Friday, March 27, 2009

SEJARAH MASUKNYA ISLAM SEKALIGUA MUNCULNYA KOTA KAIOR

Dicky Hapiddin

* Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.
* Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Sayyid Umar bin Khattab, 3000 pasukan Sayyid Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Sayyid Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
* Mesir baru menjadi pusat kekuasaan -dan juga peradaban Muslim-baru pada akhir Abad 10
* Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi'ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah -dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi'ah, Sayyidah Fatimah
* Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota.
* Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari asal kata "Al-Zahra", nama panggilan Sayyidah Fatimah al-Zahro) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi.
* Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
* Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Sayyid Salahuddin al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah. Hal ini terjadi dikarenakan gangguan politik yang terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot.
* Sayyid Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu.
* Kemudian kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk). Sekarang yang dikenal dengan Dinasti Mamalik.
* Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat dengan Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah yaitu Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
* Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz.
* Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran pasukan Hulagu [salah satu anaknya Zengis Khan]. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu.
* Barbar Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian dinasti Mamalik telah dua kali berhasil menghalang invasi dari pasukan Mongol.
* Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk [Mamalik] tersebut.

Tokoh-tokoh dalam peristiwa yang terkait adalah :

1. Rasulullah Saw [surat ajakan masuk islam]
2. Gubernur Mukaukis [Romawi]
3. Sayyid Umar bin Khotob Ra. [pimpinan]
4. Sayyid Amru bin Ash [jendral] - 3000
5. Sayyid Zubeir bin Awwam [jendral] – 4000
6. Muiz Lidinillah [membelot dari dinasti Abbasiyah]
7. Jawhar as-Siqili [panglima perangnya Muiz]
8. Sayyid Aziz Billah [pengganti Muiz]
9. Sayyid Hakim Biamrillah [pengganti Muiz]
10. Sayyid Salahuddin al-Ayyubi [mengambil alih-masa dinasti Ayyubiyah]
11. Keturunan budak Turki [mengambil alih-masa dinasti Mamalik]
12. Turansyah [sultan yang baru diangkat]
13. Aybak dan Sajarah [membunuh Turansyah]
14. Sajarah [ibu tiri Turansyah]
15. Baybar dan Qutuz [penghalang Mongol – Hulagu]
16. Sultan Barquq [menghalangi invasi Timur Lenk]
17. Kesultanan Ustmani menyerbu Kairo

Monday, March 23, 2009

PENTINGNYA ADAB BAGI PENIMBA ILMU

Allah telah menganugrahkan kepada hamba-hamba- Nya nikmat yang besar dengan diutusnya Rasul yang paling mulia Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, da'i yang menyeru kepada Allah dengan idzin-Nya, dan sebagai lampu yang menerangi, yang telah diturunkan Al-Qur`an kepadanya, sebagai kitab yang memberi petunjuk, mengajarkan ilmu dan yang memperbaiki keadaan manusia. Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Al-Jumu'ah: 2)

Maka dakwahnya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam mencakup tiga hal utama, sebagaimana diterangkan dalam ayat yang mulia ini. Tiga hal itu adalah At-Tabliigh (menyampaikan ilmu), At-Tazkiyyah (pensucian jiwa) dan At-Ta'liim (mengajarkan ilmu). Adapun at-tazkiyyah maka yang dimaksud adalah mendidik jiwa agar menerapkan Islam, melaksanakan perintah-perintah- Nya dan menjauhi larangan-larangan- Nya serta berakhlak dengan akhlak-akhlak yang utama dan adab-adab yang tinggi.

Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaksanakan tugas ini yaitu mendidik dan mensucikan jiwa para shahabatnya dan mengajarkan kepada mereka adab-adab Islam sehingga berubahlah mereka yang tadinya keras, kaku dan kasar menjadi orang-orang yang lembut, luas akhlaknya dan baik dalam pergaulannya serta secara umum berakhlak dengan akhlaknya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai panutan ummat Islam, yang mana akhlak beliau adalah Al-Qur`an.

Para shahabatpun senantiasa melaksanakan tugas yang agung ini dalam menyebarkan Islam, di mana mereka bersungguh-sungguh dalam menyampaikan adab sebelum ilmu kepada murid-murid mereka dari kalangan tabi'in, dan mengarahkan mereka kepada akhlak dan adab pada dirinya, keluarganya, gurunya, teman-temannya serta seluruh manusia yang ada di sekitarnya, yang semuanya ini selayaknya dimiliki oleh seorang penuntut ilmu agar berpegang teguh dengannya.

Kemudian hal ini pun berpindah kepada tabi'in, di mana mereka menjadi para pengajar yang menjadi panutan dalam masalah adab dan ilmu bagi murid-muridnya. Dan demikianlah dari satu generasi ke generasi berikutnya, mereka senantiasa mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu agama itu sendiri.

Ucapan Para Imam tentang Pentingnya Adab
Al-Khathib Al-Baghdadiy meriwayatkan dari Al-Imam Malik bin Anas, beliau berkata: Berkata Ibnu Sirin: "Mereka (para shahabat dan tabi'in) mempelajari al-huda (petunjuk tentang permasalahan adab dan yang sejenisnya) sebagaimana mereka mempelajari ilmu." (Al-Jaami' li Akhlaaqir Raawii wa Aadaabis Saami', 1/79)
Dari Al-Imam Malik juga, dari Ibnu Syihab, beliau berkata: "Sesungguhnya ilmu ini adalah adabnya Allah, yang telah Allah ajarkan kepada Nabi-Nya dan demikian juga telah diajarkan oleh Nabi kepada ummatnya; amanatnya Allah kepada Rasul-Nya agar beliau melaksanakannya dengan semestinya. Maka barangsiapa yang mendengar ilmu maka jadikanlah ilmu tersebut di depannya, yang akan menjadi hujjah antara dia dan Allah 'Azza wa Jalla." (Ibid. 1/79)

Dari Ibrahim bin Hubaib, beliau berkata: Berkata ayahku kepadaku: "Wahai anakku, datangilah para fuqaha dan para ulama, dan belajarlah dari mereka serta ambillah adab, akhlak dan petunjuk mereka, karena sesungguhnya hal itu lebih aku sukai untukmu daripada memperbanyak hadits." (Ibid. 1/80)

Dari Ibnul Mubarak, beliau berkata: Berkata Makhlad bin Al-Husain kepadaku: "Kami lebih butuh untuk memperbanyak adab daripada memperbanyak hadits." (Ibid. 1/80)

Hal ini dikarenakan kalau seseorang sibuk memperbanyak hadits dan menghafalnya akan tetapi tidak beradab dengan adab-adab yang telah dipraktekkan oleh para ulama niscaya ilmu tadi tidak akan bermanfaat. Akan tetapi orang yang belajar adab niscaya dia akan terus mencari tambahan ilmu dengan diamalkan dan diterapkan adab-adab yang telah dipelajarinya.
Dari Zakariyya Al-'Anbariy, beliau berkata: "Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu sedangkan adab tanpa ilmu seperti ruh tanpa jasad." (Ibid. 1/80)
Dari Malik bin Anas bahwasanya ibunya berkata kepadanya: "Pergilah ke Rabi'ah lalu pelajarilah adabnya sebelum ilmunya." (Tanwiirul Hawaalik Syarh Muwaththa` Al-Imaam Maalik, hal.164)

Diambil dari Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.23-25 dengan beberapa perubahan

Sunday, March 22, 2009

AKHLAK, SIFAT DAN PERANGAI ROSULULLOH

Akhlak dan perangai seseorang merupakan barometer akal dan kunci untuk mengenal hati nuraninya.'Aisyah Ummul Mukminin putri Ash-Shiddiq -radhiyallahu 'anhuma- seorang hamba terbaik yang mengenal akhlak Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dan yang dapat menceritakan secara detail keadaan beliau shallallahu 'alaihi wasallam. 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- adalah orang yang paling dekat dengan beliau baik saat tidur maupun terjaga, pada saat sakit maupun sehat, pada saat marah maupun ridha.



Aisyah -radhiyallahu 'anha- menuturkan:

Rasulullah bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan. (HR. Ahmad)



Al-Husein cucu beliau menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: "Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: "Beliau -shallallahu' alaihi wasallam- senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja yang mengharapkanya pasti tidak akan kecewa, dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas. Beliau meninggalkan tiga perkara: "riya', berbangga bangga diri dan hal yang tidak bermanfaat." Dan beliau menghindarkan diri dari manusia karena tiga perkara:"beliau tidak suka mencela atau memaki orang lain, beliau tidak suka mencari-cari aib orang lain, dan beliau hanya berbicara untuk suatu maslahat yang bernilai pahala.



Jika beliau berbicara, pembicaraan beliau membuat teman-teman duduknya tertegun, seakan-akan kepala mereka dihinggapi burung (karena khusyuknya). Jika beliau diam, barulah mereka berbicara. Mereka tidak pernah membantah sabda beliau. Bila ada yang berbicara dihadapan beliau, mereka diam memperhatikannya sampai ia selesai bicara. Pembicaraan mereka disisi beliau hanyalah pembicaraan yang bermanfaat saja. Beliau tertawa bila mereka tertawa. Beliau takjub bila mereka takjub, dan beliau bersabar menghadapi orang asing yang kasar ketika berbicara atau ketika bertanya sesuatu kepada beliau, sehingga para sahabat -shallallahu 'alaihiwasallam- selalu mengharapkan kedatangan orang asing seperti itu guna memetik faedah. Beliau bersabda:"Bila engkau melihat seseorang yang sedang mencari kebutuhannya, maka bantulah dia." (HR. At-Tirmidzi)



Beliau tidak mau menerima pujian orang kecuali menurut yang selayaknya. Beliau juga tidak mau memutuskan pembicaraan seseorang kecuali orang itu melanggar batas, beliau segera menghentikan pembicaraan tersebut dengan melarangnya atau berdiri meninggalkan majlis."



Dalam suatu riwayat, Al-Bara' bin 'Azib radhiyallah 'anhu menuturkan:

"Rasulullah adalah seorang yang sangat tampan wajahnya, sangat luhur budi pekertinya, beliau tidak terlalu jangkung dan tidak pula terlalu pendek."(HR. Al-Bukhari)



Masih dari Al Bara' radhiyallah 'anhu ia berkata: "

"Rasulullah memiliki dada yang bidang dan lebar, beliau memiliki rambut yang terurai sampai kecuping telinga (bagian bawah telinga), saya pernah menyaksikan beliau mengenakan pakaian berwarna merah, belum pernah saya melihat sesuatu yang lebih indah dari pada itu.." (HR. Al-Bukhari)



Dalam suatu riwayat Anas bin Malik radhiyallah 'anhu mengungkapkan:

"Belum pernah tanganku menyentuh kain sutra yang lebih lembut dari pada telapak tangan Rasulullah. Dan belum pernah aku mencium wewa-ngian yang lebih harum dari pada aroma Rasulullah " (Muttafaq 'alaih)



Beliau adalah seorang yang sangat pemalu, sampai-sampai Abu

Sa'id Al-Khudri radhiyallah 'anhu mengatakan:

"Rasulullah itu lebih pemalu daripada gadis dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai sesuatu,niscaya kami dapat mengetahui ketidak-sukaan beliau itu dari wajahnya." (HR. Al-Bukhari)



Dalam suatu riwayat 'Aisyah radhiyallahu anha menuturkan:

"Rasulullah tidaklah berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu berbicara dengan nada cepat). Namun beliau berbicara dengan nada perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal oleh orang yang mendengarnya. ." (HR. Abu Daud)



Beliau adalah seorang yang rendah hati lagi lemah lembut, sangat senang jika perkataannya dapat dipahami. Diantara bentuk kepedulian beliau terhadap umat ialah dengan memperhatikan tingkatan-tingkatan intelektualitasdan pemahaman mereka di dalam berkomu-nikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah seorangyang sangat penyantun lagi sabar. Diriwayatkan dari 'Aiysah radhiyallahu 'anha bahwa ia berkata:

"Tutur kata Rasulullah sangat teratur, untaian demi untaian kalimat tersusun dengan rapi, sehingga mudah dipahami oleh orang yang mendengarkannya. "(HR. Abu Daud)



Cobalah perhatikan kelemah-lembutan dan keluasan hati Rasulullah, beliau sudi mengulangi perkataan agar dapat dipahami!



Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengungkapkan kepada kita:

"Rasulullah sering mengulangi perkataannya tiga kali agar dapat dipahami." (HR. Al-Bukhari)



Abu Ishaq As-Sabi'i berkata:

"Seseorang pernah bertanya kepada Al-Bara' bin 'Azib radhiyallah 'anhu: "Apakah wajah Rasulullah lancip seperti sebilah pedang?" ia menjawab: "Tidak, bahkan bulat bagaikan rembulan!"

(HR. Al-Bukhari)



Rasulullah selalu berlaku lemah-lembut kepada orang lain. Dengan sikap seperti itu justru orang-orang menjadi takut, segan serta hormat kepada beliau!. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu ia berkata:

Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. Beliau mengajak laki-laki itu berbicara sehingga membuatnya menggigil ketakutan. Rasulullah berkata kepadanya: "Tenangkanlah dirimu! Sesungguhnya aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah putra seorang wanita yang biasa memakan dendeng." (HR. Ibnu Majah)



Suatu ketika ada orang kafir yang melewati beliau sambil berjalan memperolok-olok beliau dengan ucapan salam seraya berkata : "As-Saamu 'alayk..!!, (semoga engkau mati…!!), beliau hanya menjawab : "wa'alayk..!" (dan kamu juga…!), maka secara spontan sebagai sang istri; Aisyah yang berada di samping beliau membalasnya dengan jawaban : Wa'alaykas saamu walla'natu wal ghodhob ikhwatul kirodah wal khonaaziyr…!!! (semoga engkau mati, terlaknat, dimarahi Alloh dan semoga engkau menjadi saudara monyet-monyet dan babi-babi…!!!), setelah mendengar jawaban Aiysah; beliau menegur Aisyah dengan sabdanya : wahai Aisyah…!, sesungguhnya Alloh itu maha lembut dan mencintai kelembutan…!. Dalam suatu riwayat Aisyah -radhiyallah 'anha- menuturkan:" Pada suatu hari Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- berkata kepadanya : "Wahai 'Aisy…! (panggilan kesayangan 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- ), Malaikat Jibril -'alaihi wasallam- tadi menyampaikan salam buatmu..!." (Muttafaq 'alaih)



Di dalam suatu riwayat diriwayatkan juga dari beliau:

"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan sebuah perkataaan yang belum jelas bermanfaat baginya, sehingga membuat ia terperosok ke dalam api Neraka (yang jaraknya) lebih jauh dari pada jarak timur dan barat." (Muttafaq 'alaih)



Cobalah renungkan satu persatu akhlak dan budi pekerti nabi umat ini -shallallahu 'alaihi wasallam-. Pegang teguh akhlak tersebut dan bersungguh-sungguhl ah dalam meneladaninya, sebab ia adalah kunci seluruh kebaikan. Maka tunggu apalagi ?, ayo…!, sampaikan sholawat dan salam kepada Nabi kita, Allohumma sholli wa sallim wabaarik 'ala nabiyyina Muhammad wa aalihi washohbihi waman tabi'ahum bi-ihsaanin ila yawmiddin.

Saturday, March 21, 2009

Al Quran diubah-ubah

Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi’ah. Secara fisik, memang sulit dibedakan antara penganut Islam dengan penganut Syi’ah. Namun jika ditelusuri –terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.

Apa Itu Syi’ah?

Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang bersatu/berkumpul di atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah 3/61)

Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa` Wan Nihal 2/113, karya Ibnu Hazm)


Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Isma’iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya. (Al-Milal Wan Nihal hal.147, karya Asy-Syihristani)

Namun, tampaknya yang terpenting untuk diangkat pada edisi kali ini adalah sekte Imamiyyah atau yang dikenal dengan nama lain yaitu Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok sempalan ini terus menerus menebarkan berbagai macam kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan negara Iran-nya.

Siapakah Pencetusnya?

Pencetus pertama bagi faham Syi’ah Rafidhah adalah seorang Yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba` Al-Himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Asal usul faham ini dari munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran –pent). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba` Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa –pent).” (Majmu’ul Fatawa 4/435)

Kesesatan Syi’ah Rafidhah

Menengok latar belakang kemunculannya dan kondisi agama pencetusnya yaitu Abdullah bin Saba`, maka tidak samar lagi bahwa sekte yang satu ini sesat. Namun, berakhirnya riwayat hidup Abdullah bin Saba` yang dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib sendiri tidaklah menghentikan sepak terjang para pewarisnya untuk menebarkan kesesatan yang lebih banyak dan lebih berbahaya.

Dengan berbekal kedustaan dan kesesatan, mereka mencoba meruntuhkan pondasi-pondasi Islam. Al-Qur`an –rujukan suci kaum muslimin- mereka usik keabsahannya, manusia-manusia terbaik umat ini dari para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka rendahkan martabatnya. Lalu, Islam manakah yang ada pada mereka ketika kitab suci dan orang-orang mulia kaum muslimin mereka injak-injak kehormatannya?!!

Al-Qur`an dalam Tinjaun Syi’ah Rafidhah
Perlu pembaca ketahui bahwasanya Al-Qur`an yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kitab suci dan referensi terbesar umat Islam merupakan kitab suci terakhir yang telah Allah jamin kemurniannya dari berbagai macam usaha pengubahan dan penyelewengan. Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr:9)

Bahkan Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Israa`:88)

Dan juga firman-Nya yang artinya: “Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar.” (Yuunus:38)

Namun orang-orang Syi’ah Rafidhah dengan beraninya menyatakan bahwa Al-Qur`an yang ada di tangan kaum muslimin ini telah mengalami perubahan dari yang semestinya. Di dalam kitab Ushul Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdillah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata: “Sesungguhnya Al-Qur`an yang dibawa Jibril kepada Muhammad ada 17.000 ayat.” Kalau demikian 2/3 dari Al-Qur`an telah hilang karena jumlah ayat di dalam Al-Qur`an di sisi kaum muslimin tidak lebih dari 6666 ayat !!!

Di dalam juz 1, hal.239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah, namun mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu.” Abu Bashir bertanya: “Apa mushaf Fathimah itu?” Abu Abdillah menjawab: “Sebuah mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian (umat Islam). Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al-Qur`an kalian….”

Bahkan salah seorang ahli hadits mereka yang bernama Husain bin Muhammad Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab yang menjelaskan bahwa Al-Qur`an yang ada di tangan kaum muslimin telah mengalami perubahan dan penyimpangan.

Ini merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap Al-Qur`an sekaligus sebagai penghinaan kepada Allah, bahwa Dia tidak mampu merealisasikan jaminan-Nya untuk menjaga Al-Qur`an. Ini merupakan salah satu misi Yahudi yang berbajukan Syi’ah Rafidhah sebagai bentuk konspirasi jahat mereka untuk merusak dan mengkaburkan referensi utama umat Islam. Pernyataan kufur mereka ini sama sekali belum pernah dilontarkan sekte-sekte sesat sekalipun seperti Mu’tazilah, Khawarij ataupun Murji`ah.

Beberapa Fakta Pemalsuan dan Penyelewengan Al-Qur`an oleh Syi’ah

Ketika mereka tidak mampu membuat kitab yang semisal dengan Al-Qur`an, maka tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali menambah, memalsukan dan menyelewengkan apa yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur`an sesuai dengan hawa nafsu mereka. Perbuatan tercela ini tidaklah beda dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap kitab suci mereka. Allah berfirman yang artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.” (Al-Baqarah:79)

Diantara contoh kedustaan dan penyelewengan mereka terhadap mushaf Al-Qur`an:

1. Dalam Surat Al-Baqarah:257
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ …
“Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan….”
Namun dalam Al-Qur`an palsu mereka:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِوِلاَيَةِ عَلِيّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ …
“Dan orang-orang yang kafir terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib itu, pelindung-pelindung mereka adalah syaithan….”

2. Dalam Surat Al-Lail:12-13
إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى(12) وَإِنَّ لَنَا لَلآخِرَةَ وَالأُولَى(13)
“Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk, dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.”
Namun dalam Al-Qur`an palsu mereka:
إِنَّ عَلِيًّا لَلْهُدَى(12) وَإِنَّ لَهُ لَلآخِرَةَ وَالأُولَى(13)
“Sesungguhnya Ali benar-benar sebuah petunjuk dan kepunyaan dialah akhirat dan dunia.”

3. Dalam Surat Al-Insyiraah:7
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Maka apabila kamu (Muhammad) telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
Sedangkan dalam Al-Qur`an palsu mereka:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصِبْ عَلِيًّا لِلْوِلاَيَةِ
“Maka apabila kamu (Muhammad) telah selesai (dari suatu urusan), maka berilah Ali kepemimpinan.”
Bahkan sebelum ayat ini ada tambahan:
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ بِعَلِيٍّ صِهْرِكَ
“Dan Kami angkat penyebutanmu (Muhammad) dengan Ali sang menantumu.”

Para pembaca, bila kita telusuri keyakinan atau aqidah bathil ini, ternyata merupakan sebuah kesepakatan yang ada pada mereka. Tidak satupun di antara ulama-ulama jahat mereka yang menyelisihi kesepakatan ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang ulama mereka yaitu Al-Mufid bin Muhammad An-Nu’man dalam kitab Awai’ilul Maqalaat hal 49.

Adapun bila ditemukan pendapat sebagian kecil ulama mereka tentang tidak adanya perubahan dan penyimpangan Al-Qur`an, maka hal itu hanyalah upaya penyembunyian aqidah kufur mereka di hadapan umat Islam. Maka janganlah sekali-kali seorang muslim mempercayainya. Karena mereka adalah orang-orang yang beragama dengan taqiyyah (kedustaan). Wallaahu A’lam.

Sumber: Buletin Islam Al Ilmu Edisi 28/II/II/1425. Terbitan Yayasan As Salafy Jember.

(Dikutip dari Bulletin Al Wala’ wa Bara’, Edisi ke-7 Tahun ke-3 / 07 Januari 2005 M / 26 Dzul Qo’dah 1425 H. Diterbitkan Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Bandung. Url sumber : http://salafy.iwebland.com/fdawj/awwb/read.php?edisi=7&th=3#sub2)

Harap Dan Takut Buah Keikhlasan

Seorang mu'min haruslah berharap dan cemas atas setiap amal baik yang ia kerjakan, ia berharap mendapatkan rahmat Allah dan cemas kalau-kalau amal baik yang ia kerjakan tidak diterima oleh Allah Subhana waTa'ala.

Imam Bukhari rahimahullah menamakan sebuah bab dalam kitab Al-Iman dengan Bab khaufil mu'min min an yahbatha a'maluhu wa huwa la yasy'ur, artinya "Bab takutnya seorang mu'min kalau-kalau amalannya terhapus sedang dia tidak menyadarinya" . Kemudian beliau membawakan ucapan Ibrahim At-Taimi rahimahullah secara mu'allaq. [Dan dalam kitab Tarikhnya beliau meriwayatkannya secara maushul sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari juz 1 hal.136] :

Dan Ibrahim At-Taimi berkata. "Apabila saya mempertimbangkan antara ucapanku dan amalanku saya takut kalau-kalau saya termasuk seorang pendusta."

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata. "Ucapan beliau (Imam Bukhari, pent) : "Dan Ibrahim At-Taimi berkata," dia adalah termasuk ahli fiqh Tabi'in dan ahli ibadah di kalangan mereka, dan ucapannya (مكذبا) diriwayatkan dzalnya berfathah, yaitu: Saya takut orang yang melihat amalku bertentangan dengan ucapanku akan mendustakanku, (maksudnya) ia berkata: Jika engkau benar tentu perbuatanmu tidak bertentangan dengan ucapanmu, ia mengucapkan demikian ketika ia sedang memberi nasehat kepada manusia. Dan diriwayatkan pula huruf dzalnya berkasrah, dan yang ini paling banyak riwayatnya, adapun maknanya, meskipun ia seorang pemberi nasehat kepada manusia, ia merasa bahwa amalannya belum mencapai target yang semestinya. Dan Allah mencela orang yang ber-amar ma'ruf nahi munkar, sedang dia lalai dalam segi amal, sebagaimana dalam firmanNya.

"Amat besar kebencian di sisi Allah, kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan."[As- Shaff :3]

Maka dia takut seperti para pendusta.[1]

Selanjutnya Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan ucapan Ibnu Abi Mulaikah secara mu'alaq juga. [2]

"Dan Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Saya mendapatkan tiga puluh orang dari para shahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, mereka semuanya takut kalau dirinya terjangkit penyakit nifak, tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengatakan bahwa dirinya seperti imannya Jibril dan Mikail".[3]

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata. "Yang demikian dikarenakan seorang mu'min mungkin sekali datang kepadanya sesuatu yang menodai amalnya sehingga berubah niatnya menjadi tidak ikhlas. Tidak berarti mereka terjerumus kepada kemunafikan, dikarenakan ketakutan mereka tersebut, tetapi ini menunjukkan keutamaan mereka dalam hal wara' dan taqwa, semoga Allah meridhai mereka semuanya."

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, istri Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, ia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tentang ayat ini "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut." [Al-Mu'minun 60]. Apakah mereka itu orang-orang yang meminum minuman keras dan mencuri?

Beliau menjawab, "Bukan! Wahai putri Ash-Shidiq! Akan tetapi mereka itu adalah orang-orang yang berpuasa, menjalankan shalat, bershadaqah dan mereka takut kalau-kalau amal baik mereka itu tidak diterima, mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan. [4]

Saudara-saudaraku sekalian, pada kesempatan ini saya nukilkan tulisan Imam Adz Dzahabi rahimahullah dalam bukunya SiyarA'laami An-Nubalaa ketika beliau menulis biografi Al-Allamah, Al Hafizh Abu Muhammad Abdurrahman Ibnu Abi Hatim Ar Razi rahimahullah (327H), Imam AdzDzahabi rahimahullah berkata.

"Dan Abu Ar Rabi' Muhammad bin Al Fadhl Al Balkhi berkata, "Saya mendengar dari Abu Bakr Muhammad bin Mahrawaih Ar Razi, saya mendengar dari Ali bin Al-Husein bin Al Junaid, saya mendengar dari Yahya bin Ma'in bahwasanya ia berkata, "Sesungguhnya kami mencela manusia, padahal mungkin mereka yang dicela tersebut telah disediakan tempat mereka di Surga sejak dua ratus tahun yang lalu (sejak wafatnya, pent)"." Saya berkata (yaitu Imam Adz-Dzahabi, pent), "Barangkali yang benar sejak seratus tahun yang lalu, karena sesungguhnya di zaman Yahya belum sampai ke angka tersebut."

Ibnu Mahrawaih berkata, "Maka saya masuk menemui Abdurrahman bin Abi Hatim dan dia sedang membacakan buku Al-Jarhu wat Ta'dil kepada manusia, lalu saya sampaikan perkataan Yahya bin Ma'in, maka beliau menangis, dan kedua tangannya gemetar sampai mengakibatkan bukunya terjatuh, dan terus menangis sambil meminta kepadaku untuk mengulangi hikayat tersebut.

Saya berkata (Yaitu Imam Adz-Dzahabi, pent), "Dia menempuh jalan gentar dan takut akan akibat yang buruk, padahal ucapan pengkritik yang wara' mengenai orang-orang dhu'afa, termasuk nasehat bagi dien Allah dan dalam rangka membela As Sunnah.[5]

Semoga kisah di atas menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua. Wahai Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati-hati kami agar selalu dalam keadaan istiqamah di atas dien Mu yang lurus, dan kami memohon kepadaMu untuk mengakhiri kehidupan di dunia ini dengan kesudahan yang baik.


[Disalin dari buku Fikih Nasehat, Penyusun Fariq Bin Qosim An-Nuz, Da'i jeddah dakwah center, di HAIL, KSA. Cetakan Pertama, Sya'ban 1420H/November 1999. Penerbit Pustaka Azzam Jakarta. PO BOX 7819 CC JKTM]
__________
Foote Note
[1]. Fathul Bari, juz 1 hal.136
[2]. Dimaushulkan oleh Abu Zur'ah Ad-Dimasyqi dalam Tarikh-nya dan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam Tarikh-nya dan Muhammad Ibnu Nashr Al-Marwazi dalam kitabnya Al-Iman, meskipun keduanya tidak menyebutkan jumlah shahabat, begitulah seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Hajardalam Fathul Bari, Juz 1hal. 136
[3]. Shahih Al Bukhari, hal 14
[4]. H.R. Tirmidzi (2/201), Ibnu Jarir (10/26), Al-Hakim (2/393-394) dan Al-Baghawi dalam tafsirnya (6/25)dan Ahmad (6/159 dan 205).Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah No.162)
[5]. Siyar A'lami An-Nubala', juz 13 hal.268

Tuesday, March 17, 2009

Ikhwanul Muslimin: Kekuatan Islam di Mesir( Bagian 1 )

Senin, 21 Apr 08 09:08 WIB
Membahas peta kekuatan politik Islam di Mesir tidak bisa lepas dari membincangkan gerakan Persaudaraan Islam atau Ikhwanul Muslimin (IM) yang didirikan oleh Asy-Syahid Hasan Albana hampir tujuh dekade lalu. Bahkan banyak gerakan Islam dunia, di Asia, Australia, Eropa, maupun Amerika, terinspirasi dari gerakan al-Ikhwan ini.
Tidak aneh jika kekuatan politik Barat yang sekuler melihat IM sebagai salah satu ganjalan terberatnya dan lewat berbagai konspirasi di medan nyata maupun media, mereka banyak melontarkan fitnah keji bahwa IM berada di balik semua aksi teror hingga kini.
Kemunculan gerakan IM tidak bisa lepas dari perjalanan dakwah Islam di dunia Arab itu sendiri, bukan hanya di Mesir. Ada rentang yang teramat jauh hingga menunjuk sekitar abad ke 700 Masehi atau tepatnya tahun 661 M di mana saat itu Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah pertama dalam apa yang sekarang kita kenal sebagai masa Dinasti Muawiyah.
Dunia Islam menyikapi naiknya Muawiyah sebagai khalifah dengan dua wajah yang saling bertentangan secara diametral: ada kelompok yang menolaknya dan ada pula yang menerima bulat-bulat.
Kelompok yang menolak kekhalifahan Muawiyah menganggap penguasa ini mendapat kekuasaan secara tidak sah. Walau demikian, kelompok yang anti ini juga terbagi dua yaitu mereka yang menolak dengan tegas dan telah menyusun perencanaan matang untuk meluruskan jalan kekhalifahan Islam, dan ada pula yang juga menolak namun mereka lebih memilih jalan aman yaitu melarikan diri kepada Islam ritual guna menghindari bentrokkan dengan penguasa. Yang terakhir ini antara lain diwakili oleh kalangan sufi atau tarekat-tarekat.
Kelompok kedua adalah mereka yang bisa menerima kekuasaan Muamiyah secara bulat. Kelompok yang beraliran politik ”Daripada-Mendingan” alias pragmatis ini beranggapan bahwa biapun Muawiyah jauh dari citra Islam politik yang sesungguhnya, tapi minimal Muawiyah bagaimana pun telah mempersatukan umat Islam di bawah sebuah negara yang berdaulat.
Kelompok yang terakhir ini juga melihat bahwa Muawiyah masih bisa dianggap sebagai cermin dari kekhalifahan Islam antara lain dia tidak melarang umat untuk meyakini rukun iman dan menjalankan rukun Islam yang lima. Hal ini melahirkan golongan umat Islam yang lebih khusyuk dengan hal-hal yang bersifat pribadi atau ubudiyah dan saat ini dikenal sebagai kelompok Islam tradisonal.
Kelompok pertama yang secara tegas ingin menjalankan syariat Islam secara kaffah, walau hal itu harus berhadapan dengan penguasa, secara terencana menyusun langkah demi langkah—marhalah dakwah—agar suatu saat nanti bisa membentuk sebuah pemerintahan yang lebih Islami. Cita-cita yang sedemikian jelas ini membuat banyak penguasa geram dan melakukan penumpasan terhadap tokoh-tokohnya.
Kelompok inilah yang menjadi cikal bakal gerakan Islam modern seperti halnya gerakan al-Ikhwan yang bermula di Mesir.
Kiprah Al-Ikhwan
Gerakan al-Ikhwan didirikan di kota kecil di pinggir terusan Suez bernama Ismailiyah, Mesir, oleh seorang guru yang menjalani kehidupannya dengan penuh kesederhanaan bernama Hasan al-Banna, bulan Maret 1928. Saat Albana mendirikan Ikhwan, sebenarnya dia baru lulus dari Darul Ulum, sebuah lembaga pendidikan guru di Kairo. Setelah lulus, Albana oleh pemerintah Mesir ditempatkan di Ismailiyah guna mengajar di sebuah sekolah lanjutan pertama.
Sebagai seorang ’kutu buku’ dan gemar mengamati perkembangan sejarah dan politik di Mesir dan juga Dunia Islam keseluruhan, Albana meyakini jika Islam-lah satu-satunya solusi bagi kemerdekaan sejati seorang manusia dan juga bangsa. Setiap hari Albana membincangkan hal ini, menularkan semangat keIslamannya kepada semua yang diajaknya bicara. Di kelas, Albana bukan sekadar seorang guru yang secara formal mengajarkan materi pelajaran secara kaku, namun dia dengan penuh kecintaan dan juga semangat berusaha dengan sekuat tenaga menanamkan kepada anak didiknya pemahanan yang lurus tentang Islam, yang berawal dari pemahaman yang benar tentang syahadatain.
Setelah mengajar, Albana sering berkunjung ke kedai-kedai kopi yang memang banyak bertebaran di Ismailiyah dan menjadi tempat berkumpulnya warga kota. Di tempat yang strategis ini, dirinya berdialog dengan siapa saja yang dijumpainya dan menyampaikan segala apa yang menjadi cita-citanya. Saat adzan bergema, Albana selalu berangkat ke masjid terdekat dan mendirikan solat bersama warga lainnya. Dakwahnya di kedai-kedai kopi ini sering dilakukan sampai malam hari sehingga lama-kelamaan banyak warga Ismailiyah yang mengenal Albana sebagai seorang yang pintar, berkepribadian hangat, murah senyum, dan shalih. Banyak warga kota yang menjadikan Albana sebagai tempat mencari nasehat atau solusi bagi permasalahan yang tengah dihadapinya.
Dakwah yang dilakukan Albana tidak hanya dilakukan di Ismailiyah, namun juga di kota-koa lainnya di seluruh negeri. Ini dilakukannya di saat liburan panjang di setiap musim panas. Albana selalu bepergian ke berbagai wilayah, kota maupun desa, dan menyampaikan dakwahnya. Walau telah dikenal sebagai seorang tokoh, namun kesederhanaan seorang Albana tidaklah luntur. Ketika bepergian ke luar daerah, Albana masih saja suka menumpang kendaraan umum.
Pernah satu ketika ada seorang ikhwah yang menjumpai Albana tengah naik kereta api kelas rakyat. Albana ditanya mengapa masih saja bepergian naik kereta rakyat. Dengan senyum yang begitu tulus, Albana menjawab bahwa dirinya naik kereta ini karena tidak ada lagi jenis kereta yang lebih sederhana dan murah. Jika saja ada kereta yang lebih murah, maka dirinya akan memilih menumpang kendaraan tersebut. Mendengar jawaban yang keluar dari hati yang penuh keikhlasan, sang ikhwah pun begitu terharu. Hal ini menjadikannya lebih bersemangat untuk tetap berjuang di jalan dakwah ini. Mungkin lain halnya jika sang Mursyid Aam ini menumpang sebuah mobil mewah atau kereta api kelas VIP. (rz/bersambung)
Ikhwanul Muslimun: Kekuatan Islam di Mesir (2)
Minggu, 25 Mei 08 11:11 WIB
Sosok Albana yang cerdas, ikhlas, namun tetap memilih jalan perjuangan dengan kesederhanaannya, hal ini banyak menarik hati rakyat Mesir. Siapa pun yang diajaknya bicara selalu terkenang dengan kebersihan hati beliau yang memancar dari kedua matanya yang jernih dan senyumnya yang tulus. Albana selalu mengajak orang-orang yang ditemuinya untuk kembali ke jalan Islam yang lurus, untuk kembali ke jalan dakwah Rasulullah SAW yang hanya menggantungkan hidup dan kehidupan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dakwah Ikhwan pun berkembang luas dan merekrut banyak kader di berbagai kota di Mesir.
Di tahun 1933, kantor Ikhwanul Muslimin dipindahkan dari Ismailiyah ke Kairo. Penekanan dakwah yang dilakukan Ikhwan adalah memakmurkan masjid-masjid, menghidupkan pembinaan (usrah) dalam arti sebenarnya dan hanya untuk menegakkan Islam dalam dada para anggotanya, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, perpustakaan-perpustakaan, dan pusat-pusat kegiatan sosial di Mesir.
Model dakwah Islam yang dilakukan Ikhwan ini selalu membantu dan meringankan kehidupan rakyat Mesir yang saat itu masih banyak yang kesusahan dalam arti sebenarnya. Selain menanamkan ruhiyah umat dengan tauhid yang benar, wala wal baro’ yang lurus, Ikhwan lewat Albana juga merintis usaha perekonomian kerakyatan yang banyak membantu kesulitan hidup rakyat Mesir kebanyakan. Inilah kiprah Albana yang mampu membuat gebrakan baru yang belum pernah dilakukan oleh para ulama besar di Al-Azhar saat itu.
Pada masa itu, banyak orang Mesir di Kairo yang alergi dengan nilai-nilai Islam. Barat dengan segala hal yang sesungguhnya merusak dianggap sebagai peradaban yang jauh lebih maju ketimbang Islam. Islam dipinggirkan dan dianggap sebagai agama yang jumud. Albana dengan Ikhwannya meluruskan anggapan yang keliru ini dengan tulus dan cinta. Umat tidak dicekoki dengan materi-materi tarbiyah yang nyeleneh, yang haq dinyatakan haq sedangkan yang bathil dikatakan bathil, jadi tidak pernah Ikhwan dan Albana “mengusap-usap” sesuatu yang makruh menjadi al-haq. Ketegasan Ikhwan seperti inilah yang membuatnya beda dan menarik hati ratusan ribu hingga jutaan umat Islam yang ada.
Garam Bukan Lipstik
Orientasi gerakan Ikhwan di Mesir ingin mengubah rakyat Mesir yang tadinya alergi terhadap Islam dan menderita minderwaardigheit-complex, perasaan minder karena beragama Islam, menjadi umat yang bangga dengan Islam. Strategi awal adalah memberi kejernihan dalam makna syahadat yang merupakan gerbang utama dalam berIslam. “Tiada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad adalah Rasulullah SAW!” Inilah Islam yang sejati. Jadi tiada tuhan-tuhan yang lain selain Allah SWT.
Cita-cita besar gerakan Ikhwan di Mesir adalah mengubah masyarakat Mesir secara menyeluruh kepada masyarakat yang semata berlandaskan Syariah Islam. Dengan tegas Ikhwan selalu mengatakan memperjuangkan Syariah Islam dan tidak pernah malu-malu atau ragu untuk mengatakan hal itu.
Dalam waktu singkat, gerakan Ikhwan pun mendapat kader yang cukup banyak. Sehingga pada tahun 1936 mendapat perhatian khusus dari penguasa Mesir ketika itu. Seperti halnya Rasulullah SAW yang dalam mendakwahkan Islam banyak mengirim surat kepada raja-raja di Jazirah Arab untuk menerima Islam secara utuh dan membuang tradisi-tradisi yang tidak baik, Hasan Albana pun tanpa ragu dan tetap dengan santun namun tegas mengirimkan berbagai surat seruan kepada Raja Faruk dan para menterinya untuk sadar dan mau membuang undang-undang Barat yang sekuler dan menggantinya dengan Undang-Undang Islam, yakni kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadts.
Bukan itu saja, Albana juga menyerukan agar para pemimpin dan pejabat Mesir bisa mencontohkan hidup yang baik kepada rakyatnya seperti tidak hidup bermewah-mewahan (apalagi atas fasilitas negara yang sebenarnya merupakan uang rakyat) di tengah lautan kemiskinan dan kesulitan hidup rakyatnya, mengharamkan pergaulan bebas, mengharamkan berjudi dalam segala bentuknya, menghentikan segala acara yang dianggap mubazir dan foya-foya seperti yang ditampilkan di berbagai klub malam dan panggung hiburan, dan menegakkan sholat (jadi bukan hanya mengerjakan sholat).
Selain itu, dalam suratnya, Albana juga menyerukan agar para pejabat negara mulai membiasakan berbahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an menggantikan bahasa Ingris dan Perancis yang saat itu biasa dilakukan para pejabat dalam acara-acara kenegaraan, menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah Islam dan tidak memasukkan anak-anak Mesir ke sekolah-sekolah Barat yang secara akidah akan bisa sangat merusak.
Saat itu, surat seruan ini sangat menggemparkan Mesir. Banyak pejabat Mesir yang tidak suka karena mereka telah terbiasa hidup mewah dari fasilitas negara, namun rakyat kebanyakan sangat mendukung karena menganggap tugas asasi para pejabat negara dan alat-alat negara lainnya adalah melayani umat, bukan umat yang harus jadi pelayan atau bahkan sapi perah bagi para pejabat tersebut. Politik sesungguhnya adalah cara untuk mengIslamkan negara, bukan sebaliknya, Islam dijadikan sekadar alat politik untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi yang sangat murah dan absurd. (rz/bersambung)
Ikhwanul Muslimun: Kekuatan Islam di Mesir (Tamat)
Selasa, 10 Jun 08 19:57 WIB
Salah satu sentral perhatian Ikhwan di Mesir adalah pembinaan terhadap generasi muda. Hassan Al-Banna amat menekankan pentingnya sektor ini. Kepada penguasa, tanpa lelah Hassan Al-Banna menyerukan agar kurikulum di sekolah-sekolah Mesir direkonstruksi kembali, terutama dalam materi keagamaan, moral, dan juga sejarah Dunia Islam. Albana juga menegaskan jika mteri pengajaran di sekolah-sekolah haruslah dibersihkan dari paham materialistik.
Walau Presiden Mesir yang berkuasa saat itu adalah Jenderal Gamal Abdul Nasser, yang dikatakan pernah mengenyam tarbiyah Al-Ikhwan, namun setelah peristiwa percobaan pembunuhan terhadapnya yang terjadi pada Desember 1954 menyebabkan penguasa Mesir menuding Al-Ikhwan di balik upaya jahat ini. Ikhwan tenu saja berkali-kali menolak fitnah keji tersebut. Akibatnya ribuan anggota Ikhwan ditangkap dan dijebloskan ke dalam dipenjara lengkap dengan aneka siksaannya yang berat. Enam aktivis Ikhwan digantung.
Fitnah besar terhadap Ikhwan terus berlangsung sampai pada tahun 1960-an. Presiden Nasser bahkan membentuk satu komite Khusus untuk membubarkan Ikhwan dari Mesir. Penangkapan dan penggantungan aktivis Ikhwan tetap berlanjut. Hassan Al-Banna menemui syahid dalam suatu rekayasa pembunuhan oleh musuh-musuh Allah. Pada 29 Agustus 1966 tiga orang tokoh Ikhwan dihukum mati, antara lain Sayyid Quthb.
Tarbiyah di dalam kelompok Ikhwan mewajibkan binaannya menghafap Qur’an secara kontinyu, mempelajari dan juga menghafal hadits-hadits shahih. Jika binaannya demikian, apatah lagi para murabbinya. Selain teori, para Ikhwan juga membumikan ilmu yang diperoleh dengan aktivitas yang nyata seperti sungguh-sunguh menjalankan ukhuwah Islamiyah, memberikan bantuan sosial, membuka sekolah-sekolah dan klinik kesehatan yang murah dan terjangkau oleh rakyat Mesir yang masih banyak yang miskin, dan sebagainya.
Para tokoh Ikhwan bersungguh-sungguh menerapkan Islam di dalam kehidupan kesehariannya. Mereka berupaya dengan keras agar bisa meneladani kehidupan Rasululah SAW yang penuh dengan kesederhanaan, lembut terhadap sesama, dan keras terhadap siapa pun yang henak merusak agama Allah ini.
Mereka hanya mau hidup dalam keberkahan yang berasal dari sesuatu yang jelas-jelas halal dan menjauhkan segala hal yang syubhat, dan sama sekali tidak berkompromi dengan yang haram. Dakwah Islam tidak bisa dibangun dengan sesuatu yang syubhat, apalagi yang jelas-jelas haram. Yang bersih tentu tidak bisa dibangun dengan bahan-bahan yang kotor.
Hasan Albana telah menegaksan jika dakwah Ikhwan ini wajib mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat. Sebab itu, seluruh aktivis Ikhwan, baik yang berada di lapisan atas maupun bawah, diwajibkan hidup bermasyarakat dan menjadi cahaya di tempat tinggalnya masing-masing.
Saah satu ciri paling menonjol dalam Harakah Ikhwan adalah penekanannya pada jihad. Jihad di sini bukan hanya sebatas jihad melawan hawa nafsu, tetapi jihad qital. Sebab itu secara terprogram, para aktivis—baik yang berada di lapisan atas, maupun bawah—sering mengadakan perkemahan dan latihan fisik. Jadi, latihan fisik tidak hanya menjadi kewajiban para binaan, tetapi juga diikuti oleh lapisan atas, para ustad dan qiyadahnya. Ini disebabkan kedudukan jihad yang sangat mulia di dalam Islam, sehingga para ustadz dan qiyadah yang sudah berumur pun dengan semangat tetap mengikuti pelatihan fisik seperti halnya yang masih muda-muda.
Hasan Al-Banna berkata kepada seluruh negeri-negeri Islam, "Kami mengajak kalian pada Islam, ajaran Islam, undang-undang Islam dan petunjuk Islam dengan jelas dan terang. Kalau ini kalian anggap politik, maka inilah politik yang kami perjuangkan yaitu politik Islam."
Di masa kekuasaan Raja Faruk, Albana melihat tiada satu pun partai politik yang benar-benar ingin melaksanakan dan menerapkan undang-undang Islam secara kafah dan syumuliyah. Sebab itu, Albana mendesak penguasa agar membubarkan semua partai politik yang ada karena dianggap tidak ada manfaatnya bagi tegaknya syariat Islam di Mesir. Dakwah Ikhwan ini sungguh-sungguh tegas dan jelas dalam menyeru semua pihak kepada Islam. Islam adalah Islam dan Thagut adalah Thagut. Jelas perbedaannya. Thagut wajib ditumbangkan dan tidak sekali pun Ikhwan di Mesir menyebutkan Thagut sebagai final atau sesuatu yang tidak bisa lagi diubah, atau malu-malu menyatakan diri sebagai pihak yang akan menjalankan syariat Islam dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Selain jihad fisik dan fikrah, Ikhwan juga memberi perhatian lebih kepada dakwah lewat media massa. Ikhwan di Mesir menerbutkan media massa dalam berbagai bentuk, dari yang harian hingga bulanan. Seluruh penerbitan Ikhwan ini sangat digemari rakyat Mesir karena sikapnya yang jelas terhadap Islam sebagai al-haq.
Dakwah Ihkwan di Mesir meluas hingga ke berbagai negara dan benua. Dengan tegas Albana berkata: “Kita tidak akan berdiam diri dan merasa senang atau berhenti selagi Qur'an belum benar-benar menjadi perlembagaan negara. Kita akan hidup untuk mencapai tujuan ini atau mati karenanya" Al-Qur’an adalah undang-undang dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal bernegara. Tidak pernah sekali pun prinsip-prinsip Islam dikorbankan demi menggapai suatu hal yang bersifat duniawi. Entah di sini. (Tamat/rz)

Monday, March 16, 2009

Om Hasbi dan kawan2
Dalam attachment saya lampirkan manuskrip kitab al-Barzanji dari koleksi manuskrip Tokyo. Sebelum menghukumi sesat atau tidak buku tersebut, seyogyanya kita pelajari dulu isinya. Memang ada beberapa situs fatwa Wahabi yang menyesatkan tradisi membaca al-Barzanji (Jawa: Berjanjen) dengan lantunan lagu pada perayaan Maulid Nabi. Tetapi hemat saya harus dipilah-pilah antara hukum membaca al-Barzanji dengan peringatan Maulid Nabi. Menurut secuil pengetahuan saya, kitab al-Barzanji isinya tidak ada yang aneh-aneh. Secara garis besar kitab tersebut berisi narasi-narasi dan bait-bait sejarah Nabi serta keutamaan Nabi. Isinya tidak berbeda jauh dengan sirah Ibn Hisyam dll. Membaca kitab tersebut dapat meningkatkan kecintaan kita kepada Rasulullah. Jadi hukumnya boleh, bahkan dianjurkan.
Sedangkan hukum memperingati Maulid Nabi hukumnya khilaf. Ibn Hajar menilainya sebagai bid'ah hasanah. Menurutnya, Maulid Nabi memang belum pernah dirayakan oleh salaf al-shalih hingga abad ke-3 H, tetapi dalam Maulid terdapat banyak kebajikan, sehingga hukumnya bid'ah hasanah. Imam al-Suyuthi juga melegalkan perayaan Maulid Nabi dalam kompilasi fatwanya. Tetapi baru-baru ini ada Tesis Magister Abdullah bin Abd al-Aziz bin Ahmad al-Tuwayjiry di Jamiah Muhammad Ibn Su'ud al-Islamiyah, Fak. Aqidah, yang menyesatkan perayaan Maulid Nabi. Ada juga buku Wahabi karangan Abd al-Rauf Muhammad bin Utsman yang ikut-ikut menyesatkan.
Kalau kita baca kitab-kitab fikih era klasik-skolastik seperti al-Majmu', al-Syarwani, Hasyiah Jamal, I'anah Thalibin, Bujayrami, al-Bayjuri, Muhadzab, Iqna', Mughni Muhtaj, Hawi Kabir, Nihayah Muhtaj, Raudhah al-Thalibin, al-Mabsut, dan lain-lain, akan ditemukan kontroversi yang sangat luas dan runyam di kalangan ahli fikih seputar hukum Maulid Nabi. Tanpa memasuki detail-detail argumentasi masing-masing versi, ada baiknya kita telaah sosio-historis munculnya tradisi Maulid Nabi terlebih dahulu. Sependek yang saya tahu, ada beberapa analisa historis terkait hal itu. Versi pertama yang diwakili oleh Ibn Hajar mengatakan Maulid belum muncul pada era formatif Islam, yakni era Islam Perdana. Versi kedua yang diwakili oleh Imam al-Suyuthi mengatakan tradisi Maulid sudah ada sejak Nabi lahir. Abd al-Muthalib konon merayakan hari kelahiran Nabi. Nabi sendiri merayakan ulang tahun sebelum nubuwah (diriwayatkan al-Bayhaqi dari Anas. Tapi Ibn Hajar dalam Fath al-Bari dan Abd al-Razaq dalam Mushanaf menilai lemah hadits ini). Versi ketiga yang diwakili oleh Abd Rauf Utsman menyatakan bahwa tradisi maulid dicetuskan oleh penguasa Dinasti Syiah Fathimiyyah di Cairo guna menarik simpati masyarakat kepada penguasa. Tradisi ini sekarang masih berkembang di Masjid Husain. Versi keempat menyatakan bahwa konon tradisi maulid nabi digagas oleh Shalahuddin al-Ayubi guna mengompakkan masyarakat dan memupuk semangat jihad guna menghadapi serangan tentara Salib.
Data-data ini merupakan data-data antropologis yang dapat dikembangkan guna menelisik aktivitas ritual masayarakat Islam masa lalu serta kontinuitas tradisi tersebut hingga berpengaruh ke dalam budaya ritual di Indonesia.

Salam
R-1
http://www.irwanmas duqi83.blogspot. com/


Dari: Muhammad Hasbi ZM
Kepada: infopmik@yahoogroup s.com
Terkirim: Senin, 9 Maret, 2009 01:32:09
Topik: -=Info PMIK=- KITAB AL-BARJANZY SESATKAH ??? (MALAM MAULID NABI, SHOLLU ALANNABI)

Keingat saya ketika masih duduk di bangku Ma'had Imarat yang menginduk ke LIPIA mereka sangat antipati sekali dengan kitab Al-Barjanzy bahkan banyak diantaranya yang membilang kitab sesat dengan alasan Gulu.


Kepada Kiyai Irwan Masduqi dan Ust. NIdlol kiranya bisa memberi pencerahan terkait malam ini adalah malam Maulid Nabi dan tentunya di Indonesia sana semua khalayak ramai di masjid dan surau-surau melantunkan sejarah Nabi Muhammad yang terkumpul dalam kitab Al-Barjanzy.


Saya kira, kalaulah masih banyak orang berfikir radikalis seperti pengharaman ini dan itu, padahal hal tersebut adalah berupa kultur mubhi masyaratakat muslim Indonesia yang kemubahannya ikhtilaf sebagimana qaidah fiqih bilang (Alijtihad La Yanqid Misluh) lalu dengan kerasnya mereka membuat propaganda penyesatan, pengkafiram plus pembodohan. Golongan inilah sebenarnya yang ana anggap merusak tatanan harmonisasi keislaman ala Indonesia.


Semisal mereka membuat penyesatan kitab Al-Barjanzy sedang kita tahu kitab tersebut sudah menjadi kultur Syar'i masyarakat muslim Indonesia tentu berdampak pada ketidakharmonisan antar masyarakat muslim Indonesia.

____________ _________ _________ _________ _________ _________ _________ ____

KITAB ALBARJANZY SESATKAH ??????...... ....

Nama Pengarang: Sayid Ja'far Bin Husain Bin Abdul Karim Al-Barzanji

Garis Keturunannya:

Sayid Ja'far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja'far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah saw.

Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barjanziyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah "I'qdul Jawhar fi mawlid anNabiyyil Azhar". yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1960 M) (1766 beliau menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho'idy kemudian belajar ilmu naqliyah (quran Dan Haditz) dan 'Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudain belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma'ani, Badi', Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi. Dan ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang 'Alim wal 'Allaamah dan Ulama besar.

Sifatnya:

Wajahnya tampan, perilakunya sopan, matanya luas, putih giginya, hidungnya mancung,jenggotnya yang tebal,Mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara', banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan sangat pemurah.

Seorang ulama besar yang berdedikasi mengajarkan ilmunya di Masjid Kakeknya (Masjid Nabawi) SAW sekaligus beliau menjadi seorang mufti Mahzhab Syafiiyah di kota madinah Munawwarah.

"Al-'Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja'far bin Hasan al-Barzanji adalah MUFTI ASY-SYAFI`IYYAH di Kota Madinah al-Munawwarah. Banyak perbedaan tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliau meninggal pada tahun 1177 H. Imam az-Zubaidi dalam "al-Mu'jam al-Mukhtash" menulis bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majelis
pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.

Maulid karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan paling tersebar ke pelosok negeri 'Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak kalangan 'Arab dan 'Ajam (luar Arab) yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah lahir baginda, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan baginda.

Kitab karangan Lainnya:

مختصر الضوء الوهاج في قصة الاسراء والمعراج
الغصن الوردي في اخبار السيد المهدي
جالية الكرب بأخبار اصحاب سيد العجم والعرب (اهل بدر وأحد)
النفح الضرجي في الفتح الجته جي
اتحاف البرايا لعدت الغزوات والسرابا
إضاء الدراري لإرشاد الساري على صحيح البخاري
الروض المعطار فيما للسيد محمد بن رسول البرزنجي من آثار (ترجمة)
المولد النبوي الشريف المسمى عقدالجوهر في مولد النبي الازه


Wafat:
Beliau telah kembali ke rahmatullah pada hari Selasa, setelah Asar,4 Sya'ban, tahun 1177 H (1766 M). Jasad beliau makamkan di Baqi' bersama keluarga Rasulullah saw.

Kitab maulid Barzanji sendiri telah disyarah (dijelaskan) oleh ulama-ulama besar seperti Syaikh Muhammad bin Ahmad 'Ilyisy al-Maaliki al-'Asy'ari asy-Syadzili al-Azhari yang mengarang kitab "al-Qawl al-Munji 'ala Mawlid al- Barzanji" dan
Sayyidul 'Ulama-il Hijaz, Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi "Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud". (Mh/MM)

mhasbi@mediamuslim. net

KITAB BARZANJI

Oleh Aguk Irawan MN

Sekira seratus limapuluh tahun sebelum Nabi Muhammad lahir dan membawa pencerahan, puisi telah menempati posisi tertinggi di hati orang Arab, bahkan ketika dunia masih meraba-raba dalam keremangan ilmu pengetahuan, Arab sudah berjibaku dengan puisi dan mengenal ilmu tata bahasa (linguistik) , diantara fenomena tingginya penghargaan kaum arab terhadap para penyair adalah dengan menggantung puisi-puisi terbaik mereka di dinding Ka'bah sebagai simbol kebesaran dan kebanggaan suku atau ras yang mengalir pada darah mereka. Paling tidak, ada dua karya sastra penting yang ditulis sastrawan Arab Jahiliyah, yaitu mu'allaqat dan mufaddaliyat.

Ketika Nabi Muhammad lahir dan menjadi seorang Nabi, menurut pengamat sastra Muhammad bin Sulam al-Jumahi, dalam bukunya Thabaqat Fuhul asy-Syuara— peran penyair semakin menjadi-jadi. Diturunkanya kitab al-Qur'an, yang sangat luar biasa estetisya pada seorang ummi (baca; buta baca-tulis) Muhammad, telah memicu kreatifitas para penyair Jahiliyah untuk menyaingi kedahsyatan estetiknya al-Qur'an, karena itu banyak penyair-penyair ulung hadir ke tengah masyarakat dengan menjadi Nabi-Nabi palsu, dua diantaranya adalah Musailama al-Kadzab yang melahirkan kitab puisi ma huwal fil (sering disebut kitab puisi ayat-ayat katak), sementara Imri'il-Qais menulis kitab puisi ayyuhat ath-thalali al-bali . Dalam pengamatan Adonis (kritikus Arab kontemporer) , kedua penyair ulung itu, telah melahirkan banyak karya yang sangat estetis, bahkan menurutnya, hampir saja menyamai al-Qur'an.

Selain kedua penyair di atas— yang sangat merisaukan Nabi dan pemeluk Islam awal, adalah penyair Ka'ab bin Zuhair. Penyair Jahiliyah yang kesohor ini tidak ingin menempuh jalan yang sama seperti Musailama dan al-Qais –membuat tandingan al-Qur'an— akan tetapi, ia mencipta puisi dengan misi memperburuk citra Nabi. Karena pengaruh puisinya yang sangat memukau itu, banyak pengikut Nabi yang masih labil, kembali menjadi musyrik. (Al-Ashma'i, Kitab al-Fuhul asy-Syuara, Beirut, Dar al-Kitab al-Jadid, 1971)

Ketika terjadi penaklukan kota Makkah, Ka'ab, sang Penyair ulung itu merasa terancam jiwanya, ia bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat Nabi. Saat itu saudara Ka'ab yang bernama Bujair bin Zuhair langsung mengirim surat kepada Ka'ab, yang isinya antara lain menganjuran agar Ka'ab keluar dari persembunyiannya dan menghadap Nabi untuk memohon maaf. Anjuran itupun diikuti oleh Ka'ab, melalui `tangan' Abu Bakar as-Siddiq, di sana ia menyerahkan diri kepada Nabi. Ia pun sangat terharu dengan sikap Nabi dan sahabt-sahabatnya, yang pada waktu itu tidak saja memberikan pintu maafnya, akan tetapi, mereka menyambut dengan baik kehadirannya, bahkan semua yang hadir pada waktu itu memberikan salam hormat yang tinggi kepada dirinya. Saat itu pulalah Ka'ab insyaf lalu bersyahadat.

Setelah Ka'ab memeluk Islam di depan Nabi. Rasa hormat Nabi kian bertambah, sampai-sampai beliau melepaskan burdah (sorban)-nya dan memberikannya kepada Ka'ab. Sejak itu, Ka'ab langsung menggubah puisinya yang sebelumnya berisi penghinaan menjadi pujian-pujian yang sangat indah, puisi gubuhan itu sangat dikenal dengan sebutan Banat Su'ad (Putri-putri Su'ad), terdiri atas 59 bait (puisi). Kasidah ini disebut pula dengan qasidah burdah, yang kelak diabadikan oleh kaligrafer Hasyim Muhammad al-Baghdadi di dalam kitab kaligrafi-nya, Qawaid al-Khat al-Arabi.

Kisah masuknya Islam penyair Ka'ab ini hampir sama dengan penyair ulung Ibnu Ruwahah yang masuk Islam karena sikap santun dan pemaaf Nabi beserta sahabatnya. Maka sejak bergabungnya kedua penyair ulung itu kepada barisan Islam, kitab puisi sejenis karya Musailamah dan al-Qais semakin tenggelam, dan pada gilirannya al-Qur'an semakin diminati juga dipejari. Kurun ini, sering disebut sebagai babak baru kesusastraan Arab dan juga bagi agama Islam. Penyair Islam bersama al-Qur'an, tidak saja telah berhasil membawa pembaharuan terhadap sastra Arab, namun juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan. (Syauqi Dlaif, Tarikh al-Adab al-Arabi, Kairo: Dar al-Maarif, 1968)

Mungkin karena terinpirasi dengan peran sastra yang sangat signifikan pada zaman Nabi itu, Sultan Salahuddin (memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub), pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H), kemudian menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi dengan karya puisi. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji (wafat pada 1177 H/1763 M). Karya ini dikenal sebagai Kitab Puisi "Barzanji", yang sampai sekarang sering dibaca oleh masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi. Kitab itu disusun dalam dua model: natsar (prosa lirik) yang terdiri atas 19 bab dengan 355 bait, dan nazham (qashidah puitis) berisi 16 bab dengan 205 bait.

Pertanyaannya adalah, kenapa Sultan memilih "puisi" sebagai bentuk cintanya pada Rasul juga sebagai cara membangkitkan semangat juang umat Islam yang kala itu kehilangan semangat juang dan persaudaraan ukhuwah ketika terjadi perang salib, dan bukan dengan cara lain? Jawabanya, tentu saja, karena dalam sirah (sejarah Nabi), puisi dan penyair, tercatat punya andil yang siginifikan dalam mengantarkan kemenangan umat Islam; sebagaimana terkisah dalam perang Badar, Khandaq, Uhud, Hudaibillah Khaibar dan lain sebagainya— dimana umat muslim meraih kemangan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit. Misalnya puisi Ibnu Ruwahah yang dijadikan lagu wajib para mujahidin;

Duhai diri, bila kau tak terhunus pedang di medan juang
Suatu ketika, kau tetap menghembuskan nafas, meski di atas ranjang

Alasan di atas itu ternyata benar –ini diakui sejarawan orientalis seperti Karen Amstrong—, bahwa kitab puisi Barzanji punya andil juga dalam kemenangan umat Islam melawan tentara Salib, saat merebut kota Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M, dan selama 800 tahun, Yerusalem tetap menjadi kota muslim. Karena itu, tak mengherankan, tradisi maulid terus berjalan di hampir seluruh belahan dunia dengan ciri dan polanya masing-masing.

Setelah puisi Barjanzi menjadi cukup terkenal di kalangan ummat Islam, kemudian lahirlah kitab puisi "Burdah", yang ditulis oleh Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushairi (610-695H/ 1213-1296 M). Burdah terdiri atas 160 bait, ditulis dengan gaya bahasa (uslub) yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap al-Quran, Isra' Mi'raj, jihad dan tawasul. Dengan memaparkan kehidupan Nabi secara puitis.

Selanjutnya tradisi Maulid, telah melahirkan kitab-kitab puisi lain yang begitu berlimpah dan menawan, seperti kitab puisi; Maulid Syaraful Anam dan Maulid ad-Diba'i karya al-Imam Abdurrahman bin Ali ad-Diba'i asy-Syaibani az-Zubaidi; Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad al-Azabi; Maulid Al-Buthy, karya Syaikh Abdurrauf al-Buthy; Maulid Simthud Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi; dan yang paling baru Maulid Adh-Dhiya-ul Lami', karya al-Habib Umar bin Hafidz dari Hadhramaut.

Menurut Najib Kaelani dalam bukunya madhal ila adab al-Islami , seluruh ungkapan dalam kitab kitab-kitab puisi Maulid di atas sudah masuk kategori baligh (tingkatan metafora tertinggi). Meski dengan corak penyusunan yang beragam, namun setiap karya Maulid memiliki kesamaan: yaitu penuh simbolik dan metaforik. Demikianlah, sebuah kenyataan, bahwa kesusastraan bernafaskan religius, mampu membangkitkan kesadaran umat untuk bangkit dari keterpurukan dan kehadirannya— tidak dipungkiri— sering tampil menyejukkan di tengah situasi yang keruh dalam politik kekuasaan di belahan negeri manapun. Hal itu terjadi, sebab kesadaran manusia pada fitrahnya, mengagungkan Khalik sebagai pencipta, memuliakan Nabi Muhammad s.a.w. yang memberikan limpahan keteladanan, dipadu dengan kerinduan saling mengasihi antar sesama menjadi salah satu pemuas batin bagi manusia.

Yogyakarta, 2 Maret 2008

*Penerjemah "Risalah Maulid al-Bushairi" , karya Ahmad Suwailim penerbit Maghfirah Jakarta

Sumber: Kedaulatan Rakyat, 15/03/009

Thursday, March 12, 2009

> Alkisah, seorang Arab Badawi bermaksud menjual sekarung gandum ke pasar.
> Berulangkali ia mencoba meletakkan karung itu di atas punggung unta; dan
> berulangkah ia gagal. Ketika ia hampir putus asa, terkilas pada
> pikirannya pemecahan yang sederhana. Ia mengambil satu karung lagi dan
> mengisinya dengan pasir. Ia merasa lega, ketika kedua karung itu
> bergantung dengan seimbang pada kendaraannya. Segera ia berangkat ke
> pasar.
>
> Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang asing yang berpakaian
> compang-camping dan berkaki telanjang. Ia diajak oleh orang asing itu
> untuk berhenti sejenak, beristirahat, dan berbincang-bincang. Sebentar
> saja, orang Badawi itu menyadari bahwa yang mengajaknya berbincang itu
> orang yang banyak pengetahuan. Ia sangat terkesan karenanya. Tiba-tiba,
> orang asing itu menyaksikan dua buah karung bergantung pada punggung
> unta.
>
> "Bapak, katakan apa yang bapak angkut itu; kelihatan sangat berat",
> tanya orang asing itu. "Salah satu karung itu berisi gandum yang akan
> saya jual ke pasar. Satu lagi karung berisi pasir untuk menyeimbangkan
> keduanya pada punggung unta", jawab orang Badawi. Sambil tertawa, orang
> pintar itu memberi nasehat, "Mengapa tidak ambil setengah dari karung
> yang satu dan memindahkannya ke karung yang lain. Dengan begitu, unta
> menanggung beban yang ringan dan ia dapat berjalan lebih cepat."
>
> Orang Badawi takjub. Ia tidak pernah berpikir secerdik itu. Tetapi
> sejenak kemudian, ketakjubannya berubah menjadi kebingungan. Ia berkata,
> "Anda memang pintar. Tapi dengan segala kepintaran ini mengapa Anda
> bergelandangan seperti ini, tidak punya pekerjaan dan bahkan tidak punya
> sepatu. Mestinya kepandaian Anda yang dapat mengubah tembaga menjadi
> emas akan memberikan kekayaan kepada Anda".
>
> Orang asing itu menarik nafas panjang, "Jangankan sepatu, hari ini pun
> saya tidak punya uang sepeser pun untuk makan malam saya. Setiap hari,
> saya berjalan dengan kaki telanjang untuk mengemis sekerat atau dua
> kerat roti."
>
> "Lalu apa yang Anda peroleh dengan seluruh kepandaian dan kecerdikan
> Anda itu."
>
> "Dari semua pelajaran dan pemikiran, aku hanya memperoleh sakit kepala
> dan khayalan hampa. Percayalah, semuanya itu hanya bencana bagiku, bukan
> keberuntungan. "
>
> Orang Badawi itu berdiri, melepaskan tali unta, dan bersiap-siap untuk
> pergi. Kepada filsuf yang kelaparan di pinggir jalan, ia memberi
> nasehat, "Hai, orang yang tersesat. Menjauhlah dariku, karena aku kuatir
> kemalanganmu akan menular kepadaku. Bawalah semua kepandaianmu itu
> sejauh-jauhnya dariku. Sekiranya dengan ilmumu itu kamu ambil suatu
> jalan, aku akan mengambil jalan yang lain. Sekarung gandum dan sekarung
> pasir boleh jadi berat; tetapi itu lebih baik daripada kecerdikan yang
> sia-sia. Aku akan melakukan sesuatu sekiranya aku meyakininya, meski
> menurut orang lain itu suatu kebodohan. Bagiku, melakukan sesuatu yang
> salah bisa dikoreksi. Anda boleh jadi pandai, tapi tidak akan pernah
> mendapat pengalaman karena kecerdasanmu tidak kamu praktekkan; saya
> boleh jadi bodoh, tapi saya mendapatkan berkat dari kerja keras yang
> selama ini saya lakukan."
>
> dari bukunya jalaluddin rumi.