institute dan Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Universitas Muhammadiyah Malang di Kampus III Universitas Muhammadiyah Malang 11-13 Pebruari 2008 yang lalu juga membahas permasalahan dakwah Muhammadiyah tersebut.
Dalam sambutannya Rektor UMM, DR. Muhadjir Effendy menyatakan kalau kesediaan UMM menggelar acara Kolokium itu adalah sebagai bukti bahwa UMM itu sangat dekat dengan dunia keilmuan, mau mendengar aspirasi tentang Muhammadiyah dari yang paling ujung ke ujung. Kekayaan ilmu, aspirasi, sejarah dan pengalaman praktis dari berbagai arah itu diharapkan dapat mendewasakan para da’i dalam berdakwah.l
Bahan: Ies, tof. Tulisan: isma

MASIH ADAKAH KAUM MUDA NON-POLITIK?

Posted on March 15th, 2008 in 01 Tajuk Rencana by redaksi
Kenapa anak-anak muda saat ini kian tertarik dan bergairah untuk menjadi politisi dan mendirikan partai politik? Tentu saja jawaban idealnya ingin memperjuangkan nasib rakyat dan mengubah keadaan melalui jalur kekuasaan. Demikian bersemangat menempuh perjuangan melalui jalur kekuasaan itu, hingga cenderung mengecilkan perjuangan mereka yang bergerak di ranah dakwah kemasyarakatan. Malahan lebih bergairah lagi hingga menggambarkan posisi sebagai politisi dan perjuangan melalui jalur politik sebagai segala-galanya sambil melukiskan mereka yang sekadar melalui jalur organisasi kemasyarakatan seolah kelas dua dan tidak signifikan untuk perjuangan umat dan bangsa.
Selain gerak mobilitas ke atas, dunia politik juga menjanjikan daya pikat materi yang cepat dan besar. Jika, melalui jalur lain seperti guru, dosen, pegawai, dan sejenisnya raihan materi itu penuh perjuangan tinggi dan relatif kecil. Namun, melalui politik justru laksana jalan tol dan fantastis. Jadi, sangat logis jika kaum muda menjadi bergairah untuk masuk ke ranah politik. Mobilitas yang demikian tentu saja wajar adanya. Harapan kita bagaimana jalur tol yang penuh jaminan itu sepadan dengan tanggungjawabnya untuk memperjuangkan nasib rakyat, mengurus negara dengan benar, dan sebesar-besarnya untuk memajukan bangsa.
Bagi kader politik Muhammadiyah juga dapat memperjuangkan misi Muhammadiyah sekaligus memberi maslahat yang sebesar-besarnya bagi perjuangan umat. Namun, jangan besar pasak daripada tiang dan malah lebih memberi beban daripada memberi kemaslahatan. Ceritanya serba indah menempuh jalur politik, tetapi, manfaat dan kemaslahatannya tidak begitu dirasakan oleh Muhammadiyah, umat, dan bangsa. Memang ada cipratannya, tetapi, tak sebanding dengan raihan mobilitas diri para politisi sendiri. Muhammadiyah dan umat sekadar jadi tempat lewat bagi langkah-langkah politiknya. Lalu muncul berbagai kekecewaan publik.
Ada hal lain yang lebih penting lagi, di luar jalur politik yang penuh pesona tetapi sebenarnya besar tanggungjawabnya. Apakah masih banyak kaum muda yang konsisten menggeluti dunia intelektual dan bergerak istiqamah dalam pemberdayaan masyarakat? Sebutlah gerak dan jalur non-politik. Warga, umat, dan masyarakat di akar rumput maupun di tingkat nasional juga sangat memerlukan peran-peran kemasyarakatan yang mencerahkan dari kaum mudanya. Bahkan, mereka memiliki penghormatan dan kepercayaan tinggi terhadap kader dan gerak non-politik yang jernih dan mulia.
Muhammadiyah sungguh memerlukan peran-peran para kaum mudanya yang menekuni dunia pencerahan dan pemberdayaan masyarakat. Berkiprah dalam memajukan organisasi dan amal usaha. Menggairahkan intelektualisme dan karya-karya pembaruan pemikiran. Memberdayakan dan mencerahkan masyarakat di akar rumput melalui kerja-kerja pembinaan masyarakat. Mengembangkan ekonomi umat. Agenda-agenda tersebut sangatlah penting dan strategis. Dalam konteks inilah sebenarnya larangan rangkap jabatan dengan jabatan politik menjadi sangat relevan agar para kader Muhammadiyah berkiprah optimal di masing-masing tempat.
Silakan yang menempuh jalur politik berkiprah optimal, profesional, bermoral, dan penuh pertanggungjawaban. Namun, yang berkiprah di dunia pencerahan masyarakat tidak kalah penting, strategis, dan sarat kemaslahatan bagi masa depan umat dan bangsa. Lebih-lebih bagi Muhammadiyah yang sejak awal memang berkiprah di jalur dakwah kemasyarakatan dan tidak di ranah politik. Kader Angkatan Muda Muhammadiyah di berbagai lingkungan organisasi otonom dan lini-lini lainnya, perlu semakin beristiqamah dalam melangkah untuk gerak dakwah dan pencerahan masyarakat. Umat dan bangsa sangat menanti peran mulia dan strategis seperti itu. Memang, tidak mempesona seperti jadi politisi, tapi terhormat. Martabat kader dan pemimpin tidak terletak pada hingar-bingar publik, kendati sering menggoda, tetapi pada kiprah-kiprah kerisalahan sebagaimana jejak para Nabi dan pejuang umat. Jangan takut miskin. Percayalah soal rizki semuanya berada dalam taburan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Tuhan pasti selalu memberi jalan-jalan-Nya yang lapang bagi para hamba yang berjuang gigih dan ikhlas dalam menegakkan risalah-Nya. (HNs)

No comments: