Tuesday, March 17, 2009

Ikhwanul Muslimin: Kekuatan Islam di Mesir( Bagian 1 )

Senin, 21 Apr 08 09:08 WIB
Membahas peta kekuatan politik Islam di Mesir tidak bisa lepas dari membincangkan gerakan Persaudaraan Islam atau Ikhwanul Muslimin (IM) yang didirikan oleh Asy-Syahid Hasan Albana hampir tujuh dekade lalu. Bahkan banyak gerakan Islam dunia, di Asia, Australia, Eropa, maupun Amerika, terinspirasi dari gerakan al-Ikhwan ini.
Tidak aneh jika kekuatan politik Barat yang sekuler melihat IM sebagai salah satu ganjalan terberatnya dan lewat berbagai konspirasi di medan nyata maupun media, mereka banyak melontarkan fitnah keji bahwa IM berada di balik semua aksi teror hingga kini.
Kemunculan gerakan IM tidak bisa lepas dari perjalanan dakwah Islam di dunia Arab itu sendiri, bukan hanya di Mesir. Ada rentang yang teramat jauh hingga menunjuk sekitar abad ke 700 Masehi atau tepatnya tahun 661 M di mana saat itu Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah pertama dalam apa yang sekarang kita kenal sebagai masa Dinasti Muawiyah.
Dunia Islam menyikapi naiknya Muawiyah sebagai khalifah dengan dua wajah yang saling bertentangan secara diametral: ada kelompok yang menolaknya dan ada pula yang menerima bulat-bulat.
Kelompok yang menolak kekhalifahan Muawiyah menganggap penguasa ini mendapat kekuasaan secara tidak sah. Walau demikian, kelompok yang anti ini juga terbagi dua yaitu mereka yang menolak dengan tegas dan telah menyusun perencanaan matang untuk meluruskan jalan kekhalifahan Islam, dan ada pula yang juga menolak namun mereka lebih memilih jalan aman yaitu melarikan diri kepada Islam ritual guna menghindari bentrokkan dengan penguasa. Yang terakhir ini antara lain diwakili oleh kalangan sufi atau tarekat-tarekat.
Kelompok kedua adalah mereka yang bisa menerima kekuasaan Muamiyah secara bulat. Kelompok yang beraliran politik ”Daripada-Mendingan” alias pragmatis ini beranggapan bahwa biapun Muawiyah jauh dari citra Islam politik yang sesungguhnya, tapi minimal Muawiyah bagaimana pun telah mempersatukan umat Islam di bawah sebuah negara yang berdaulat.
Kelompok yang terakhir ini juga melihat bahwa Muawiyah masih bisa dianggap sebagai cermin dari kekhalifahan Islam antara lain dia tidak melarang umat untuk meyakini rukun iman dan menjalankan rukun Islam yang lima. Hal ini melahirkan golongan umat Islam yang lebih khusyuk dengan hal-hal yang bersifat pribadi atau ubudiyah dan saat ini dikenal sebagai kelompok Islam tradisonal.
Kelompok pertama yang secara tegas ingin menjalankan syariat Islam secara kaffah, walau hal itu harus berhadapan dengan penguasa, secara terencana menyusun langkah demi langkah—marhalah dakwah—agar suatu saat nanti bisa membentuk sebuah pemerintahan yang lebih Islami. Cita-cita yang sedemikian jelas ini membuat banyak penguasa geram dan melakukan penumpasan terhadap tokoh-tokohnya.
Kelompok inilah yang menjadi cikal bakal gerakan Islam modern seperti halnya gerakan al-Ikhwan yang bermula di Mesir.
Kiprah Al-Ikhwan
Gerakan al-Ikhwan didirikan di kota kecil di pinggir terusan Suez bernama Ismailiyah, Mesir, oleh seorang guru yang menjalani kehidupannya dengan penuh kesederhanaan bernama Hasan al-Banna, bulan Maret 1928. Saat Albana mendirikan Ikhwan, sebenarnya dia baru lulus dari Darul Ulum, sebuah lembaga pendidikan guru di Kairo. Setelah lulus, Albana oleh pemerintah Mesir ditempatkan di Ismailiyah guna mengajar di sebuah sekolah lanjutan pertama.
Sebagai seorang ’kutu buku’ dan gemar mengamati perkembangan sejarah dan politik di Mesir dan juga Dunia Islam keseluruhan, Albana meyakini jika Islam-lah satu-satunya solusi bagi kemerdekaan sejati seorang manusia dan juga bangsa. Setiap hari Albana membincangkan hal ini, menularkan semangat keIslamannya kepada semua yang diajaknya bicara. Di kelas, Albana bukan sekadar seorang guru yang secara formal mengajarkan materi pelajaran secara kaku, namun dia dengan penuh kecintaan dan juga semangat berusaha dengan sekuat tenaga menanamkan kepada anak didiknya pemahanan yang lurus tentang Islam, yang berawal dari pemahaman yang benar tentang syahadatain.
Setelah mengajar, Albana sering berkunjung ke kedai-kedai kopi yang memang banyak bertebaran di Ismailiyah dan menjadi tempat berkumpulnya warga kota. Di tempat yang strategis ini, dirinya berdialog dengan siapa saja yang dijumpainya dan menyampaikan segala apa yang menjadi cita-citanya. Saat adzan bergema, Albana selalu berangkat ke masjid terdekat dan mendirikan solat bersama warga lainnya. Dakwahnya di kedai-kedai kopi ini sering dilakukan sampai malam hari sehingga lama-kelamaan banyak warga Ismailiyah yang mengenal Albana sebagai seorang yang pintar, berkepribadian hangat, murah senyum, dan shalih. Banyak warga kota yang menjadikan Albana sebagai tempat mencari nasehat atau solusi bagi permasalahan yang tengah dihadapinya.
Dakwah yang dilakukan Albana tidak hanya dilakukan di Ismailiyah, namun juga di kota-koa lainnya di seluruh negeri. Ini dilakukannya di saat liburan panjang di setiap musim panas. Albana selalu bepergian ke berbagai wilayah, kota maupun desa, dan menyampaikan dakwahnya. Walau telah dikenal sebagai seorang tokoh, namun kesederhanaan seorang Albana tidaklah luntur. Ketika bepergian ke luar daerah, Albana masih saja suka menumpang kendaraan umum.
Pernah satu ketika ada seorang ikhwah yang menjumpai Albana tengah naik kereta api kelas rakyat. Albana ditanya mengapa masih saja bepergian naik kereta rakyat. Dengan senyum yang begitu tulus, Albana menjawab bahwa dirinya naik kereta ini karena tidak ada lagi jenis kereta yang lebih sederhana dan murah. Jika saja ada kereta yang lebih murah, maka dirinya akan memilih menumpang kendaraan tersebut. Mendengar jawaban yang keluar dari hati yang penuh keikhlasan, sang ikhwah pun begitu terharu. Hal ini menjadikannya lebih bersemangat untuk tetap berjuang di jalan dakwah ini. Mungkin lain halnya jika sang Mursyid Aam ini menumpang sebuah mobil mewah atau kereta api kelas VIP. (rz/bersambung)
Ikhwanul Muslimun: Kekuatan Islam di Mesir (2)
Minggu, 25 Mei 08 11:11 WIB
Sosok Albana yang cerdas, ikhlas, namun tetap memilih jalan perjuangan dengan kesederhanaannya, hal ini banyak menarik hati rakyat Mesir. Siapa pun yang diajaknya bicara selalu terkenang dengan kebersihan hati beliau yang memancar dari kedua matanya yang jernih dan senyumnya yang tulus. Albana selalu mengajak orang-orang yang ditemuinya untuk kembali ke jalan Islam yang lurus, untuk kembali ke jalan dakwah Rasulullah SAW yang hanya menggantungkan hidup dan kehidupan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dakwah Ikhwan pun berkembang luas dan merekrut banyak kader di berbagai kota di Mesir.
Di tahun 1933, kantor Ikhwanul Muslimin dipindahkan dari Ismailiyah ke Kairo. Penekanan dakwah yang dilakukan Ikhwan adalah memakmurkan masjid-masjid, menghidupkan pembinaan (usrah) dalam arti sebenarnya dan hanya untuk menegakkan Islam dalam dada para anggotanya, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, perpustakaan-perpustakaan, dan pusat-pusat kegiatan sosial di Mesir.
Model dakwah Islam yang dilakukan Ikhwan ini selalu membantu dan meringankan kehidupan rakyat Mesir yang saat itu masih banyak yang kesusahan dalam arti sebenarnya. Selain menanamkan ruhiyah umat dengan tauhid yang benar, wala wal baro’ yang lurus, Ikhwan lewat Albana juga merintis usaha perekonomian kerakyatan yang banyak membantu kesulitan hidup rakyat Mesir kebanyakan. Inilah kiprah Albana yang mampu membuat gebrakan baru yang belum pernah dilakukan oleh para ulama besar di Al-Azhar saat itu.
Pada masa itu, banyak orang Mesir di Kairo yang alergi dengan nilai-nilai Islam. Barat dengan segala hal yang sesungguhnya merusak dianggap sebagai peradaban yang jauh lebih maju ketimbang Islam. Islam dipinggirkan dan dianggap sebagai agama yang jumud. Albana dengan Ikhwannya meluruskan anggapan yang keliru ini dengan tulus dan cinta. Umat tidak dicekoki dengan materi-materi tarbiyah yang nyeleneh, yang haq dinyatakan haq sedangkan yang bathil dikatakan bathil, jadi tidak pernah Ikhwan dan Albana “mengusap-usap” sesuatu yang makruh menjadi al-haq. Ketegasan Ikhwan seperti inilah yang membuatnya beda dan menarik hati ratusan ribu hingga jutaan umat Islam yang ada.
Garam Bukan Lipstik
Orientasi gerakan Ikhwan di Mesir ingin mengubah rakyat Mesir yang tadinya alergi terhadap Islam dan menderita minderwaardigheit-complex, perasaan minder karena beragama Islam, menjadi umat yang bangga dengan Islam. Strategi awal adalah memberi kejernihan dalam makna syahadat yang merupakan gerbang utama dalam berIslam. “Tiada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad adalah Rasulullah SAW!” Inilah Islam yang sejati. Jadi tiada tuhan-tuhan yang lain selain Allah SWT.
Cita-cita besar gerakan Ikhwan di Mesir adalah mengubah masyarakat Mesir secara menyeluruh kepada masyarakat yang semata berlandaskan Syariah Islam. Dengan tegas Ikhwan selalu mengatakan memperjuangkan Syariah Islam dan tidak pernah malu-malu atau ragu untuk mengatakan hal itu.
Dalam waktu singkat, gerakan Ikhwan pun mendapat kader yang cukup banyak. Sehingga pada tahun 1936 mendapat perhatian khusus dari penguasa Mesir ketika itu. Seperti halnya Rasulullah SAW yang dalam mendakwahkan Islam banyak mengirim surat kepada raja-raja di Jazirah Arab untuk menerima Islam secara utuh dan membuang tradisi-tradisi yang tidak baik, Hasan Albana pun tanpa ragu dan tetap dengan santun namun tegas mengirimkan berbagai surat seruan kepada Raja Faruk dan para menterinya untuk sadar dan mau membuang undang-undang Barat yang sekuler dan menggantinya dengan Undang-Undang Islam, yakni kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadts.
Bukan itu saja, Albana juga menyerukan agar para pemimpin dan pejabat Mesir bisa mencontohkan hidup yang baik kepada rakyatnya seperti tidak hidup bermewah-mewahan (apalagi atas fasilitas negara yang sebenarnya merupakan uang rakyat) di tengah lautan kemiskinan dan kesulitan hidup rakyatnya, mengharamkan pergaulan bebas, mengharamkan berjudi dalam segala bentuknya, menghentikan segala acara yang dianggap mubazir dan foya-foya seperti yang ditampilkan di berbagai klub malam dan panggung hiburan, dan menegakkan sholat (jadi bukan hanya mengerjakan sholat).
Selain itu, dalam suratnya, Albana juga menyerukan agar para pejabat negara mulai membiasakan berbahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an menggantikan bahasa Ingris dan Perancis yang saat itu biasa dilakukan para pejabat dalam acara-acara kenegaraan, menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah Islam dan tidak memasukkan anak-anak Mesir ke sekolah-sekolah Barat yang secara akidah akan bisa sangat merusak.
Saat itu, surat seruan ini sangat menggemparkan Mesir. Banyak pejabat Mesir yang tidak suka karena mereka telah terbiasa hidup mewah dari fasilitas negara, namun rakyat kebanyakan sangat mendukung karena menganggap tugas asasi para pejabat negara dan alat-alat negara lainnya adalah melayani umat, bukan umat yang harus jadi pelayan atau bahkan sapi perah bagi para pejabat tersebut. Politik sesungguhnya adalah cara untuk mengIslamkan negara, bukan sebaliknya, Islam dijadikan sekadar alat politik untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi yang sangat murah dan absurd. (rz/bersambung)
Ikhwanul Muslimun: Kekuatan Islam di Mesir (Tamat)
Selasa, 10 Jun 08 19:57 WIB
Salah satu sentral perhatian Ikhwan di Mesir adalah pembinaan terhadap generasi muda. Hassan Al-Banna amat menekankan pentingnya sektor ini. Kepada penguasa, tanpa lelah Hassan Al-Banna menyerukan agar kurikulum di sekolah-sekolah Mesir direkonstruksi kembali, terutama dalam materi keagamaan, moral, dan juga sejarah Dunia Islam. Albana juga menegaskan jika mteri pengajaran di sekolah-sekolah haruslah dibersihkan dari paham materialistik.
Walau Presiden Mesir yang berkuasa saat itu adalah Jenderal Gamal Abdul Nasser, yang dikatakan pernah mengenyam tarbiyah Al-Ikhwan, namun setelah peristiwa percobaan pembunuhan terhadapnya yang terjadi pada Desember 1954 menyebabkan penguasa Mesir menuding Al-Ikhwan di balik upaya jahat ini. Ikhwan tenu saja berkali-kali menolak fitnah keji tersebut. Akibatnya ribuan anggota Ikhwan ditangkap dan dijebloskan ke dalam dipenjara lengkap dengan aneka siksaannya yang berat. Enam aktivis Ikhwan digantung.
Fitnah besar terhadap Ikhwan terus berlangsung sampai pada tahun 1960-an. Presiden Nasser bahkan membentuk satu komite Khusus untuk membubarkan Ikhwan dari Mesir. Penangkapan dan penggantungan aktivis Ikhwan tetap berlanjut. Hassan Al-Banna menemui syahid dalam suatu rekayasa pembunuhan oleh musuh-musuh Allah. Pada 29 Agustus 1966 tiga orang tokoh Ikhwan dihukum mati, antara lain Sayyid Quthb.
Tarbiyah di dalam kelompok Ikhwan mewajibkan binaannya menghafap Qur’an secara kontinyu, mempelajari dan juga menghafal hadits-hadits shahih. Jika binaannya demikian, apatah lagi para murabbinya. Selain teori, para Ikhwan juga membumikan ilmu yang diperoleh dengan aktivitas yang nyata seperti sungguh-sunguh menjalankan ukhuwah Islamiyah, memberikan bantuan sosial, membuka sekolah-sekolah dan klinik kesehatan yang murah dan terjangkau oleh rakyat Mesir yang masih banyak yang miskin, dan sebagainya.
Para tokoh Ikhwan bersungguh-sungguh menerapkan Islam di dalam kehidupan kesehariannya. Mereka berupaya dengan keras agar bisa meneladani kehidupan Rasululah SAW yang penuh dengan kesederhanaan, lembut terhadap sesama, dan keras terhadap siapa pun yang henak merusak agama Allah ini.
Mereka hanya mau hidup dalam keberkahan yang berasal dari sesuatu yang jelas-jelas halal dan menjauhkan segala hal yang syubhat, dan sama sekali tidak berkompromi dengan yang haram. Dakwah Islam tidak bisa dibangun dengan sesuatu yang syubhat, apalagi yang jelas-jelas haram. Yang bersih tentu tidak bisa dibangun dengan bahan-bahan yang kotor.
Hasan Albana telah menegaksan jika dakwah Ikhwan ini wajib mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat. Sebab itu, seluruh aktivis Ikhwan, baik yang berada di lapisan atas maupun bawah, diwajibkan hidup bermasyarakat dan menjadi cahaya di tempat tinggalnya masing-masing.
Saah satu ciri paling menonjol dalam Harakah Ikhwan adalah penekanannya pada jihad. Jihad di sini bukan hanya sebatas jihad melawan hawa nafsu, tetapi jihad qital. Sebab itu secara terprogram, para aktivis—baik yang berada di lapisan atas, maupun bawah—sering mengadakan perkemahan dan latihan fisik. Jadi, latihan fisik tidak hanya menjadi kewajiban para binaan, tetapi juga diikuti oleh lapisan atas, para ustad dan qiyadahnya. Ini disebabkan kedudukan jihad yang sangat mulia di dalam Islam, sehingga para ustadz dan qiyadah yang sudah berumur pun dengan semangat tetap mengikuti pelatihan fisik seperti halnya yang masih muda-muda.
Hasan Al-Banna berkata kepada seluruh negeri-negeri Islam, "Kami mengajak kalian pada Islam, ajaran Islam, undang-undang Islam dan petunjuk Islam dengan jelas dan terang. Kalau ini kalian anggap politik, maka inilah politik yang kami perjuangkan yaitu politik Islam."
Di masa kekuasaan Raja Faruk, Albana melihat tiada satu pun partai politik yang benar-benar ingin melaksanakan dan menerapkan undang-undang Islam secara kafah dan syumuliyah. Sebab itu, Albana mendesak penguasa agar membubarkan semua partai politik yang ada karena dianggap tidak ada manfaatnya bagi tegaknya syariat Islam di Mesir. Dakwah Ikhwan ini sungguh-sungguh tegas dan jelas dalam menyeru semua pihak kepada Islam. Islam adalah Islam dan Thagut adalah Thagut. Jelas perbedaannya. Thagut wajib ditumbangkan dan tidak sekali pun Ikhwan di Mesir menyebutkan Thagut sebagai final atau sesuatu yang tidak bisa lagi diubah, atau malu-malu menyatakan diri sebagai pihak yang akan menjalankan syariat Islam dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Selain jihad fisik dan fikrah, Ikhwan juga memberi perhatian lebih kepada dakwah lewat media massa. Ikhwan di Mesir menerbutkan media massa dalam berbagai bentuk, dari yang harian hingga bulanan. Seluruh penerbitan Ikhwan ini sangat digemari rakyat Mesir karena sikapnya yang jelas terhadap Islam sebagai al-haq.
Dakwah Ihkwan di Mesir meluas hingga ke berbagai negara dan benua. Dengan tegas Albana berkata: “Kita tidak akan berdiam diri dan merasa senang atau berhenti selagi Qur'an belum benar-benar menjadi perlembagaan negara. Kita akan hidup untuk mencapai tujuan ini atau mati karenanya" Al-Qur’an adalah undang-undang dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal bernegara. Tidak pernah sekali pun prinsip-prinsip Islam dikorbankan demi menggapai suatu hal yang bersifat duniawi. Entah di sini. (Tamat/rz)

No comments: