Bahwa umat Islam kini tengah mengalami banyak problem telah dipahami. Bahwa umat Islam karenanya harus bangkit telah pula disadari. Hanya saja, belum terlalu jelas apa yang dimaksud dengan bangkit dan kebangkitan umat, apa pula yang harus menjadi landasan bagi dicapainya kebangkitan umat Islam yang hakiki dan yang terpenting bagaimana thariqah (metode) untuk membangkitkan umat? Jelas sekali, memahami semua itu teramat penting sebelum melangkah dalam kerja-kerja serius untuk mengentaskan umat dari keterpurukannya sekarang ini.
Landasan Kebangkitan
Landasan untuk bangkit bisa karena berbagai hal. Misalnya untuk meningkatkan martabat suatu kaum atau bangsa, atau dorongan untuk meningkatkan tarat kehidupan ekonomi dan mengejar ketertinggalan di bidang sains dan teknologi. Landasan apa yang membuat suatu masyarakat bangkit akan menentukan langkah apa yang akan ditempuh untuk menuju kebangkitan yang dimaksud. Jika pencapaian ekonomi dianggap sebagai landasan, sudah tentu kebangkitan akan dimulai dari menyediakan modal, pelatihan dan berbagai macam prasarat bagi meningkatnya kegiatan ekonomi. Tetapi benarkah motivasi itu yang harus dipakai sebagai landasan menuju kebangkitan yang hakiki?
Sebab, kenyataan membuktikan bahwa kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi dan akhirnya dicapainya martabat mulia suatu bangsa ternyata hanyalah merupakan hasil dari adanya proses berfikir untuk memecahkan suatu problema kehidupan, yang dilakukan secara terus-menerus dan menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) atau aqidah, yakni pemikiran tentang kehidupan dunia (hakekat hidup), sebelum dan sesudahnya serta hubungan antar keduanya.
Fikrah atau pemikiran merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya. Darinyalah dihasilkan berbagai kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan. Oleh karena itu, kemajuan sains dan teknologi serta penemuan-penemuan baru pun hanya dapat dicapai bila fikrah ini sudah ada. Demikian pula meningkatnya taraf kehidupan dan kejayaan ekonomi suatu bangsa dapat dicapai bila bangsa tersebut sudah memiliki kerangka berfikir atau fikrah kulliyah untuk maju. Dengan demikian upaya untuk meraih kemajuan sains dan teknologi, industri dan kekuatan ekonomi kedudukannya jauh berada dibawah pemikiran menyeluruh atau fikrah kulliyah tadi.
Dengan fikrah, jikalau kekayaan maadiyah, yang bisa berupa kemajuan saintek maupun ekonomi yang dimiliki, merosot hancur, keadaan masyarakat masih mudah dan cepat dipulihkan selama masyarakat masih memegang pemikirannya. Sebaliknya, jika fikrah telah rusak maka secara berangsur-angsur dan pasti kekayaan maadiyah tadi akan habis dan kehilangan kreatifitas untuk menemukan yang baru, seperti kecenderungan yang kini tengah dialami oleh misalnya negara-negara di kawasan teluk (Kuwait, Arab Saudi dan sebagainya). Keadaan yang kedua inilah yang dialami kaum muslimin dewasa ini. Dari kajian materi sebelumnya, terbukti bahwa kemerosotan umat Islam akibat dari telah tercabutnya fikrah Islamiyyah, yang menyeluruh dan sempurna itu, dari dalam diri kaum muslimin.
Dengan demikian, kebangkitan Islam yang sangat didambakan itu hendaklah pada KEBANGKITAN FIKRIYYAH. Yakni dengan terlebih dulu mengembalikan pemikiran menyeluruh Islam kedalam diri umat. Pemikiran menyeluruh, yakni aqidah Islam inilah yang dahulu telah membangkitkan dan kemudian menghantarkan umat Islam pada puncak kejayaan dunia, baik dari segi politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, maupun sosial budaya.
Kebangkitan Merupakan Sunnatullah
Telah menjadi suatu sunnatullah bahwa yang mampu membangkitkan masyarakat adalah aqidah, yakni pemikiran yang menyeluruh (fikrah kulliyyah) tentang kehidupan, baik kehidupan dunia, sebelum dunia maupun sesudahnya. Mengenai sumber pemikiran yang menjadi landasan kebangkitan itu sendiri bisa saja merupakan hasil dari kejeniusan manusia, karena potensi untuk bangkit memang dimiliki manusia secara universal. Hal ini diterangkan Allah dalam ayat:
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."(QS. Ar-Ra'du: 11)
Ayat ini bersifat 'aam (umum), yakni siapa saja dapat mencapai kemajuan dan kejayaan bila mereka telah mengubah sebab-sebab kemundurannya. Mengubah keadaan agar bangkit, selalu diawali dengan merumuskan konsep-konsep kebangkitan. Dan jika konsep tersebut ternyata mampu mengoptimalkan potensi manusia dengan suatu pemikiran yang menyeluruh, tentulah kebangkitan yang dimaksud dapat diraih.
Tetapi dari sekian banyak konsep tentang kehidupan yang muncul selama perjalanan sejarah, ternyata yang sampai pada kategori pemikiran menyeluruh (aqidah) yang mampu membangkitkan manusia (dalam arti meningkatnya kreativitas untuk memecahkan problema), hanyalah tiga macam, yakni aqidah sekularisme, komunisme, dan Islam. Dan diantara ketiganya, hanya Islam saja yang bukan bersumber dari rekaan manusia, melainkan dari wahyu Allah SWT.
Negara-negara Eropa dan Amerik pada abad 18 M bangkit berlandaskan sekularisme dan liberalisme. Sementara Rusia bangkit dengan fikrah materialisme (al-maadiyah). Atas dasar fikrah ini, melalui Revolusi Bolshevik tahun 1917 yang merobohkan kekuasaan Para Tsar, berdirilah pemerintah Rusia. Bahkan sepanjang kurun 70 tahun kemudian pernah menjadi salah satu adikuasa dunia.
Sementara, dunia Arab sejak abad ke-7 bangkit dengan fikrah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw. sebagai risalah Allah SWT. Di atas landasan fikrah ini didirikanlah pemerintahan Islam yang mampu mencapai kebangkitan bukan saja di dunia Arab, melainkan mencakup seluruh kekhilafahan Islam di masa kejayaannya selama lebih dari sepuluh abad. Ini semua merupakan argumen yang logis, bahwa jalan untuk mencapai kebangkitan adalah dengan mendirikan suatu pemerintahan atas dasar sebuah fikrah kulliyah, yakni aqidah.
Maka, jikalau aqidah Islam telah luntur dari sebagian besar kaum muslimin, maka kejayaan akan hilang dan berganti menjadi kemerosotan. Sekalipun pada sebagian umat Islam mungkin masih dimiliki aqidah yang utuh, namun aturan yang dipakai untuk memecahkan problema sehari-hari oleh negara dimana mereka tinggal bukan bersumber dari aqidah Islam. Mereka menerapkan aturan sekuler, hanya lantaran silau terhadap apa yang dinamakan kemajuan yang diraih negara-negara Barat, bukan karena mereka menguasai fikrahnya. Sehingga wajarlah kalau mereka tidak pernah mencapai kebangkitan seperti yang diperoleh dunia Barat, karena hanya "mencuplik" aturannya tanpa dilandasi fikrahnya secara menyeluruh.
Bukti paling jelas yang menunjukkan kebenaran pernyataan diatas adalah pemerintahan sekuler yang didirikan Mustafa Kemal Ataturk di Turki. Sebelumnya, dia meyakini bahwa dengan menerapkan sistem pemerintahan diatas landasan perundangan dan hukum-hukum Barat, dan memusnahkan sama sekali segala sesuatu yang berbau Islam, akan dicapai kemajuan. Sistem tersebut ternyata memang dapat diterapkan dengan kekuatan, akan tetapi hingga saat ini tidak satupun menghasilkan suatu kebangkitan. Turki sekuler bukannya maju malahan jauh lebih mundur dibandingkan masa-masa sebelumnya (1924). Sementara, Lenin di Rusia dalam kurun yang tidak berbeda jauh (tahun 1917) ternyata mampu membangkitkan Rusia menjadi suatu kekuatan yang disegani dan ditakuti dunia. Ini tidak mengherankan, karena Lenin mendirikan pemerintahannya diatas landasan suatu fikrah menyeluruh yakni aqidah komunisme (syuyu'iyyah). Dari fikrah ini terpancar pemecahan problematika kehidupan sehari-hari dalam wujud perundang-undangan. Dengan membandingkan dua negara diatas, jelas bagi kita bahwa berdirinya pemerintahan diatas dasar perundang-undangan semata, tanpa dilandasi pemikiran menyeluruh, justru menghalangi rakyat menuju kebangkitan.
Contoh lainnya adalah tindakan Gamal Abdul Nasser di Mesir. Pada tahun 1952 dia melakukan kudeta dan mengganti sistem pemerintahan dari Kerajaan menjadi Republik (al-jumhuriyyah). Dengan begitu semangat ia menggerakkan land-reform dan menerapkan sistem sosialisme yang dipropagandakan sebagai sosialisme negara. Akan tetapi yang dialaminya justru hanya kekecewaan. Hasilnya? Mesir tetap tidak bangkit. Bahkan sebaliknya dari segi fikrah, ekonomi dan politik jauh lebih mundur dibanding sebelum tahun 1952.
Gejala serupa kini dialami oleh banyak negara yang mayoritas penduduknya muslim. Pengambilan perundangan Barat (sekular), Timur (sosialis) ataupun Islam secara parsial dan campur aduk, tanpa dilandasi satu fikrah tertentu tidak mungkin menghasilkan kebangkitan.
Kebangkitan Hakiki
Bila sekularisme, sosialisem dan Islam masing-masing telah berhasil membangkitkan suatu komunitas masyarakat, pertanyaannya mana diantara ketiga kebangkitan yang dicapai itu merupakan kebangkitan yang hakiki? Kebangkitan hakiki adalah kebangkitan yang benar (shahih). Apabila kita hendak menilai hakekat sebuah kebangkitan haruslah didasarkan pada tolok ukur yang shahih.
Berdasarkan tolok ukurnya, terdapat dua macam kebangkitan. Yakni pertama: Kebangkitan yang hakiki dan yang kedua: kebangkitan yang salah, semu dan tidak lestari.
Kebangkitan yang hakiki haruslah dilandasi aqidah yang shahih. Sedang shahih tidaknya suatu aqidah dapat dinilai dari tiga kriteria, yakni:
* Memuaskan akal sehat?
* Menentramkan ketentraman jiwa?
* Sesuai dengan fitrah manusia?
Aqidah Sekularisme
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Rusia, tergolong negara yang maju atau bangkit. Hanya saja kebangkitan mereka bukanlah suatu kebangkitan yang sejati karena didirikan atas dasar aqidah yang cacat.
Sekularisme menetapkan doktrin kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan. Ia memandang bahwa kebahagiaan diperoleh dengan cara meraih kesenangan-kesenangan fisik. Sementara, masyarakat dipandang sebagai individu-individu, yang menurut mereka apabila semua persoalan individu berjalan teratur, maka semua persoalan masyarakat pun akan teratur pula. Sistim dan peraturan diambilnya dari prinsip tersebut dan manusialah -- menurut mereka -- yang berwenang menetapkan sistim dan peraturaan itu.
Kelemahan sekularisme yang paling menyolok adalah bahwa ia tidak memuaskan akal, sebab mereka mengakui bahwa alam semesta ini dicipta dan diatur oleh Tuhan tetapi Tuhan dianggap tidak kuasa (atau diberi kuasa) untuk menetapkan aturan buat manusia (impotent). Akibatnya, aturan Tuhan tidak dipakai sama sekali dari kehidupan. Selain itu, aqidah ini juga berlawanan dengan fitrah manusia yang pada hakekatnya lemah, terbatas dan butuh kepada sesuatu. Dengan sekularisme, kemampuan manusia "dipaksakan" untuk membuat perundangan sendiri dan memecahkan seluruh problema kehidupan. Jelas tidak akan mungkin bisa. Kalaupun bisa, akibatnya ternyata sangat fatal. Seperti yang dirasakan dan dilihat dari kenyataan negara-negara sekuler manapun di dunia saat ini. Mereka tengah menghadapi berbagai macam problem mulai dari keresahan masyarakat, kebejatan moral, melebarnya jurang si kaya dan si miskin, meningkatnya kriminalitas, krisis ekonomi, krisis sosial dan sebagainya.
Aqidah Komunisme
Komunisme memandang bahwa materi adalah asal dari segala sesuatu. Tolok ukur yang dijadikan dasar kehidupan adalah perkembangan materi, yang selanjutnya akan menumbuhkan nilai-nilai. Masyarakat baginya adalah gabungan dari tanah, alat-alat produksi dan manusia. Manusia dan alam merupakan satu kesatuan materi. Apabila materi mengalami perkembangan, maka manusia pun akan berkembang pula, dan dari perkembangannya itulah sistim dan peraturan ditetapkan.
Komunisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Komunisme telah mengingkari naluri manusia, khususnya naluri beragama (gharizah tadayyun) dan keinginan untuk memiliki. Pengingkaran komunisme terhadap adanya Tuhan Pencipta materi sangatlah tidak masuk akal. Sebab, dengan akal yang paling sederhanapun dapat dibuktikan bahwa suatu keteraturan tak mungkin terjadi secara kebetulan, dan setiap benda pasti butuh terhadap aturan-aturan yang lekat dengannya.
Pantaslah kalau dalam negara sosialis/komunis selalu mempraktekkan "tangan besi" untuk memberlakukan segenap doktrin dan peraturan-peraturannya, karena suatu aqidah yang tidak masuk akal dan menentang fitrah manusia tidak mungkin dapat diterapkan tanpa "pemaksaan". Pada awal pemerintahan Stalin di Rusia sedikitnya ada 11.000 petani yang tewas dibunuh karena tidak mentaati kebijakan ekonomi Stalin, dan tak terhitung lagi pembunuhan terhadap teman politiknya sendiri. Kepincangan aturan sosialis dapat pula dideteksi dari "keresahan rakyatnya", misalnya peristiwa penyeberangan Tembok Berlin oleh rakyat Berlin Timur yang menganut sosialis ke Berlin Barat yang mereka ketahui "lebih bebas". Yang paling gamblang, ideologi itu akhirnya memang tumbang. Bukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh rakyatnya sendiri.
Aqidah Islam
Islam menyerukan bahwa Allah adalah Dzat Pencipta alam semesta dan Ia telah mengutus RasulNya, Muhammad saw. untuk membawa suatu konsep hidup kepada manusia. Manusia adalah khalifah di bumi yang akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya di akherat kelak. Islam menyatakan bahwa masyarakat haruslah bertumpu pada aqidahnya. Dan bahwa undang-undang harus datang dari Allah, bukan manusia yang serba terbatas, dengan sumber aturan adalah kitan Al-Qur'an dan Sunnah RasulNya.
Inilah satu-satunya aqidah yang tidak cacat, yang mampu memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia. Sebagai aqidah yang diturunkan oleh Allah SWT, kesempurnaan dan kemurniannya tidak perlu disangsikan. Dengan demikian, hanya kebangkitan yang berlandaskan fikrah Islamlah yang layak dinamakan kebangkitan hakiki.
Aqidah Islam beserta syari'ah yang bersumber daripadanya telah terbukti dapat mengantarkan umatnya pada kebangkitan yang luar biasa selama kurang lebih 13 abad, dan telah menanamkan keyakinan kepada sekian banyak bangsa-bangsa di dunia tanpa paksaan. Ini tidak pernah dicapai oleh ideologi sekularisme maupun sosialisme. Kedua ideologi ini gagal memberikan kepuasan hakiki karena kebangkitan yang dihasilkannya hanyalah kebangkitan yang semu. Sekaligus gagal total dalam usahanya membelokkan sebagian kaum muslimin yang hidup di bawah kekuasaannya dari aqidah Islam untuk mengikuti aqidah mereka.
Sudah saatnya kaum muslimin sadar akan kebobrokan sistim sekularisme dan sosialisme. Selanjutnya cepat-cepat kembali kepada Islam. Mereka harus kembali kepada fikrah Islam sebagai landasan kebangkitan. Bukan dasar dasar yang lain.
Oleh karena itu perlu pula dipertanyakan pula konsep kebangkitan akhlaqiyah yang menganggap bahwa dengan sempurnanya akhlaq tiap individu muslim pastilah ummat ini dapat meraih kebangkitan. Padahal jika dikaji lebih jauh dengan akhlaq -- misalnya jujur, amanah dan menepati janji -- memang dapat membuat seseorang konsisten dengan apa yang telah ada. Tapi karena sifat akhlaq bersifat universal sehingga tidak mendorong kreativitas untuk memecahkan problema baru dengan pemecahan yang khas.
Memang benar masalah kebejatan akhlak masyarakat perlu mendapat perhatian. Akan tetapi suatu kemustahilan jika dakwah memprioritaskan perubahan akhlak, tanpa meletakkan dulu dasar-dasar aqidah yang melandasi terbentuknya akhlak Islam. Sebab, akhlak yang Islami muncul apabila sudah ada keimanan dan dorongan untuk mengamalkannya. Seringkali kita dengar seruan berikut, "Apabila seluruh aparat pemerintah tingkat atas maupun bawah, pengusaha-pengusaha, para pendidik, pedagang dan petani telah JUJUR, BERSIH DAN MENEPATI TUGASNYA, maka negara akan bangkit dan meraih kemajuan."
Ini tentu saja hanyalah ajakan yang bersifat umum, dan merupakan khayalan karena mengharapkan akhlaq yang baik sementara fikrahnya belepotan dengan ide-ide sekuler. Pelaksanan akhlaq yang "dipaksakan" tidak akan bertahan lama, dan hanya menghasilkan manusia-manusia hipokrit saja. Akhlaq yang Islamy akan langgeng karena terdapat kekuatan pendorong yang tumbuh dari dalam sendiri, yakni POLA PIKIR ISLAMI yang melandasi seluruh perbuatan manusia. sebagai contoh adalah kota Madinah, yang saat ini merupakan negeri yang terkenal keluhuran akhlaqnya di seluruh dunia. Akan tetapi disana sekarang belum tampak tanda-tanda kebangkitan, karena dorongan untuk bangkit memang tidak dipengaruhi oleh ketinggian akhlaqnya.
Jelaslah, bahwa tidak ada alternatif lain untuk memulai kebangkitan hakiki selain dari MENGUBAH PEMIKIRAN DASAR (AQIDAH) dahulu. Selanjutnya aqidah ini dijadikan sebagai dasar kehidupan sehari-hari sekaligus mengarahkan kehidupan umat Islam agar sesuai dengan hukum-hukum yang terpancar dari fikroh Islam. Sepanjang sejarahnya Islam mampu memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan, yakni dengan jalan ijtihad dengan tetap berpedoman pada fikroh Islam. Dengan menempuh cara seperti ini kebangkitan hakiki akan tercapai, bukan sekedar kebangkitan yang semu. Sungguh, Islam telah membangkitan umat terdahulu dan Insya Allah, ia akan mengulangi kembali untuk kedua kalinya.
Thariqah Kebangkitan
Dari fakta-fakta dan perbandingan-perbandingan yang telah dilakukan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meraih kebangkitan haruslah dikembalikan kepada pemikiran yang mendasar, yakni pemikiran tentang kehidupan dan hubungannya dengan keadaan sebelum dan sesudahnya (aqidah). Kebangkitan hakiki bukan dinilai dari meningkatnya taraf ekonomi atau moral suatu masyarakat, bukan pula dari kemajuan sains dan teknologi, sebagaimana anggapan yang sering terdengar. Kebangkitan umat yang sebenarnya adalah meningkatnya taraf berpikir (irtifa'u al-fikri) mereka di atas landasan aqidah yang shahih yakni aqidah Islamiyah. Dengan asas inilah ditegakkan pemikiran-pemikiran lain yang memecahkan problematika kehidupannya, termasuk didalamnya problematika sosial, ekonomi, moral, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pemikiran ini bersumber pada Dzat yang mustahil terjadi kekurangan. Kesalahan baru mungkin terjadi pada cabang-cabangnya. Oleh sebab itu dengan asas pemikiran inilah, keberhasilan da'wah akan terjamin.
Adapun aqidah yang cacat (sekularisme dan komunisme) mungkin saja akan menghasilkan kebangkitan, tapi kebangkitan yang dicapai adalah kebangkitan yang salah. Kebangkitan yang tidak memberikan kepuasan akal dan ketentraman jiwa, serta melanggar fitrah manusia.
Dari pemahaman terhadap thariqah dakwah Rasulullah dalam membangkitkan umatnya, dapat dirumuskan Thariqah (metode) Kebangkitan sebagai berikut :
* Bila landasan kebangkitan telah ditetapkan, selanjutnya pemikiran tersebut harus disampaikan kepada umat, dan harus dipahami secara utuh dan murni, sehingga memungkinkan mereka mengamalkan pemikiran itu dalam kenyataan hidupnya. Terjadinya kesesuaian antara pemikiran dan kenyataan hidupnya merupakan pertanda awal kebangkitan. Berdasarkan pemikiran yang shahih ini umat harus diajak untuk berpikir secara mendalam dalam setiap praktek kehidupannya dan apa-apa yang terjadi di sekelilingnya. Dengan begitu, mereka dapat menentukan sendiri mana yang benar dan yang salah, serta terdorong untuk memecahkan problema hidup sesuai dengan jalan yang HAQ dan memenangkannya, serta menjauhkan diri dari pemecahan yang BATHIL dan menyingkirkannya.
Sebagai contoh, terhadap pernyataan bahwa nasionalisme merupakan dasar pemikiran untuk bangkit dan menyatukan umat. Umat harus diajak untuk berpikir untuk menentukan kebenaran pernyataan itu. Misalnya, jika pemikiran tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa dengan diterapkannya nasionalisme, bangsa Arab (misalnya) akan bangkit dan bersatu berarti konsep tersebut benar. Sebaliknya jika kenyataannya kebangkitan dan persatuan tidak tercapai berarti konsep itu tidak benar dan tidak layak dijadikan sebagai dasar kebangkitan.
Contoh lainnya konsep pergaulan bebas di tengah masyarakat. Menurut para penganut paham liberalisme, konsep itu dapat mengurangi problema sosial dan memperkecil gejolak seksual. Untuk menilai konsep ini, umat harus diajak melihat kenyataan di masyarakat. Apabila problema sosial yang muncul akibat seksual pada masyarakat sekular, yang membolehkan pergaulan bebas, lebih sedikit terjadi daripada di dalam masyarakat Islam yang melarang pergaulan bebas, maka berarti konsep tersebut benar. Jika yang terjadi sebaliknya, tentu ia salah, bahkan penerapannya justru menambah masalah bagi masyarakat.
Bila kesadaran umat terhadap penerapan pemikiran dengan kenyataan hidupnya mulai timbul, itulah pertanda kebangkitan akan dimulai. Kesadaran berpikir semacam ini sangat diperlukan untuk mendapatkan suatu kepastian terhadap kebenaran pemikiran dan penerapannya.
* Jika langkah di atas telah tercapai, tibalah saatnya menegakkan suatu pemerintahan ATAS DASAR SEBUAH FIKRAH, yakni aqidah yang telah dipahami umat, BUKAN atas dasar peraturan perundang-undangan atau hukum-hukum saja. Mendirikan suatu pemerintahan atas dasar undang-undang atau hukum saja tidak akan menghasilkan kebangkitan. Cara demikian justru akan membius umat dan tampak dipaksakan sehingga kebangkitan makin jauh dari kenyataan karena umat merasa terkungkung. Jadi, kebangkitan tidak mungkin dicapai tanpa mendirikan pemerintahan atau kekuasaan di atas landasan fikroh yang menyeluruh, yakni aqidah. Dari sinilah akan lahir perundang-undangan dan hukum-hukum yang mengatur kehidupan.
Menegakkan suatu pemerintahan diatas landasan sebuah fikrah bukan berarti melakukan kudeta secara militer, atau merampas kekuasaan untuk kemudian menegakkan pemerintahan baru diatas landasan sebuah fikrah. Cara seperti ini juga tidak akan menghasilkan suatu kebangkitan dan tidak akan mampu menciptakan pemerintahan yang stabil. Kebangkitan haruslah ditempuh dengan cara memberikan pemahaman tentang fikrah yang digunakan sebagai dasar kebangkitan itu kepada umat secara meluas dan mendalam. Fikrah ini kelak dijadikan landasan kehidupan, yang kemudian diarahkan pada bentuk-bentuk aktivitas yang sesuai dengan fikrah tersebut. Bersamaan dengan itu umat sendirilah yang akan menuntut suatu pemerintahan dan kekuasaan atas dasar pemahamannya terhadap fikrah tadi. Dari sinilah awal mula terjadinya kebangkitan.
Yang penting dalam masalah ini bukanlah merebut pemerintahan melainkan menghimpun umat ke dalam satu fikrah dan diarahkan kehidupannya berdasarkan fikrah tadi. Mengambil alih pemerintahan bukanlah tujuan bahkan tidak boleh menjadi tujuan, melainkan hanya jalan menuju kebangkitan !.
Rasulullah saw. menyeru manusia kepada aqidah Islam dengan jalan dakwah fikriyah. Setelah penduduk Madinah dari suku Aus dan Khadzraj berhimpun atas dasar aqidah Islam yang telah menjadi fikrah mereka dan senantiasa mengarahkan kehidupannya ke arah fikroh tersebut, Rasulullah saw. menegakkan pemerintahan di Madinah hanya atas dasar aqidah Islam. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah bersabda :
"Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka mengucapkan 'Laa ilaaha illallah', maka siapa yang telah mengucap 'Laa ilaaha illallah' telah terpeliharalah dariku jiwa dan hartanya sesuai dengan kewajibannya dalam Islam, dan hisabnya terserah kepada Allah."(HR. Bukhori-Muslim)
Hadits ini menunjukkan ajakan Rasulullah kepada fikrah yang menghasilkan kebangkitan di Madinah dan menyebarkannya ke seluruh bangsa Arab. Setelah itu, bangsa-bangsa lain pun berbondong-bondong masuk Islam dan menganut fikrahnya. Mulailah dibuat piagam (watsiqoh) yang mengatur kehidupan rakyat serta membangun tatanan hidup berlandaskan aqidah Islam.
Monday, October 27, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment