MASIH ingat dengan pemberitaan kelulusan sejumlah siswa di Tanan Air dua tahun lalu? Lagi-lagi ujian nasional (UN) menjadi tragedi. Bagaimana tidak? Setelah hasil UN Tahun Pelajaran 2005/2006 diumumkan, sejumlah siswa dilanda depresi. Fakta bahwa mereka tidak lulus membuat mental anjlok.
Seorang siswi shock berat dan harus mengungsi ke rumah saudaranya.
Bahkan ada juga yang bunuh diri karena menganggap dirinya tidak lagi berguna. Kalau sudah begini siapa yang disalahkan? Guru, sekolah, pemerintah ataukah murid itu sendiri. Sebab, semua itu adalah satu kesatuan yang sangat berhubungan dengan pendidikan anak sekolah.
Dahulu sekitar tujuh atau delapan tahun silam, jarang sekali ada pemberitaan siswa tidak lulus dari ujian meskipun tidak begitu pandai di kelasnya. Namun apa yang terjadi sekarang setelah sistem kurikulum di negeri kita berubah. Abad telah berubah, pola pikir manusia pun turut berubah. Namun apakah dengan demikian semua itu dapat mengubah nasib manusia menjadi baik.
Jika melihat data dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada Tahun Pelajaran 2005/2006, di Jawa Tengah hampir 50 persen bahkan lebih siswa SMA negeri dan swasta masuk dalam kategori tidak lulus UN. Untuk jurusan IPA, 63 persen peserta ujian nasional SMA negeri dan swasta dinyatakan tidak lulus. Sementara jurusan IPS, 50 persen atau separo dari 81.585 peserta ujian dinyatakan tidak lulus. Sementara jurusan bahasa, hanya 31 persen yang dinyatakan lulus.
Pada Tahun Pelajaran 2006/2007, angka ketidaklulusan siswa tingkat SMA negeri dan swasta di Jawa Tengah masih terhitung tinggi meskipun lebih baik dari tahun sebelumnya. Untuk jurusan IPS, 55 persen peserta dinyatakan tidak lulus ujian. Jurusan bahasa, 56 persen siswa tidak lulus. Lain lagi dengan jurusan IPS yang angka ketidaklulusannya jauh lebih kecil dibanding tahun sebelumnya, yakni 18,5 persen.
Momok
Melihat fenomena tersebut bukan tidak mungkin hal itu akan menjadi momok bagi peserta didik yang tahun ini juga mengikuti UN. Apalagi, standar kelulusan bagi siswa SMA berbeda dari tahun sebelumnya. Khususnya untuk program IPA dan IPS, mata pelajaran yang diujikan bertambah. Untuk jurusan IPA tambahan itu yakni Fisika, Kimia, dan Biologi. Adapun untuk IPS, mata pelajaran yang ditambahkan dalam ujian yakni Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi.
Selain mata pelajaran yang diujikan berbeda dari tahun sebelumnya, standar kelulusan untuk tahun ini pun berbeda. Sesuai dengan aturan, peserta ujian dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan, antara lain memiliki nilai rata-rata minimal 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 atau memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dan nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00. Sementara tahun lalu syarat peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan, yakni memiliki nilai rata-rata 5,00 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25. Siswa bisa memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran, tetapi pada mata pelajaran lainnya minimal 6,00.
Mendiknas Bambang Sudibyo dalam beberapa kesempatan mengatakan, standar kelulusan UN akan terus dinaikkan secara bertahap sambil menunggu meratanya mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Pada 2009, standar kelulusan akan naik menjadi 6,00. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) UN Tahun 2008 merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan kurikulum 2008 dan standar Isi.
UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang pelaksanaannya bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Ujian Nasional 2008 yang diperlakukan semacam upacara ritual tahunan sudah terselenggara. Meskipun mendapat reaksi negatif dari sejumlah kalangan, pemerintah kukuh pada pendirian bahwa UN merupakan salah satu instrumen peningkatan kualitas pendidikan. Termasuk alasan pemetaan kualitas pendidikan yang terbukti hingga kini belum memberikan hasil yang signifikan.
Yang pasti, saat ini sebagian besar siswa dan juga orang tua dihantui bayangan ketidaklulusan dalam UN. Tentu ini merupakan hal yang wajar, sebagai seorang siswa, tak seorang pun yang ingin gagal dalam tahapan terakhir. Begitu pula dengan orang tua. Mereka tak ingin perjuangan tiga tahun terakhir ini pupus hanya dalam dua jam di atas meja ujian.
Melihat persyaratan kelulusan UN tahun 2008, jelas merupakan tantangan bagi siswa, guru, sekolah, dan orang tua. Dalam beberapa uji coba UN yang dilakukan di daerah, terlihat bahwa IPA Terpadu merupakan mata pelajaran yang paling susah dilulusi siswa. Tingkat ketidaklulusannya dalam uji coba sangat tinggi.
Melihat gambaran ini, kita mesti waspada terhadap ketidaklulusan UN kali ini. Bukan tidak mungkin angka ketidaklulusan siswa SMA meningkat dibanding tahun lalu. Suatu hal yang tentu kita tidak inginkan. (Pusdok SM/Dani-62)
© 2008 suaramerdeka.com. All rights reserved
Groups
Sunday, April 27, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment