Sunday, July 13, 2008

Multipartai Politik

14 Juli 2008


PESERTA partai politik untuk Pemilu 2009 telah diumumkan. Ada 34 partai yang lolos dan berhak maju ke pemilihan umum ketiga di era reformasi. Ini berarti peserta Pemilu 2009 membengkak dibandingkan dengan pemilihan umum sebelumnya pada 2004 yang hanya diikuti 24 parpol. Meski demikian, masih lebih rendah dibandingkan dengan Pemilu 1999 dengan jumlah peserta 48 parpol.

Sepanjang sejarahnya, politik kepartaian di Indonesia mengalami fase naik turun. Pada pemilu pertama 1955, Indonesia menganut sistem multipartai (19). Jumlah ini berubah menjadi 10 partai pada pemilu kedua (1971), dan kemudian menjadi hanya dua partai dan satu Golongan Karya pada pemilu ketiga (1977).

Sistem tersebut berlanjut berturut-turut pada Pemilu1982, 1987, 1992 hingga 1997. Setelah Orde Baru tumbang, sistem dua partai dan Golongan Karya jebol. Politik Indonesia kembali pada sistem multipartai sebagai reaksi atas kesadaran bahwa selama era Orde Baru terjadi penyumbatan aspirasi rakyat.
Tidak Menjembatani
Era reformasi berdampak pada pelepasdirian atas otoritarisme dan pengebirian aspirasi yang terjadi selama Orde Baru. Partai-partai baru mulai bermunculan dan tidak terkendalikan. Mereka berlomba-lomba mencari pendukung dan mengumpulkan masa dengan jalan menampung suara hati rakyat. Partai politik menjamur dan saling bersaing. Ya, multipartai kembali beraksi. Lalu, efektifkah jumlah parpol yang terlalu banyak ini?

Memang, kehadiran parpol merupakan keniscayaan dalam demokrasi. Tetapi parpol yang terlalu gemuk dikhawatirkan justru membuat rakyat bingung. Padahal rakyat mendambakan pertumbuhan demokrasi yang efektif, efisien, dan masuk akal.

Di sisi lain, suara rakyat belum cukup terwakili dengan baik. Berbagai macam partai dideklarasikan terus-menerus, ironisnya hasilnya tetap saja nihil. Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Barat baru-baru ini, angka golput masih tinggi, masing-masing 45,25% dan 35% dari keseluruhan jumlah suara yang ada.

Inilah bentuk kekecewaaan rakyat. Artinya, kehadiran multipartai belum berhasil menjembatani aspirasi mereka. Lantas buat apa multipartai jika suara kita saja masih banyak yang tercecer?

Terlepas dari sistem multipartai atau dua partai, penyelenggaraan negara yang efisien dan efektif adalah bekerjanya mekanisme check and balances secara baik. Artinya, ada sistem yang mudah dimengerti dan gampang diformulasikan. Untuk menuju sistem tersebut maka harus didukung secara masuk akal, yaitu sistem kepartaian yang sederhana, bukan multipartai. Sebab bila partai terlalu banyak, rakyat bingung memilih. Dampaknya, pemerintahan pun tidak bisa berjalan cekatan dan cepat, karena proses pembentukan koalisi lebih sulit.

Sebaliknya dengan sistem partai yang sederhana, peluang partai-partai untuk meraih kemenangan mayoritas lebih mudah. Inilah syarat penting bagi stabilitas pemerintahan. Selain itu, biaya penyelenggaraan menjadi lebih murah. Uang negara pun tidak terhamburkan sia-sia. Pada akhirnya, alangkah manis bila kita mengarah ke sistem partai sederhana saja. (Sasi/Pusdok SM-46)
© 2008 suaramerdeka.com. All rights reserved

Groups

No comments: