Ahad, 12 April 2009 13:08
Pertanyaan
Assalamu'alaikum wr.wb
Begini ustadz, dahulu Islam pernah berjaya selama 300 tahun di bawah
satu kekhalifahan, hingga populer dengan sebutan " 3 ABAD
KEEMASAN."Islam berhasil menakhlukkan Mesir, Persia, dan Romawi yang
merupakan imperium raksasa.
Bahkan sampai ke Andalusia (Spanyol ). Nah seperti apakah cara Islam
waktu itu dalam menakhlukkan (menguasai ) negara - negara tersebut?
Mengingat kata " Menakhlukkan " atau " Menguasai " kok konotasinya
negatif.
Terus bagaimanakah keadaan daerah takhlukanIslam waktu itu?
Jazakumullah khoiron katsiron
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya ada hal perlu sedikit dikoreksi sebelum kami menjawab
masalah ini. Kejayaan Islam itu bukan hanya 3 abad. Dari mana dapat
ungkapan pelecehan sepeti itu?
Sejarah dunia mengakui bahwa peradaban Islam itu berjaya dan unggul
dibandingkan peradaban barat selama 14 abad tanpa terputus. Sejak
diangkatnya nabi Muhammad SAW menjadi rasul di tahun 611 hingga tahun
1924 Masehi.
Memang pusat peradabannya sempat berpindah berkali-kali. Awalnya
berpusat di Madinah, lalu boyong ke Damaskus, Syiria. Pindah lagi ke
Baghdad, dan sempat pula punya pusat peradaban di Spanyol, Eropa.
Saat Baghdad kemudian diratakan dengan tanah oleh bangsa Mongol,
tiba-tiba muncul imperium terbesar dan terlama sepanjang sejarah,
Khilafah Turki Utsmani. Bahkan para khalifahnya berhasil membebaskan
kota Byzantium yang dulunya menjadi pusat kepemimpinan bangsa-bangsa
Eropa.
Sejak itu bangsa Eropa terutama di bagian Timur sudah mengenal
Islam, sebagian lainnya malah sudah memeluk agama ini. Dan khilafah
Turki Utsmani masih tetap berlangsung secara de facto dan de jure
hingga ditumbangkan oleh para kader yahudi yang tetap secara formal
memeluk Islam. Itu terjadi sudah di abad 20, tepatnya pada tahun 1924.
Jadi ungkapan bahwa kejayaan Islam yang cuma 3 abad sebenanya boleh dibilang agak mengada-ada, tapi bertentangan dengan fakta.
Penaklukan atau Pembebasan?
Istilah penaklukan memang bisa berdampak psikologis yang berbeda. Di
satu sisi mengesankan kegagahan, tapi kalau dipandang dari sisi
lainnya. malah bisa ditafsirkan sebagai menampakkan kekejaman.
Jadi semua akan kembali kepada dari mana kita memandangnya.
Ini sebenarnya hanya permasalahan rasa bahasa saja. Sebab dalam
bahasa Arabnya, justru yang banyak dipakai bukan penaklukan, melainkan
al-fathu. Istilah itu dalam kamus berasal dari kata: fataha yaftahu
yang artinya membuka.
Sering pula kemudian diterjemahkan menjadi pembebasan. Agaknya
istilah ini lebih representatif buat ukuran zaman dan situasi sekarang
ini. Karena kesan yang muncul bahwa Islam membebaskan manusia dari
kungkungan kezaliman, kebodohan, kejahilan dan ketidak-tahuan atas
kekuasaan Allah SWT.
Islamisasi = Modernisasi
Kalau kita jujur dengan sejarah, atau setidaknya kalau kita baca
para ahli sejarah yang jujur, sebenarnya ketika Islam mencapai puncak
peradabannya, tidak ada pihak yang dirugikan.
Sebaliknya, justru Eropa malah berhutang budi kepada dunia Islam.
Seandainya tidak ada peradaban Islam yang menjaga keutuhan warisan ilmu
pengetahuan Eropa kuno, boleh jadi banga Eropa tidak mengenal sejarah
nenek moyang mereka.
Naskah berharga para ilmuwan barat purba semacam Socrates,
Aristoteles dan Plato, tidak dikenal oleh umat manusia, kecuali dalam
bahasa Arab. Umat Islam pada saat itu menterjemahkan naskah-naskah ke
dalam bahasa Arab.
Peradaban Barat Untung Besar Kedatangan Islam
Sebelum mengenal peradaban Islam, keadaan negeri-negeri Barat
sungguh memprihatinkan. Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambon
dijelaskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesudah
abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh, dan liar.
Tempat kediaman dan keamanan manusia tidak lebih baik daripada
hewan. Eropa masih penuh dengan hutan-hutan belantara. Mereka tidak
mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan sampah dapur dibuang di depan
rumah sehingga menyebarkan bau-bau busuk. Dan kota terbesar di Eropa
penduduk-nya tidak lebih dari 25.000 orang.
Jauh berbeda dengan keadaan kota-kota besar Islam pada waktu yang
sama. Seperti di kota Cordoba, ibukota Andalus di Spanyol. Cordoba
dikelilingi taman-taman hijau. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa.
Terdapat 900 tempat pemandian, 283.000 rumah penduduk, 80.000
gedung-gedung, 600 masjid, 50 rumah sakit, dan 80 sekolah. Semua
penduduknya terpelajar. Karena orang-orang miskin pun menuntut ilmu
secara cuma-cuma.
Selain ketinggian peradaban Islam, para ilmuwan Muslim juga punya peran besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dunia.
Dalam bidang kedokteran ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi
(Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai 'dokter Muslim terbesar'.
Peradaban Islam juga punya pakar kedokteran lainnya seperti Abu Ali
Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]).
Ilmu kimia lahir dan dibesarkan di dunia Islam. Siapa tidak kenal
Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M. Oleh ilmuwan barat modern
yang jujur, sosok beliau disebut sebagai Bapak Kimia.
Dunia modern sekarang ini tidak pernah mengenal hitungan matematika
atau Algoritma, kalau tidak ada ahli matematika Muslim bernama Muhammad
bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M).
Bahkan dunia tidak pernah mengenal pengkodean digital yang terdiri
dari angka nol (0) dan satu (1), kalau bukan karena jasa peradaban
Islam. Karena umat Islam adalah penemu angka nol, setelah sebelumnya
bangsa Romawi menuliskan angka dengan balok-balok yang sangat tidak
praktis.
Bukan Penaklukan Tapi Pembangunan Peradaban
Berbeda dengan terminologi perang di kalangan bangsa barat yang
identik dengan darah, luka dan nestapa. Pelebaran peradaban negeri
Islam justru untuk menghidupkan manusia bukan untuk memusnahkan.
Ketika peradaban besar itu dihadapi oleh para rezim yang takut
kehilangan tahtanya dengan sabetan pedang dan tikaman belati, maka umat
Islam mempertahankan diri sewajarnya.
Kalau pun para diktator dunia itu mengerahkan pasukan sakit hati
untuk menyerang peradaban Islam, sangat wajar bila peradaban Islam
menjaga dan melindungi dirinya.
Tidaklah para diktator dunia itu memusuhi peradaban besar Islam,
kecuali mereka memang sakit melihat begitu banyak rakyatnya yang masuk
Islam. Padahal rakyat itu masuk Islam secara sukarela, karena Islam
tidak mengenal pemaksaan, apalagi ancaman.
Namun para diktator dunia itu tahu, Islam punya sistem yang jauh
lebih baik untuk memanusiakan manusia. Kalau Islam sebagai agama sampai
dipeluk oleh rakyat, maka tirani yang sudah mereka bangun turun temurun
dikhawatirkan akan terancam. Sebab para raja itu terbiasa memperbudak
manusia, memeras mereka dengan pajak yang mencekik, berbuat sekehendak
hati, melecehkan perempuan, menginjak-injak harga diri dan kemanusiaan.
Jadi kalau sampai pernah ada perang, yang terjadi adalah para
diktator dunia itu tidak ikhlas kalau Islam banyak dipeluk orang, lalu
mereka menyerang secara militer, dan kekuatan umat Islam bertahan
membela diri. Itulah yang terjadi sebenarnya.
Peran Orientalis Jahat
Sayangnya, oleh para orientalis jahat, semua fakta itu diputar
balik. Alih-alih mengakui Islam memberikan sumbangan besar pada dunia
ilmu pengetahuan, mereka malah menuduh Islam harus darah, suka
peperangan, sadis dan menerapkan hukum rimba.
Dan karena upaya penyesatan ini menjadi misi penting, para
konglomerat dunia rela merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk mendirikan
pusat studi Islam di Amerika dan Eropa. Para pemuda dan mahasiswa
muslim dari seluruh penjuru dunia Islam akan dimanjakan dan
diiming-imingi gelar kesarjanaan, kecendekiawanan, dan bejibun gelar
lainnya, kalau mau jadi murid.
Dari Indonesia, ada ribuan mahasiwa muslim yang belajar ke pusat
studi di Amerika dan Eropa. Judulnya sih keren, belajar Islam. Tapi ada
yang aneh. Belajar Islam kok ke Eropa dan Amerika? Lalu yang jadi guru
siapa?
Ternyata yang jadi guru tidak lain adalah para rahib dan pendeta,
baik yang masih mengaku keturunan yahudi dan nasrani, atau pun yang
sudah terang-terangan mengaku atheis.
La ilaha illallah, kok mau-maunya anak-anak mahasiswa itu
mengaji kepada orang yahudi yang tidak pernah mandi janabah dan
wajahnya tidak pernah terkena air wudhu'?
Ternyata selain iming-iming bea siswa dan hidup enak di luar negeri,
mereka pun diangkat kedudukannya, dipuji setinggi langit sebagai muslim
modern, plus janji mendapat jabatan tinggi di Indonesia sepulang dari
cuci otak.
Orientalis Jujur
Namun selain orientalis jahat, ternyata ada juga
sebagian kecil yang agak jujur dan baik serta objektif saat membuat
penilaian. Sejarawan Barat beraliran konservatif, W. Montgomery Watt
dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang.
Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya
mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah
seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara
Islam dan pedang.
Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli
kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh
suatu pemerintahan Islam.”
Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah
masuknya Islam ke Spanyol. Islam, tak hanya masuk dengan damai, namun
dengan cepat menyebar dan membangun peradaban tinggi hingga mencapai
puncak kejayaannya. Kota-kota terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan
Cordova, menjadi center of excellent peradaban dunia.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment